Share

RANDI— SANG MANAJER

Ceisya merasakan kesakitan di bagian kepala. Dengan mata yang masih terpejam, pelan-pelan tangan meraba ke bagian kepala dan menemukan perban melingkari kepala.

Gadis itu pun panik dan segera membuka mata. Saat sudah siuman, Ceisya tidak merasakan lembabnya tepian sungai dan tidak juga terdengar arus.

Ruangan yang sekarang ditempati Ceisya berwarna putih dengan bau obat-obatan yang sangat menyengat hidung.

"Aku di mana?" Ceisya mengubah posisi dari terlentang menjadi duduk di tepi tempat tidur.

Tubuh Ceisya sangat sakit, terutama di bagian kaki. Mata pun menatap ke bawah. Benar saja, terdapat luka. Namun, luka itu tidak parah.

Ceisya pelan-pelan mengingat apa yang sudah terjadi menimpa mereka. Ia telah membuat seseorang celaka karenanya.

'Oh jadi seperti ini rumah sakit di penjara?' batin Ceisya karena ia berada di ruangan sendiri. Tidak ada satu pun pasien yang berada di ruangan ini kecuali Ceisya.

Gadis yang masih melamun dikejutkan dengan suara pintu yang terbuka. Di sana bukan menampilkan seorang dokter atau perawat, melainkan seorang laki-laki muda yang berpakaian begitu rapi menghampiri Ceisya.

'Apa itu pengacara aku? Lantas kalau iya, nanti aku akan membayar dengan apa? Aku sama sekali tidak punya uang.'

Ceisya bertanya dalam hati. Kedua mata terus menatap laki-laki itu yang terus berjalan ke arahnya.

"Kamu sudah sadar," ucap Randi menarik kursi yang digunakan untuk duduk. Suara kursi ditarik membuat bulu kuduk merinding.

"Siapa kamu sebenarnya?" Ceisya langsung memberikan pertanyaan kepada orang yang baru ditemuinya.

"Bukankah aku yang seharusnya bertanya siapa sebenarnya kamu?" 

Randi tidak mau kalah. Ia sangat penasaran dengan gadis yang menjadi korban kecelakaan bersama Kaivan.

Selama Randi mengenal Kaivan, laki-laki ini tidak pernah menceritakan siapa sosok yang baru ditemui Randi. Biasanya hanya kalangan artis, itu pun Randi pasti kenal. Jadwal Kaivan yang padat, membuat aktor yang sedang naik daun itu hampir tidak punya waktu untuk mengenal orang-orang.

Ceisya mencengkeram seprei yang sedang ia duduki. Lidah kelu menyebutkan nama sendiri. Sampai saat ini, Ceisya tidak tahu siapa laki-laki ini. Apakah orang suruhan ayah Ceisya atau malah bisa jadi suruhan Ibas.

"Apa hubungannya kamu dengan Kaivan?" seloroh Randi didera penasaran luar biasa. Pasalnya, orang di hadapan Randi sulit untuk diajak bicara.

'Jadi namanya Kaivan?' batin Ceisya.

"Aku sama sekali tidak mengenal orang itu," balas Ceisya sambil memalingkan pandangan ke arah jendela.

"Masa tidak kalian tidak kenal?" Randi terperanjat kaget. Laki-laki itu berdiri dan berjalan ke arah jendela.

Tatapan Ceisya dan Randi sempat bertemu, tetapi buru-buru gadis itu segera berpaling.

"Aku tidak kenal dengan orang yang menolongku."

Kedua alis Randi saling bertautan. "Kamu semobil dengan Kaivan?"

Ceisya menggeleng. "Tidak."

"Lantas di mana kalian bertemu?" 

Gadis itu diam. Rasanya berat mengatakan akan hal yang sudah terjadi. Inginnya mengubur rapat-rapat, pasalnya Ceisya telah gagal mengakhiri hidupnya.

"Kami tidak bertemu."

"Terus bagaimana bisa Kaivan tidak sadar di dekat kamu? Coba ceritakan lebih detail. Jangan terpotong-potong seperti itu." Ubun-ubun Randi mulai panas. Rasanya hampir meledak. Laki-laki ini sangat penasaran dengan kasus yang sudah terjadi.

Tiba-tiba Ceisya teringat satu hal. Ia sama sekali tidak tahu siapa laki-laki ini. "Untuk apa kamu tahu semua ini?" 

Tidak mungkin jika Ceisya telah salah orang untuk berbagi cerita yang telah terjadi.

"Aku Randi—manajer Kaivan." Dengan percaya diri Randi memperkenalkan dirinya sendiri. Bahkan tangan kanan terulur ke depan Ceisya.

Gadis itu berpaling dan mengabaikan uluran tangan Randi. Sejak Rayanka memutuskan secara sepihak, Ceisya lebih berhati-hati kepada laki-laki. Apalagi sekarang Ceisya sama sekali tidak mengenali orang di depannya.

Randi segera menarik tangan setelah tahu jika Ceisya malah melipat kedua tangan di depan dada.

"Terserah kalau kamu tidak mau menceritakan secara detail. Setelah kamu sadar siapa aku, pasti kamu sangat menyesal," tutur Randi secara tegas.

Kedua mata Ceisya menyipit dan menatap orang yang tengah sedikit mengancamnya.

Randi sengaja mengatakan seperti itu untuk sengaja memberikan pelajaran. Pasalnya orang yang hendak mendekati atau ada urusan dengan Kaivan harus melalui dirinya.

"Artis baru?" Tiba-tiba Randi melayangkan pertanyaan setelah keduanya terlibat suasana diam seribu bahasa.

Ceisya tidak paham apa yang dikatakan orang yang bernama Randi. Ia pun memberikan sikap yang sama yaitu membuang muka.

"Baiklah kalau seperti ini. Aku tidak mau membuang waktu untuk hal yang percuma." Randi tipe orang yang taat dengan waktu. Oleh sebab itu Kaivan mempercayakan semua jadwal kepada Randi.

Laki-laki itu berjalan tergesa-gesa menuju pintu. 

"Tunggu!" pekik Ceisya karena tiba-tiba memikirkan orang yang bernama Kaivan.

Randi menoleh ke belakang. "Apa?"

"Di mana orang itu?" Ceisya menatap bawah karena rasanya malu bertanya tentang kepada Randi. Pasalnya mereka berdua terlibat percakapan lumayan tegang.

"Dia masih di IGD. Belum sadar."

"Rumah sakit mana?" Ceisya masih menyangka jika dirinya berada di penjara.

"Rumah sakit inilah," tukas Randi sangat ketus.

"Ini rumah sakit di penjara atau umum?" Pertanyaan di luar nalar keluar dari mulut Ceisya.

"Sepertinya otak kamu tidak beres." Randi pun hendak kembali menuju pintu.

Sayangnya langsung dicegah oleh Ceisya karena menarik lengan Randi cepat.

Randi mendengus kesal karena ulah gadis misterius ini. "Apa lagi?"

"Dia ada di sini?" 

Randi membalas dengan deheman. 

"Bagaimana dengan kondisi dia?" Raut wajah Ceisya memancarkan kekhawatiran. 

"Sampai saat ini belum sadar. Luka di wajahnya parah. Tulang di kaki patah dan harus dioperasi."

Ceisya sangat terkejut. Tangannya digunakan untuk menutup mulut karena efek terkejut. "Kamu tidak bohong?"

"Untuk apa aku harus berbohong sama kamu? Tidak ada untungnya." Dari awal Randi memang tidak menyukai Ceisya. Sebenernya Randi tahu nama ini dari data perawat.

"Bisa antarkan aku ke sana?" pinta Ceisya untuk memastikan ucapan Randi.

"Ikut aku!" Randi berjalan di depan dan Ceisya berjalan sedikit tertatih. Luka di kaki terkena celana panjang yang dikenakan Ceisya. Terasa perih dan menyulitkan untuk berjalan.

Setelah melewati lorong panjang dan berjumpa dengan beberapa pengunjung rumah sakit, Ceisya memastikan kalau dirinya aman dan bebas. Gadis itu telah salah sangka kalau berada di penjara.

"Masuklah! Nanti kamu akan tahu betapa tidak beruntungnya Kaivan." Randi membukakan pintu untuk Ceisya. 

Laki-laki ini sengaja tidak masuk karena isi kepala yang sangat banyak. Ia tidak tahu apakah karier sebagai manajer akan berhenti di sini?

"Aksa Kaivan," lirih Ceisya membaca data nama pasien.

Rasanya Ceisya pernah mendengar nama itu, tetapi entah di mana?

Mata Ceisya tidak berkedip melihat orang yang paling menyedihkan berbaring sambil menutup mata. Luka yang ditutup perban ada di kepala dan tubuh Kaivan. Paling parah di bagian kaki yang mengharuskan digips.

Setetes air mata jatuh di pipi Ceisya. Kali ini ia percaya dengan ucapan Randi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status