Home / Rumah Tangga / Akibat Mertua Gila Harta / Bab 6. Anting dan Parfum Wanita

Share

Bab 6. Anting dan Parfum Wanita

last update Last Updated: 2022-09-20 13:20:48

Lia terbangun setelah beberapa saat. Dia dibaringkan di kursi ruang tamu oleh Fandi dan Audrey.

“Bu! Ibu sudah sadar?“ panggil Fandi, tak sabar melihat keadaan istrinya.

Audrey mengusap air matanya. Dia sedih sekaligus panik kalau sampai ibunya sakit, karena kejujurannya tadi.

“Iya, Pak. Aku ….“ Lia mengumpulkan kesadaran dalam beberapa menit, lalu ingat tentang kenyataan kalau Audrey telah dicampakkan oleh keluarga besannya.

“Ibu … maafkan aku, terpaksa jujur. Seharusnya, aku bisa menutupi keburukan keluarga suamiku, dan menghadapi masalah sendiri, tanpa melibatkan Ibu dan Bapak,” keluh Audrey, merasa bersalah.

Lia menggeleng cepat, sambil menangkupkan kedua tangannya di pipi sang putri. “Tidak, Nak. Kamu tidak salah. Ibu hanya syok, anak yang kami besarkan dan kami rawat dengan sangat baik … bisa-bisanya diperlakukan seperti ini! Ibu tidak terima, Nak!"

“Sudah, Bu. Sabar, sabar!“ pinta Fandi, yang sepertinya tak didengar oleh Lia.

“Pak, bagaimana Ibu bisa sabar? Mereka nggak pernah mengajak Audrey bicara tentang hal apa pun. Bagi keluarga itu, kehadiran Audrey itu ada, tetapi seperti tidak ada. Disisihkan, tidak diajak kalau mengadakan acara makan, dan lainnya. Kita harus bicara sama mereka!“ ujar Lia dengan suara lantang, sambil bangun dari berbaring.

Audrey menggeleng cepat. “Tidak perlu, Bu. Bagiku, yang penting Mas Edwin selalu menghargaiku sebagai istrinya. Itu sudah lebih dari cukup. Kalau Mama dan Papa, atau kakak-kakak ipar, sih, biarkan saja. Toh, beda rumah. Makanya, supaya mentalku tetap sehat, aku memilih untuk tinggal di sini. Cerita yang tadi, hanya supaya Bapak dan Ibu tidak terus bertanya, mengapa kedua mertuaku tak menjenguk ke sini sama sekali.“

Lia memeluk Audrey dengan erat. “Sabar, Nak. Di sini, kamu punya Bapak dan Ibu yang selalu mendukung dan menyayangimu. Jelas saja, Zofia dan Juna tidak datang ke sini. Peduli sama kamu aja enggak!"

“Sudah. Sudah, Bu. Audrey saja bisa sabar. Kita sebagai orang tua pun tak boleh bersikap anarkis. Yang penting, rumah tangganya dengan Edwin, baik-baik saja.“ Fandi memberi saran pada istrinya.

Audrey dan Ibunya saling melepaskan pelukan. Mereka pun tersenyum, karena diberikan keluarga bahagia meskipun kehidupannya sederhana.

**

Sore hari pun tiba. Pulang dari kantor, Edwin langsung melajukan mobil menuju rumah. Rasanya, dia tak sabar untuk bertemu Dianti. Jalanan yang cukup macet membuatnya jengah.

Waktu terus berlalu, Edwin sampai juga di rumah. Dia langsung melepas sepatunya, dan berganti alas kaki dengan sandal yang ada di teras. Tempat tinggal mertuanya memang sederhana, berdinding kayu dan beralaskan tanah.

“Assalaamu’alaikum,” salamnya sembari masuk.

Fandi dan Lia yang sedang menimang Dianti di ruang tamu, menjawab salamnya.

Raut wajah Edwin yang semula tampak kelelahan, kini berubah cerah. "Assalaamu’alaikum, Sayang. Anak Papa yang paling cantik.“

“Kamu mau gendong Dianti?“ tanya Lia.

“Boleh, Bu,” sahut Edwin, sambil menaruh tas kerjanya di samping kursi yang dia duduki.

Ratmi menyediakan tiga gelas teh hangat ke depan. “Silakan, Tuan, Pak, Bu.“

“Terima kasih, Rat. Jangan lupa, biasa sepatuku, ya!“ pinta Edwin pada Ratmi.

“Siap, Tuan. Hati-hati menggendong Non Dianti, ya!“ Ratmi mengingatkan.

Edwin mengembangkan senyum sambil mencium Dianti yang kini berpindah ke pangkuannya. "Tenang, Rat! Naluri kebapakan saya sudah muncul sejak Dianti berada di dalam rahim istri tercintaku.“

Ratmi hanya geleng-geleng sambil mengembangkan senyum melihat sikap kepedean majikannya. Dia segera mengambil sepatu yang ada di teras untuk dipindahkan ke rak yang ada di belakang rumah.

“Nak, boleh Bapak tanya sesuatu ke kamu?“ tanya Fandi, serius.

“Boleh, Pak. Silakan,” jawab Edwin, melihat raut wajah mertuanya yang berubah.

Fandi menarik napas berat, lalu mengembuskannya kembali. “Apa benar, anak kami tidak dianggap sama keluargamu?“

Senyum Edwin karena melihat putrinya pun hilang, berganti dengan raut muka serius. “Apa Audrey sudah cerita, Pak?“

“Iya. Sudah cerita semua. Jawab pertanyaan Bapak!“ perintah Fandi, tegas.

“Ya, begitulah, Pak. Saya sendiri juga heran mengapa Mama-Papa dan kakak-kakak saya mencampakkan Audrey, padahal dia itu baik, salehah, dan tidak pernah berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Namun, mereka tidak menganggap Audrey ada. Meskipun begitu, saya tetap mencintainya, dan akan mempertahankan rumah tangga ini, apa pun risikonya,” sahut Edwin, yakin.

Lia menimpali, “Sebenarnya dari awal Ibu sudah menduga hal ini akan terjadi. Anak yang aku sayang dan kami rawat dengan baik, dihinakan begitu saja oleh keluargamu! Betapa sakit hati Ibu, Nak Edwin! Sampai-sampai, tadi Ibu sempat pingsan mendengar semua cerita Audrey.“

“Ma-maafkan aku, Ibu. Semua ini di luar kendali saya. Saya sudah memohon-mohon pada Papa dan Mama, juga terus membujuk kakak supaya memperlakukan Audrey layaknya keluarga. Namun, mereka tetap acuh tak acuh,” jelas Edwin, dengan suara memelas.

Fandi mengembuskan napas panjang. “Ya sudah. Semoga ini semua cepat berlalu. Yang penting, kamu tetap di sisi Audrey, apa pun yang terjadi. Jangan tinggalkan dia di saat-saat terpuruk seperti ini!“

Edwin mengangguk mantap. “Baik, Pak. Insyaa Allaah, saya selalu siap mendampingi Audrey, juga Dianti. Makanya, saya menurut saja saat dia mengajak untuk menginap di sini, supaya hatinya lebih tenang.“

Tanpa mereka sadari, Audrey mengintip dari balik pintu ruang makan, sambil menitikkan air mata. Sebenarnya dia malu pada orang tuanya, karena terpaksa menceritakan permasalahan rumah tangganya, sekaligus sedih harus bernasib seperti ini. Perbedaan kasta yang begitu mencolok, membuat Audrey harus menelan pahitnya keadaan. Namun, dia juga bersyukur memiliki Edwin yang sangat mencintainya, apalagi sekarang ada Dianti.

**

Keesokan harinya, saat semua selesai melaksanakan Salat Subuh, Audrey mengecek pakaian kotor milik suaminya, untuk ditaruh di tempat cucian. Fandi dan Lia beranjak ke sawah, karena mereka memang seorang petani. Edwin mengasuh Dianti yang baru saja terbangun, lalu di bawa ke ruang tengah. Ratmi sedang menunaikan kewajiban dua rakaat di kamarnya.

“Kemejanya ganti yang lain, kalau jas masih bersih,” gumam Audrey seraya mengambil baju-baju itu dari gantungan belakang pintu.

Gerakan tangan Audrey terhenti saat indra penciumannya menangkap bau parfum wanita yang menyengat, dari jas Edwin di bagian punggung. Dia segera membaunya.

“Kayak nggak biasa. Baunya bukan seperti parfum Mas Edwin. Kayak parfumku yang dulu banget,” katanya, mengerutkan dahi.

Audrey melangkah ke belakang, menaruh semua baju kotor di tempat cucian, menyisakan jas hitam milik Edwin. Dia merentangkan benda itu, membolak-balik, dan menciumnya satu per satu bagian. Tak ada yang luput. Jantungnya mulai berdebar cepat. Tangannya mengecek semua kantong, dan menemukan sebuah anting.

“Anting? Anting siapa ini? Kenapa cuma sebelah?“ tanyanya sendiri, sambil mengamati anting berlian itu di telapak tangannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 100. Letakkan di Tanganmu

    Di rumah sakit, Arumi sadar. Evan sudah membayar semua biaya perawatannya, serta meminta suster untuk menjaganya. Kini dia berbaring sendirian dalam ruangan serba putih.Arumi mengirimkan pesan pada Evan dan Sinta, bahwa dia tidak jadi mengungkit permasalahan tentang uang senilai tanah hak miliknya. Semua sudah dia ikhlaskan, karena tak mau rasa tamak menguasainya.Adik almarhum Juna takut, kalau itu akan mempengaruhi kesehatannya dan mendatangkan penyakit fisik, ataupun penyakit hati. Dia ingin sehat, hidup bahagia dan tak ada rasa benci, apalagi pada saudara sendiri. Zofia lega mendengarnya.Sejak sebulan lalu, sebenarnya perusahaan milik almarhum Juna mengalami penurunan omset. Gaya hidup Zofia dan keluarganya kini tak semewah dulu. Semua kebutuhan hidup yang bisa dipangkas, mereka kurangi sebisa mungkin. Mereka pun tak bisa menyombongkan harta lagi, seperti saat Juna masih hidup.Para tetangga seolah bahagia melihat mereka yang kini tak bisa menghina orang lain lagi, hanya karena

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 99. Kebenaran Terungkap

    Satu pekan kemudian, Arumi kembali datang. Kali ini, ada Evan, Natasha dan Sinta yang menemani Zofia, agar tidak khawatir ketika menghadapi adik almarhum Juna."Aku tahu, Mbak Zofia tidak memberikan uang yang aku minta, karena tanah yang seharusnya menjadi milikku itu, tidak Mbak jual, tetapi justru dibagi rata pada anak-anak, yakni Evan, Sinta dan Edwin. Iya, kan?" tanya Arumi, membuat semua yang mendengarnya pun kaget setengah mati."Halah! Itu cuma akal-akalan kamu saja karena ada dendam tertentu sama kami. Iya, kan? Jangan fitnah, dong!" kesal Zofia.Arumi menyunggingkan senyum miring. "Kenapa, Mbak? Takut? Aku sudah punya banyak buktinya. Mulai dari foto-foto, terus salinan kepemilikan surat tanah dan juga sebuah flashdisk berisi banyak video saat pembagian itu. Kenapa Mas Juna memberikan sesuatu yang bukan haknya?"Wanita berjilbab itu menaruhsebuah map bersampul hijau dan sebuah flashdisk ke atas meja.Zofia menggertakkan gigi, lalu membuka dokumen itu. Semua bukti itu asli, te

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 98. Perdamaian

    Audrey sedang duduk di ruang tamu, berhadapan dengan Dianti dan Dino. "Alhamdulillaah, kalian kini bisa sadar bahwa perbuatan kalian itu salah. Mama sudah memaafkan kalian berdua.""Makasih, Ma," sahut Dianti."Terima kasih, Mama. Maafkan Dino yang selama ini mengekang Dianti. Kami sungguh anak yang durhaka," timpal Dino, dengan wajah tertunduk dalam.Sang Mama mangut-mangut. "Sudah, nggak perlu disesali. Mulai sekarang, Dino harus berbakti pada orang tua. Dianti juga, jangan mengulangi perbuatan yang salah!" "Iya, Ma. InsyaaAllaah," jawab keduanya, bersamaan.Dianti beranjak dari kursi, lalu memeluk Audrey dengan erat. Mulai terdengar tangisan keduanya. Sementara itu, air mata mulai menggenang di kedua netra Dino karena merasa sangat menyesal. Dari ruang tengah, Fandi muncul bersama Lia yang membawa tiga gelas minuman."Alhamdulillaah, akhirnya kalian semua berdamai. Kakek harap, kalian akan terus seperti ini dan tak ada lagi sandiwara atau sejenisnya, hanya karena silau harta," na

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 97. Pertikaian Besar

    Pagi menjelang siang, cuaca cukup cerah. Galang mematut diri di depan cermin."Meskipun gue udah sedikit tua, tapi masih ganteng. Ya, siapa tahu, Audrey mau melabuhkan hatinya sama gue, meskipun kemarin sempat memuji-muji suaminya." Pria itu bergumam. Memang, dia belum menikah sampai sekarang. Dari sekian banyak perempuan yang pernah dekat dengannya, belum juga ada yang cocok dan klik di hati. Galang segera memacu mobilnya, setelah menyuruh satpam untuk menjaga rumah baik-baik.Sampai di depan rumah almarhum Edwin, semua sudah berkumpul. Kedatangan Galang berbarengan dengan Audrey, Fandi, dan Lia yang datang menggunakan taksi online. "Assalaamu'alaikum, Pak, Bu," sapa Galang.Fandi dan Lia menjawab salam. Mereka berbasa-basi sebentar. Sementara itu, Audrey mengembuskan napas kasar karena jenuh dan mulai merasa bahwa Galang sedang menarik simpatinya."Mari masuk, supaya bisa segera dimulai rapatnya," ajak Audrey, yang langsung disetujui oleh orang tuanya.Galang memandang punggung m

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 96. Tawaran Galang

    Hari terus berlalu. Audrey berusaha menghilangkan sakit hati karena tak diajak untuk menyaksikan pernikahan anaknya. Ya, meskipun dapat kiriman foto atau videonya, tetapi masih ada rasa sedih karena tak bisa memberikan restu secara langsung pada Dianti.Dia memilih untuk melanjutkan aktivitasnya berjualan baju di toko bersama Hana. Penghasilannya semakin meningkat begitu pesat, sampai bisa mendaftarkan haji plus, bertiga bersama Fandi dan Lia.Namun, hal itu tak diketahui oleh Zofia atau kakak-kakak iparnya. Para tetangga sekitar rumah almarhum Edwin pun tak ada yang mendengar tentang kabar tersebut. Selama ini, Audrey selalu bersedekah serta membayar zakat secara diam-diam, kepada orang fakir-miskin yang berhak menerimanya. 'Alhamdulillaah, tak menyangka bisa sampai di titik ini. Dulu, mau daftarkan Dianti kuliah aja nggak bisa. Andai anak itu nurut sama orang tua, pasti aku akan sekolahkan dia di perguruan tinggi, demi meraih apa yang menjadi cita-citanya. Bukan malah menikah dini

  • Akibat Mertua Gila Harta   Bab 95. Tersingkirkan

    Audrey sedang istirahat sesudah melayani pembeli toko baju, yang memang ramai seperti biasa. Dia bersyukur bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan kedua orang tua. Sebagian lagi disisihkan untuk orang yang tidak mampu.Ponselnya berdering berulang kali. Dia penasaran, lalu segera dicek.[Kasihan sekali, ya, Bu. Ternyata kita dulu sudah salah sangka, bukan Bu Audrey yang durhaka, melainkan mertua dan kakak-kakak ipar beliau yang kejam.] Isi pesan di grup warga komplek.[Saya benar-benar nggak menyangka, masa iya ada mertua sejahat itu? Memisahkan anak gadis bernama Dianti dari Mamanya sendiri?][Astagfirullaah. Kakak-kakaknya juga kejamnya minta ampun.][Benar pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Alias sama aja! Andai kita orang kaya, mungkin bisa bela Bu Audrey, supaya mendapatkan Dianti kembali. Diajak pulang kampung, biar nggak ketularan kejam!]Tanpa sadar, Audrey menitikkan air mata membaca pesan-pesan di grup ibu-ibu tersebut. Antara sedih meratapi keadaan, tetapi juga se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status