Share

Bab 4. Perdamaian

last update Last Updated: 2022-09-19 20:31:52

"Aku sudah menikah dengan Audrey, Ma! Bukankah pernikahan itu akan terjadi, sekali saja seumur hidup?“ Mata Edwin melotot, tampak menakutkan sekali.

“Masih ada kemungkinan. Mama ingin kamu cerai sama dia! Anaknya sudah lahir, kan?“ bentak Zofia.

Edwin menggeleng, tak percaya dengan ucapan Zofia. “Tega Mama bilang seperti itu? Aku tidak akan menceraikan Audrey! Aku sangat mencintainya.“

“Percuma! Dia tak akan percaya lagi padamu. Lagi pula, siapa yang bisa mengira kalau ini akal-akalan Mama saja dengan Athena?“ Akhirnya Zofia mengaku.

“Aku yakin dia lebih percaya padaku,” sahut Edwin, lalu melangkah mundur. “Semua sudah aku rekam, Ma.“

CEO itu menunjukkan layar ponselnya. Zofia melotot, rencananya untuk menciptakan fitnah dalam rumah tangga Edwin mungkin akan gagal lagi.

**

Rumah sakit tampak sepi. Bau obat-obatan begitu menyengat. Langkah kaki Edwin sangat cepat, tujuannya hanya satu. Ruangan Audrey.

“Assalamualaikum!“ salamnya seraya memutar knop pintu, tetapi terkunci.

Edwin mengetuk pintu. “Audrey! Sayang?“

Lama tak ada sahutan.

“Ratmi! Ini aku, Edwin,” serunya lagi, tetap tak ada jawaban.

Edwin menelepon istrinya, tidak diangkat. Namun, ada pesan masuk di ponselnya.

“Maafkan aku, yang belum siap ketemu kamu, Mas. Hatiku terlanjur sakit, mengetahui kejadian semalam,” isi pesan dari Audrey.

“Tolong, bukakan pintu dahulu. Aku bisa jelaskan. Ini semua rekayasa dari Mama,” balas Edwin.

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Edwin segera berdiri. Tampak Ratmi yang sedang memberikan susu dalam dot pada putrinya.

“Silakan masuk, Tuan,” sapa Ratmi.

Edwin melangkah masuk, melihat Audrey yang tampak berantakan. Raut wajah kecewa, badan seperti tak terurus, makanan dari rumah sakit pun masih utuh.

“Mau apa kamu datang ke sini, Mas? Bukankah di hatimu hanya ada Athena? Kamu tahu, semalaman aku tak mau menyusui bayi kita karena terlanjur marah dan kecewa, sehingga Ratmi terpaksa membeli susu formula?“ kesal Audrey, tanpa menoleh ke arah Edwin.

“Kamu bisa dengar ini dulu, Sayang,” ujar Edwin, lalu menunjukkan rekaman suara tadi di ponselnya.

Mata Audrey terbelalak, lalu menangis. “Jadi, semua ini perbuatan Mamamu?“

“Maafkan aku. Kemarin sore, pulang dari sini, aku ke kafe langganan kita. Athena datang dan membawa minuman. Mungkin saja berisi obat tidur, sehingga jadi tak tahu apa-apa. Tadi pagi rasanya sangat pusing, tiba-tiba sudah di dalam kamar di rumah kita, dan langsung memergoki Mama,” jelas Edwin, dengan suara pelan.

Audrey menarik napas panjang, lalu mengembuskannya kembali. “Terus, saat kamu sibuk di kantor, hingga lebih penting dari aku? Istrimu!“

“Lihat rekaman CCTV ini dulu. Sinta pura-pura meminjam ponselku, mematikannya, dan memasukkannya ke laci. Hingga telepon ataupun pesan darimu, tak ada yang kuterima. Semua ini rencana mereka,” jelas Edwin, sambil memperlihatkan video perbuatan kakaknya pada Audrey.

Audrey tak bisa berkata apa-apa. Dia tak menyangka, mertua dan kakak iparnya sendiri bisa sekejam ini.

“Aku hanya mencintai kamu, Sayang,” bisik Edwin sambil merengkuh kepala Audrey ke pundaknya.

Beruntung, tadi pagi dikirimi rekaman CCTV oleh satpam, karena salah satu tugas penjaga keamanan adalah segala yang mencurigakan harus dilaporkan pada Edwin. Ternyata Sintia bekerja sama dengan Zofia.

Audrey menangis, sampai membasahi kemeja Edwin, menumpakan segala perasaan sedih yang melanda. Edwin mencium pucuk kepala istrinya yang tertutup hijab, untuk menenangkannya. Beberapa menit pun berlalu. Ratmi yang melihat semua itu, ikut tersenyum, melihat kedua majikan kini akur lagi.

**

“Anak kita mau diberi nama siapa?“ tanya Audrey di malam hari, saat Edwin kembali dari salat Isya' di masjid rumah sakit.

Edwin senang, Audrey mulai membuka pembicaraan dengannya. “Kamu sudah punya rencana?“

Audrey mengangguk. “Sudah. Nama depannya Dianti. Artinya anak perempuan yang istimewa.“

“Bagus sekali, Sayang. Nanti setelah pulang, kita pikirkan lagi, ya, nama belakangnya. Fokus sama pemulihanmu dulu,” ucap Edwin, lembut.

Audrey mengangguk.

“Biar kugendong bayinya,” kata Edwin.

“Ini, Mas.“ Audrey menyerahkan bayinya pada Edwin, tanpa khawatir jika akan mengompol karena sudah dipakaikan diapers, sehingga pakaian salat suaminya tetap suci.

Edwin menggendong putrinya dengan sangat hati-hati, sambil tersenyum bahagia atas nikmat Allah yang tak ternilai. “Istirahatlah, Audrey. Kamu pasti capek, kan?“

Audrey tersenyum, lalu menarik napas panjang. Dia segera berbaring, dan memejamkan mata. Perempuan itu sudah merasa tenang, setelah kemarin menangis semalaman. Tentu saja lebih percaya pada Edwin, daripada mertua dan kakak ipar yang tak pernah menerimanya sedari dulu.

Suasana kini sudah hening. Audrey terlelap di alam mimpinya, begitu pula putrinya yang tertidur di box bayi. Ratmi tidur di sofa pojok ruangan. Edwin duduk di kursi samping ranjang pasien, menatap dalam Audrey sambil mengelus kepalanya.

“Sayang, maafkan Mas, jika belum bisa menjadi imam yang baik buatmu. Aku janji, hal seperti ini tak akan terulang lagi. Aku akan berusaha menjadi orang tua yang baik untuk anak kita, Dianti. Tahu sendiri, kan, betapa sayangnya Mas padamu?“ kata Edwin, pelan.

Tentu saja Audrey tak bisa mendengarnya. Edwin mengecup punggung tangan istrinya yang kurus, berulang kali. Dia sangat mencintai Audrey.

Edwin teringat, dulu saat lajang, berkenalan dengan banyak wanita. Namun, ketika sudah saling dekat dan Edwin hendak melamar, mereka selalu menghindar, lalu menghilang tanpa kabar. Entah apa salahnya, hingga tak ada satu pun perempuan yang mau menikah dengannya.

Juna dan Zofia juga sempat mengenalkan beberapa perempuan padanya, tetapi tidak menarik hatinya. Hingga dia bertemu dengan Audrey, yang wajahnya cantik, berhati baik, dan kepribadiannya sederhana. Perempuan seperti Audrey adalah yang selama itu Edwin cari.

“Sayang, aku masih ingat, beratnya perjuangan kita berdua untuk bisa menikah. Maka, aku tak akan meninggalkanmu, meskipun ada fitnah yang diciptakan keluargaku. Maafkan Mama, Papa, dan kakak kita, yang belum bisa menerimamu sampai sekarang,” gumam Edwin lagi.

**

Dua hari kemudian, Audrey sudah diperbolehkan pulang. Dia kini berada di dalam mobil yang dikendarai Edwin, sementara putrinya digendong oleh Ratmi yang duduk di jok bagian tengah.

“Mas, aku nggak mau pulang ke rumah. Sementara kita tinggal di tempat Bapak dan Ibu, ya?“ pinta Audrey, dengan wajah memelas.

Edwin tersenyum manis ke arah istrinya. “Iya. Apa pun permintaan kamu, akan selalu kupenuhi, selama mampu. Semoga bisa menebus kesalahanku kemarin, ya.“

Audrey menarik napas panjang. “Udah, lah, Mas. Kita nggak usah bahas itu dulu. Fokus mengurus Dianti, sama pemulihanku. Hati yang sakit akan memperlambat kesembuhan seorang perempuan yang baru saja melahirkan, bukan?“

“Oh. I-iya. Maaf, Sayang. Aku lupa, kalau gejala baby blues bisa menyerangmu sewaktu-waktu. Jadi, aku akan menjaga perasaanmu, supaya tetap bahagia,” sahut Edwin, lalu fokus menyetir.

'Syukurlah, Nak. Kedua orang tuamu sudah baikan. Kamu pasti bahagia memiliki Papa dan Mama yang saling menyayangi,' batin Ratmi sambil memandangi putri majikannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 100. Letakkan di Tanganmu

    Di rumah sakit, Arumi sadar. Evan sudah membayar semua biaya perawatannya, serta meminta suster untuk menjaganya. Kini dia berbaring sendirian dalam ruangan serba putih.Arumi mengirimkan pesan pada Evan dan Sinta, bahwa dia tidak jadi mengungkit permasalahan tentang uang senilai tanah hak miliknya. Semua sudah dia ikhlaskan, karena tak mau rasa tamak menguasainya.Adik almarhum Juna takut, kalau itu akan mempengaruhi kesehatannya dan mendatangkan penyakit fisik, ataupun penyakit hati. Dia ingin sehat, hidup bahagia dan tak ada rasa benci, apalagi pada saudara sendiri. Zofia lega mendengarnya.Sejak sebulan lalu, sebenarnya perusahaan milik almarhum Juna mengalami penurunan omset. Gaya hidup Zofia dan keluarganya kini tak semewah dulu. Semua kebutuhan hidup yang bisa dipangkas, mereka kurangi sebisa mungkin. Mereka pun tak bisa menyombongkan harta lagi, seperti saat Juna masih hidup.Para tetangga seolah bahagia melihat mereka yang kini tak bisa menghina orang lain lagi, hanya karena

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 99. Kebenaran Terungkap

    Satu pekan kemudian, Arumi kembali datang. Kali ini, ada Evan, Natasha dan Sinta yang menemani Zofia, agar tidak khawatir ketika menghadapi adik almarhum Juna."Aku tahu, Mbak Zofia tidak memberikan uang yang aku minta, karena tanah yang seharusnya menjadi milikku itu, tidak Mbak jual, tetapi justru dibagi rata pada anak-anak, yakni Evan, Sinta dan Edwin. Iya, kan?" tanya Arumi, membuat semua yang mendengarnya pun kaget setengah mati."Halah! Itu cuma akal-akalan kamu saja karena ada dendam tertentu sama kami. Iya, kan? Jangan fitnah, dong!" kesal Zofia.Arumi menyunggingkan senyum miring. "Kenapa, Mbak? Takut? Aku sudah punya banyak buktinya. Mulai dari foto-foto, terus salinan kepemilikan surat tanah dan juga sebuah flashdisk berisi banyak video saat pembagian itu. Kenapa Mas Juna memberikan sesuatu yang bukan haknya?"Wanita berjilbab itu menaruhsebuah map bersampul hijau dan sebuah flashdisk ke atas meja.Zofia menggertakkan gigi, lalu membuka dokumen itu. Semua bukti itu asli, te

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 98. Perdamaian

    Audrey sedang duduk di ruang tamu, berhadapan dengan Dianti dan Dino. "Alhamdulillaah, kalian kini bisa sadar bahwa perbuatan kalian itu salah. Mama sudah memaafkan kalian berdua.""Makasih, Ma," sahut Dianti."Terima kasih, Mama. Maafkan Dino yang selama ini mengekang Dianti. Kami sungguh anak yang durhaka," timpal Dino, dengan wajah tertunduk dalam.Sang Mama mangut-mangut. "Sudah, nggak perlu disesali. Mulai sekarang, Dino harus berbakti pada orang tua. Dianti juga, jangan mengulangi perbuatan yang salah!" "Iya, Ma. InsyaaAllaah," jawab keduanya, bersamaan.Dianti beranjak dari kursi, lalu memeluk Audrey dengan erat. Mulai terdengar tangisan keduanya. Sementara itu, air mata mulai menggenang di kedua netra Dino karena merasa sangat menyesal. Dari ruang tengah, Fandi muncul bersama Lia yang membawa tiga gelas minuman."Alhamdulillaah, akhirnya kalian semua berdamai. Kakek harap, kalian akan terus seperti ini dan tak ada lagi sandiwara atau sejenisnya, hanya karena silau harta," na

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 97. Pertikaian Besar

    Pagi menjelang siang, cuaca cukup cerah. Galang mematut diri di depan cermin."Meskipun gue udah sedikit tua, tapi masih ganteng. Ya, siapa tahu, Audrey mau melabuhkan hatinya sama gue, meskipun kemarin sempat memuji-muji suaminya." Pria itu bergumam. Memang, dia belum menikah sampai sekarang. Dari sekian banyak perempuan yang pernah dekat dengannya, belum juga ada yang cocok dan klik di hati. Galang segera memacu mobilnya, setelah menyuruh satpam untuk menjaga rumah baik-baik.Sampai di depan rumah almarhum Edwin, semua sudah berkumpul. Kedatangan Galang berbarengan dengan Audrey, Fandi, dan Lia yang datang menggunakan taksi online. "Assalaamu'alaikum, Pak, Bu," sapa Galang.Fandi dan Lia menjawab salam. Mereka berbasa-basi sebentar. Sementara itu, Audrey mengembuskan napas kasar karena jenuh dan mulai merasa bahwa Galang sedang menarik simpatinya."Mari masuk, supaya bisa segera dimulai rapatnya," ajak Audrey, yang langsung disetujui oleh orang tuanya.Galang memandang punggung m

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 96. Tawaran Galang

    Hari terus berlalu. Audrey berusaha menghilangkan sakit hati karena tak diajak untuk menyaksikan pernikahan anaknya. Ya, meskipun dapat kiriman foto atau videonya, tetapi masih ada rasa sedih karena tak bisa memberikan restu secara langsung pada Dianti.Dia memilih untuk melanjutkan aktivitasnya berjualan baju di toko bersama Hana. Penghasilannya semakin meningkat begitu pesat, sampai bisa mendaftarkan haji plus, bertiga bersama Fandi dan Lia.Namun, hal itu tak diketahui oleh Zofia atau kakak-kakak iparnya. Para tetangga sekitar rumah almarhum Edwin pun tak ada yang mendengar tentang kabar tersebut. Selama ini, Audrey selalu bersedekah serta membayar zakat secara diam-diam, kepada orang fakir-miskin yang berhak menerimanya. 'Alhamdulillaah, tak menyangka bisa sampai di titik ini. Dulu, mau daftarkan Dianti kuliah aja nggak bisa. Andai anak itu nurut sama orang tua, pasti aku akan sekolahkan dia di perguruan tinggi, demi meraih apa yang menjadi cita-citanya. Bukan malah menikah dini

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 95. Tersingkirkan

    Audrey sedang istirahat sesudah melayani pembeli toko baju, yang memang ramai seperti biasa. Dia bersyukur bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan kedua orang tua. Sebagian lagi disisihkan untuk orang yang tidak mampu.Ponselnya berdering berulang kali. Dia penasaran, lalu segera dicek.[Kasihan sekali, ya, Bu. Ternyata kita dulu sudah salah sangka, bukan Bu Audrey yang durhaka, melainkan mertua dan kakak-kakak ipar beliau yang kejam.] Isi pesan di grup warga komplek.[Saya benar-benar nggak menyangka, masa iya ada mertua sejahat itu? Memisahkan anak gadis bernama Dianti dari Mamanya sendiri?][Astagfirullaah. Kakak-kakaknya juga kejamnya minta ampun.][Benar pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Alias sama aja! Andai kita orang kaya, mungkin bisa bela Bu Audrey, supaya mendapatkan Dianti kembali. Diajak pulang kampung, biar nggak ketularan kejam!]Tanpa sadar, Audrey menitikkan air mata membaca pesan-pesan di grup ibu-ibu tersebut. Antara sedih meratapi keadaan, tetapi juga se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status