Share

Bab 5. Perbedaan Kasta

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-19 20:46:09

Tak berapa lama, mereka sampai di rumah Fandi dan Lia--orang tua Audrey--yang berada di sekitar persawahan. Mereka disambut dengan hangat.

“MaasyaaAllaah. Cucuku. Sini-sini, Sayang,” sambut Lia, langsung merebut bayi yang digendong Ratmi.

Setelah menyalami Audrey dan Edwin, Fandi tersenyum lebar ke arah cucunya. “Betapa lengkap kebahagiaan kita, Bu.“

Lia menoleh ke arah suaminya, sambil mengangguk dengan raut wajah sumringah.

Edwin dan Audrey tampak kikuk, karena rumah tangga mereka baru saja terguncang.

Apakah itu yang disebut dengan bahagia? Lebih baik merahasiakannya dari kedua orang tua, pikir Audrey.

Ratmi masuk membawa tas besar berisi pakaian kotor milik majikannya. “Permisi, Bu. Saya izin mencuci di belakang, ya.“

“Iya. Pakai mesin cuci saja, Rat!” saran Lia.

“Baik, Bu,” sahut Ratmi sambil tersenyum, yang memang sudah akrab dengan orang tua Audrey.

“Edwin, mesin cuci yang kamu belikan, masih bagus sampai sekarang.“ Lia tersenyum pada menantunya.

“Alhamdulillaah, Bu.“ Edwin menunduk sopan sambil mengembangkan kedua sudut bibirnya.

“Kamu kenapa, Nak?“ tanya Fandi pada Audrey.

Audrey tersenyum kecut. “Nggak papa, Pak. Hanya kecapekan saja.“

Lia menelisik raut muka anak dan menantunya. “Rumah tangga kalian baik-baik saja, kan?“

“Baik, kok, Bu. Hanya saja, sempat ada salah paham di antara kami,” jawab Edwin, menutupi apa yang telah terjadi.

“Syukurlah. Apa pun ujiannya, kalian harus tetap bersatu. Kalau ada masalah, hadapi bersama-sama, ya?“ pesan Fandi.

Audrey dan Edwin mengangguk. Mereka berdua telah sepakat tidak akan menceritakan masalah rumah tangga kepada Fandi dan Lia, kecuali jika memang sudah tak bisa mengatasinya sendiri.

**

Waktu terus berlalu. Aqiqah anak dari Edwin dan Audrey sudah selesai dilaksanakan. Di antaranya menyembelih seekor kambing lalu membagikannya ke para tetangga dan sanak saudara, mencukur rambut si bayi, dan memberinya nama.

Fani dan Lia telah tertidur di kamarnya, karena kelelahan. Ratmi sedang mencuci peralatan masak untuk aqiqah tadi siang, di belakang. Edwin dan istrinya hendak beristirahat di kamar Audrey yang dulu.

“Dianti Auliya. Nama yang cantik, seperti pemiliknya,” puji Edwin sambil menimang putrinya.

Audrey tersenyum lembut. “Semoga dia menjadi putri yang dihargai orang lain, ya, Mas.“

“Artinya apa, Sayang? Aku lupa,” timpal Edwin sambil menatap istrinya.

“Anak perempuan istimewa yang dihargai oleh orang-orang di sekitarnya,” jawab Audrey.

Kedua netra Edwin berbinar. “Indah sekali.“

“Seindah harapanku yang ingin anak kita dihargai. Tidak seperti ibunya, yang kehormatannya diinjak-injak oleh orang kaya,” jawab Audrey.

“Maafkan keluargaku yang belum bisa bersikap baik padamu.“ Edwin menaruh bayinya di box dengan sangat hati-hati, lalu merangkul pundak istrinya.

Audrey melepaskan tangan Edwin. “Aku tidak habis pikir, kenapa mertuaku sampai setega itu padaku? Memanipulasi keadaan dengan membuatmu sibuk di kantor, menyuruh Galang menjemputku, dan membuatmu cemburu.“

Edwin terdiam, merasa malu dengan sikap Mamanya.

“Sebaliknya, aku kesusahan menyusui Dianti di rumah sakit, lalu Athena dengan seenaknya memberimu obat tidur hingga mengigau malam itu, membuat tangisku tak berhenti, mengira kamu telah selingkuh dengannya! Apa Papa dan Mamamu sangat ingin kita bercerai?“ Air mata Audrey mulai berderai.

“Ssst!“ Edwin mendekatkan telunjuknya di depan bibir istrinya. “Jangan mengatakan hal seperti itu. Bukankah ucapan itu doa? Kita bicara yang baik-baik saja, ya? Kita akan bersatu selamanya, tak akan dipisahkan oleh apa pun.“

Audrey menghapus air matanya. “Aku tahu, kamu sangat mencintaiku. Namun, mungkin aku yang salah, mau menikah dengan orang kaya. Sedangkan diri ini hanya orang miskin. Kehidupan bahagia hanyalah mimpi, Mas.“

Edwin menggeleng cepat, sambil menangkupkan kedua tangan di pipi Audrey. “Tidak, Sayang. Aku mencintaimu karena hatimu. Bagiku, harta bukanlah segalanya.“

“Rasanya aku tidak sanggup kembali ke rumah, Mas. Selama satu tahun, sejak awal menikah, sampai sekarang, mereka tak pernah menghargaiku. Papa dan Mama tidak menyapa atau mengajakku bicara, bahkan sepatah kata pun. Apa saja kegiatan atau acara keluarga yang mereka adakan, tidak mengundangku sama sekali. Belum lagi kakak-kakakmu yang selalu merendahkan istrimu ini. Perbedaan kasta memang mengalahkan segalanya, sampai-sampai dalam keadaan tersulit saat akan melahirkan kemarin, Papa dan Mama tetap mengabaikan diri ini,” ungkap Audrey, mencurahkan isi hatinya, walaupun sebenarnya Edwin sudah mengetahui hal itu.

“Maafkan keluargaku, Sayang. Baiklah kalau kamu ingin kita tinggal di sini, asalkan kamu tidak marah lagi sama Mas. Tetaplah di sisiku apa pun yang terjadi. Jangan sampai kita tertipu daya oleh godaan setan, yang menginginkan suami-istri untuk bercerai,” sahut Edwin, sambil memeluk Audrey.

Istrinya membuang napas kasar. “Tipu daya setan, termasuk yang berwujud manusia, seperti keluargamu, Mas. Maafkan aku, karena hati ini terlanjur sakit.“

“Istigfar, Sayang. Aku tahu kamu marah. Namun, coba kendalikan, ya. Kalau kamu bahagia, Dianti juga akan bahagia, kan?“ Edwin mengelus rambut istrinya, yang memang sedang tidak memakai hijab.

Malam sudah semakin larut. Mereka beranjak tidur, karena aqiqah tadi siang cukup menguras tenaga mereka.

**

Tanpa terasa, usia Dianti menginjak satu bulan. Edwin dan Audrey sudah mulai bisa beradaptasi sebagai orang tua baru. Ratmi juga semakin cekatan mengurus si bayi. Fandi dan Lia juga tak segan membantu, karena sangat sayang pada cucu pertama.

Selama itu, tak pernah sekali pun Zofia atau Juna datang untuk menjenguk Dianti. Bahkan, sekadar menanyakan lewat telepon pun juga tidak. Saat Fandi dan Lia bertanya tentang besannya yang seperti acuh tak acuh, Audrey masih bisa mencari alasan, kalau kedua mertuanya selalu sibuk dengan urusan kantor.

Lama-lama, Fandi dan Lia curiga, kalau ada yang tidak beres dengan rumah tangga Audrey. Siang hari saat Ratmi menemani Dianti yang tidur di bix bayi, Edwin masih di kantor, Fandi dan Lia mengajak putri mereka bicara di ruang tamu.

“Nak, apa ada yang kamu sembunyikan dari kami, orang tuamu sendiri?“ tanya Fandi, memulai pembicaraan.

Audrey diam. Dia sadar Bapak dan Ibunya sudah mengetahui kebohongannya tentang kesibukan kedua mertua.

“Apa rumah tanggamu baik-baik saja? Kedua mertuamu tidak membencimu, kan?“ Lia ikut bertanya, tak sabar untuk mendengar apa yang telah terjadi.

“Se … sebenarnya keluarga Mas Edwin tidak pernah menerimaku, Pak, Bu ….“ Audrey terisak, sejenak mengambil napas.

Fandi menghela napas berat, lalu mengembuskannya kembali. “Katakan saja, Nak. Kami sudah menduga hal ini sebelumnya.“

Audrey pun menceritakan sikap mertua yang tak pernah bicara padanya, juga tidak menjawab ketika disapa olehnya. Tak pernah diundang jika ada acara keluarga, atau apa pun itu. Jika ada kesusahan, tak ada yang mau membantunya, selain Ratmi dan Edwin saja. Begitu juga dengan ipar-ipar yang selalu merendahkannya. Audrey juga terpaksa jujur dengan fitnah yang dibuat mereka kemarin, karena batinnya sudah tak tahan lagi.

“Astagfirullaah,” zikir Fandi dan Lia.

Seper sekian detik kemudian, Lia tak sadarkan diri.

“Bu … Bu!“ panggil Audrey dan Fandi, panik.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 100. Letakkan di Tanganmu

    Di rumah sakit, Arumi sadar. Evan sudah membayar semua biaya perawatannya, serta meminta suster untuk menjaganya. Kini dia berbaring sendirian dalam ruangan serba putih.Arumi mengirimkan pesan pada Evan dan Sinta, bahwa dia tidak jadi mengungkit permasalahan tentang uang senilai tanah hak miliknya. Semua sudah dia ikhlaskan, karena tak mau rasa tamak menguasainya.Adik almarhum Juna takut, kalau itu akan mempengaruhi kesehatannya dan mendatangkan penyakit fisik, ataupun penyakit hati. Dia ingin sehat, hidup bahagia dan tak ada rasa benci, apalagi pada saudara sendiri. Zofia lega mendengarnya.Sejak sebulan lalu, sebenarnya perusahaan milik almarhum Juna mengalami penurunan omset. Gaya hidup Zofia dan keluarganya kini tak semewah dulu. Semua kebutuhan hidup yang bisa dipangkas, mereka kurangi sebisa mungkin. Mereka pun tak bisa menyombongkan harta lagi, seperti saat Juna masih hidup.Para tetangga seolah bahagia melihat mereka yang kini tak bisa menghina orang lain lagi, hanya karena

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 99. Kebenaran Terungkap

    Satu pekan kemudian, Arumi kembali datang. Kali ini, ada Evan, Natasha dan Sinta yang menemani Zofia, agar tidak khawatir ketika menghadapi adik almarhum Juna."Aku tahu, Mbak Zofia tidak memberikan uang yang aku minta, karena tanah yang seharusnya menjadi milikku itu, tidak Mbak jual, tetapi justru dibagi rata pada anak-anak, yakni Evan, Sinta dan Edwin. Iya, kan?" tanya Arumi, membuat semua yang mendengarnya pun kaget setengah mati."Halah! Itu cuma akal-akalan kamu saja karena ada dendam tertentu sama kami. Iya, kan? Jangan fitnah, dong!" kesal Zofia.Arumi menyunggingkan senyum miring. "Kenapa, Mbak? Takut? Aku sudah punya banyak buktinya. Mulai dari foto-foto, terus salinan kepemilikan surat tanah dan juga sebuah flashdisk berisi banyak video saat pembagian itu. Kenapa Mas Juna memberikan sesuatu yang bukan haknya?"Wanita berjilbab itu menaruhsebuah map bersampul hijau dan sebuah flashdisk ke atas meja.Zofia menggertakkan gigi, lalu membuka dokumen itu. Semua bukti itu asli, te

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 98. Perdamaian

    Audrey sedang duduk di ruang tamu, berhadapan dengan Dianti dan Dino. "Alhamdulillaah, kalian kini bisa sadar bahwa perbuatan kalian itu salah. Mama sudah memaafkan kalian berdua.""Makasih, Ma," sahut Dianti."Terima kasih, Mama. Maafkan Dino yang selama ini mengekang Dianti. Kami sungguh anak yang durhaka," timpal Dino, dengan wajah tertunduk dalam.Sang Mama mangut-mangut. "Sudah, nggak perlu disesali. Mulai sekarang, Dino harus berbakti pada orang tua. Dianti juga, jangan mengulangi perbuatan yang salah!" "Iya, Ma. InsyaaAllaah," jawab keduanya, bersamaan.Dianti beranjak dari kursi, lalu memeluk Audrey dengan erat. Mulai terdengar tangisan keduanya. Sementara itu, air mata mulai menggenang di kedua netra Dino karena merasa sangat menyesal. Dari ruang tengah, Fandi muncul bersama Lia yang membawa tiga gelas minuman."Alhamdulillaah, akhirnya kalian semua berdamai. Kakek harap, kalian akan terus seperti ini dan tak ada lagi sandiwara atau sejenisnya, hanya karena silau harta," na

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 97. Pertikaian Besar

    Pagi menjelang siang, cuaca cukup cerah. Galang mematut diri di depan cermin."Meskipun gue udah sedikit tua, tapi masih ganteng. Ya, siapa tahu, Audrey mau melabuhkan hatinya sama gue, meskipun kemarin sempat memuji-muji suaminya." Pria itu bergumam. Memang, dia belum menikah sampai sekarang. Dari sekian banyak perempuan yang pernah dekat dengannya, belum juga ada yang cocok dan klik di hati. Galang segera memacu mobilnya, setelah menyuruh satpam untuk menjaga rumah baik-baik.Sampai di depan rumah almarhum Edwin, semua sudah berkumpul. Kedatangan Galang berbarengan dengan Audrey, Fandi, dan Lia yang datang menggunakan taksi online. "Assalaamu'alaikum, Pak, Bu," sapa Galang.Fandi dan Lia menjawab salam. Mereka berbasa-basi sebentar. Sementara itu, Audrey mengembuskan napas kasar karena jenuh dan mulai merasa bahwa Galang sedang menarik simpatinya."Mari masuk, supaya bisa segera dimulai rapatnya," ajak Audrey, yang langsung disetujui oleh orang tuanya.Galang memandang punggung m

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 96. Tawaran Galang

    Hari terus berlalu. Audrey berusaha menghilangkan sakit hati karena tak diajak untuk menyaksikan pernikahan anaknya. Ya, meskipun dapat kiriman foto atau videonya, tetapi masih ada rasa sedih karena tak bisa memberikan restu secara langsung pada Dianti.Dia memilih untuk melanjutkan aktivitasnya berjualan baju di toko bersama Hana. Penghasilannya semakin meningkat begitu pesat, sampai bisa mendaftarkan haji plus, bertiga bersama Fandi dan Lia.Namun, hal itu tak diketahui oleh Zofia atau kakak-kakak iparnya. Para tetangga sekitar rumah almarhum Edwin pun tak ada yang mendengar tentang kabar tersebut. Selama ini, Audrey selalu bersedekah serta membayar zakat secara diam-diam, kepada orang fakir-miskin yang berhak menerimanya. 'Alhamdulillaah, tak menyangka bisa sampai di titik ini. Dulu, mau daftarkan Dianti kuliah aja nggak bisa. Andai anak itu nurut sama orang tua, pasti aku akan sekolahkan dia di perguruan tinggi, demi meraih apa yang menjadi cita-citanya. Bukan malah menikah dini

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 95. Tersingkirkan

    Audrey sedang istirahat sesudah melayani pembeli toko baju, yang memang ramai seperti biasa. Dia bersyukur bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan kedua orang tua. Sebagian lagi disisihkan untuk orang yang tidak mampu.Ponselnya berdering berulang kali. Dia penasaran, lalu segera dicek.[Kasihan sekali, ya, Bu. Ternyata kita dulu sudah salah sangka, bukan Bu Audrey yang durhaka, melainkan mertua dan kakak-kakak ipar beliau yang kejam.] Isi pesan di grup warga komplek.[Saya benar-benar nggak menyangka, masa iya ada mertua sejahat itu? Memisahkan anak gadis bernama Dianti dari Mamanya sendiri?][Astagfirullaah. Kakak-kakaknya juga kejamnya minta ampun.][Benar pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Alias sama aja! Andai kita orang kaya, mungkin bisa bela Bu Audrey, supaya mendapatkan Dianti kembali. Diajak pulang kampung, biar nggak ketularan kejam!]Tanpa sadar, Audrey menitikkan air mata membaca pesan-pesan di grup ibu-ibu tersebut. Antara sedih meratapi keadaan, tetapi juga se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status