Share

Bab 5. Diusir dari Rumah

Penulis: flam_boyan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-12 01:05:35

"Mas Arga bagaimana, sih, istri lgi hamil bukannya di manja tapi malah diselingkuhi?" sindir Ibu Nuri sembari menatapku tajam. 

Ibu Nuri ini memang salah satu ibu-ibu yang suka ceplas-ceplos di kampung istriku. Maka dari itu, aku selalu menghindar ketika lewat depan kumpulan ibu-ibu yang tengah merumpi.

"Hamil juga bukan anakku ini," celetukku pelan. Tapi sepertinya Nirmala mendengarku. Dia menatapku penuh dengan amarah dan juga tangannya mengepal kuat.

"Apa kamu bilang, Mas? Astagfirullah! Jadi selama ini kamu tidak peduli saat aku hamil karena mengira ini bukan anakmu, begitu?" tanya Nirmala padaku. Suara tercekat seperti orang menahan tangis.

"Memang nyatanya begitu. Cindi saja sering lihat kamu bersama dengan laki-laki," jawabku sewot. Jelas aku tak mau kalah dengannya. Tentu saja aku lebih mempercayai perkataan Cindi daripada Nirmala. 

"Allahu Akbar! Tega kamu, ya, Mas! Kalau memang begitu, mana buktinya?" Nirmala berkata setengah berteriak di depan wajahku. 

Ketika mata kami bertemu, aku buru-buru memalingkan pandangan. Nirmala kemudian berjalan ke arah Cindi yang ada di sampingku. Dan hal tak terduga dia lakukan pada Cindi.

"Fitnah apa yang kamu katakan pada suamiku, Hah?!" teriaknya sambil menjambak rambut Cindi.

"Aw sakit br*ngsek!" umpat Cindi. Tangannya menggenggam tangan Nirmala yang menjambaknya. Cindi berusaha melepaskan tangan Nirmala dari rambutnya.

Aku yang melihatnya langsung membantu Cindi. Dibantu juga oleh Pak RT dan ibu-ibu yang lain.

"Sudah, Mbak Nirmala, sabar! Lepaskan, ya!" ujar Ibu RT dengan lembut. 

"Tapi dia sudah memfitnahku, Bu. Selama ini aku sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Tetapi ternyata begini kelakuannya dibelakangku," isak Nirmala dengan tangan masih menjambak Cindi.

"Sabar, Mbak! Biar Allah yang membalas fitnahan yang menimpa Mbak Nirmala. Kalau Mbak Nirmala seperti ini, orang malah akan berpikir kalau Mbak Nirmala memang seperti itu." Ibu RT masih terus berusaha membuat Nirmala melepaskan tangan Nirmala.

Memang Nirmala ini perempuan yang tak tahu sopan santun dan tak tahu malu. Mungkin memang didikan orang tuanya dulu seperti itu. Salahku juga mau menikah dengan perempuan macam Nirmala ini. Huft!

***

Aku di sidang sampai malam. Dan keputusannya, warga kampung mengusir aku dan juga Cindi dari kampung ini. Tentu saja aku kesal. Nirmala sama sekali tak membelaku. Katanya aku suaminya. Tapi kenapa di saat aku diusir dia tak membelaku?

Diusir dari rumah Nirmala? Tentu saja tak masalah bagiku dan juga Cindi. Kami malah senang bisa bebas dari perempuan mata duitan itu.

Malamnya aku dan juga Cindi berkemas memasukkan pakaian ke dalam koper. Nirmala bahkan tak mau masuk ke dalam kamar sebelum kami keluar dari rumahnya.

"Ingat, Nirmala ... aku akan membalas perlakuanmu ini suatu saat nanti!" kataku sebelum pergi meninggalkan rumah Nirmala.

"Ingat itu, Mbak Nirmala Sayang!" tambah Cindi dengan melotot ke arah Nirmala.

Aku dan Cindi pergi menggunakan taksi online yang sudah dipesan sebelumnya. Di tengah perjalanan, aku menelepon Tante Ria agar bersedia menyediakan aku tempat tinggal sementara dengan Cindi. 

Tante Ria kenal dengan Cindi juga sebagai adikku. Bisa jadi masalah kalau tahu aku dan Cindi bukan adik kandung. Untung saja Tante Ria percaya dan bersedia memberikan kami tempat tinggal sementara di apartemennya yang tidak terpakai.

Aku memberikan alamat apartemen Tante Ria pada sopir taksi itu. Dan kami mulai berjalan ke sana. Aku dan Cindi kagum dengan apartemen milik Tante Ria yang begitu mewah. Kalau seperti ini, aku pun tak menyesal keluar dari rumah Nirmala. Biarkan saja aku gantung statusnya Nirmala itu. Janda bukan tapi juga tak ada suami. Ha ... ha ... ha ...

"Sementara kita begini, ya, Cin. Tapi kamu harus ingat, kalau di depan Tante Ria kamu itu adikku. Oke?" Aku mengingatkan Cindi agar tidak keceplosan saat bersama Tante Ria.

"Kalau sampai Tante Ria tahu, kita bisa kehilangan semua fasilitas ini," tambahku lagi.

"Beres!" jawab Cindi sambil mengacungkan jempolnya padaku.

Dan di sinilah kami tinggal sekarang. Tanpa perlu repot-repot lagi sembunyi-sembunyi, aku dan Cindi bebas melakukan apa saja. 

Sesekali Tante Ria datang dan mengajakku keluar. Aku pun dengan senang hati menurutinya. Tante Ria salah satu dari sekian banyak tante yang aku temani yang sangat royal padaku.

Bahkan sekarang aku diberikan mobil agar memudahkan mobilitasku ketika Tante Ria menelepon. Hatiku tentu saja sangat senang. Aku bisa bergaya mewah tanpa harus mengeluarkan uang.

Suatu hari, aku bertemu dengan Nirmala di jalan. Dia terlihat sedang menjajakkan makanan ringan. Perutnya semakin membuncit dan badannya juga semakin bertambah lebar. Tampilannya? Jangan ditanya, karena yang pasti dia itu bertambah kucel dan dekil.

Aku sengaja memacu mobilku dengan kecepatan yang agak kencang. Kebetulan di sisi kanan Nirmala berjalan, ada kubangan air yang akan kugunakan untuk mengerjai Nirmala.

"Yes, berhasil!" teriakku dari dalam mobil. Air kotor itu berhasil mengenai hampir seluruh tubuh Nirmala. 

Aku yakin semua dagangannya juga terkena percikan air. Biar tahu rasa Nirmala itu! Belum tahu dia sedang berurusan dengan siapa! Aku menghentikkan mobil sejenak dan membuka kaca spion. 

"Ups, maaf sengaja!" Aku meledek Nirmala dengan tertawa kecil.

Nirmala tampak cuek ketika aku ledek. Mungkin dia tak berani menatapku karena malu. Jelas, lah! Pasti semenjak aku pergi, hidupnya semakin susah.

Aku masih melihat Nirmala dari kaca spion ketika seorang laki-laki tampan menghampiri dan membantunya. Apa jangan-jangan itu yang sering dibilang Cindi, ya? Ah tapi itu sudah bukan urusanku lagi.

Aku segera pergi dari sana karena tak mau terkena masalah gara-gara Nirmala. Biarkan saja dia menanggung akibat dari perlakuannya padaku. Ini belum seberapa Nirmala. Aku akan lebih membuatmu menderita! Akan aku pastikan itu. 

"Cin ... Cindi!" Aku berteriak memanggil Cindi ketika sudah sampai di apartemen.

Tapi, berulang kali aku memanggil, Cindi tak sekalipun menjawab. Aku mencari Cindi ke kamar tetapi tidak ada. Bahkan seluruh apartemen sudah aku telusuri juga. Tapi keberadaan Cindi belum jelas. 

Karena lelah mencari, aku mencoba menghubungi ponselnya. Dipanggilan kesepuluh, Cindi baru mau mengangkat teleponnya.

"Kamu dimana, Cin?" tanyaku.

"Lagi pesta! Sebentar lagi aku pulang," jawab Cindi dengan sedikit berteriak. Aku juga mendengar musik dug*m saat Cindi bicara. Bahkan Cindi langsung mematikan teleponnya tanpa memberikan aku kesempatan untuk bicara.

Sembari menunggu Cindi pulang, aku memesan makanan lewat aplikasi online. Aku masih terus berpikir bagaimana cara untuk membuat hidup Nirmala lebih sengasara dari ini. 

Mungkin besok aku akan mulai mengintai gerak-gerik Nirmala agar aku tahu langkah yang akan aku ambil. Ya, benar ... itu yang harus aku lakukan.

Saat tengah asyik menyantap makanan yang aku pesan, ada orang yang membunyikan bel di luar. Tapi, saat aku keluar, aku tidak melihat siapapun di sana.

Ketika hendak menutup pintu, aku melihat secarik kertas yang jatuh tepat di depan pintu kamarku. Karena penasaran, aku memungut dan membuka kertas itu. 

Mataku membulat sempurna ketika membaca kalimat yang ada di secarik kertas itu. Kalimat apakah itu? Dan siapa pengirimnya? 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Bukan Budak (Iparku Ternyata Selingkuhan Suamiku)   Bab 146. Bahagia

    Fano mengutarakan niatnya mempersunting Ana lebih cepat. Dia merasa tidak baik menunda hal baik. Apalagi hampir setiap hari Fano dan Ana bertemu. "Apa mama dan Mas Zaki tidak keberatan? Mengingat kita belum lama kehilangan Mbak Nirmala," ungkap Fano yang masih memikirkan perasaan Zaki. "Alhamdulillah!" Mama Zoya dan Zaki secara bersamaan mengucap syukur. "Tentu saja tidak, Fan. Mas malah bahagia jika kamu sudah menemukan tambatan hati. Niat baik itu memang harus disegerakan. Menikahlah! Kapan rencana kalian?" balas Zaki. "Kalau memang semuanya setuju, rencananya akhir bulan di bulan depan, Ma, Mas. Iya, kan, An?" Ana menunduk karena tersipu malu. Kini dia dan Nirmala punya nasib yang sama. Tanpa orang tua, dia harus merencanakan pernikahannya sendiri bersama keluarga calon suaminya. Dulu, Ana memang kagum pada Zaki karena pandangan pertama. Tapi lambat-laun saat dia bekerja di rumah Mama Zoya, hatinya tertarik pada Fano. Gayung pun bersambut. Ternyata Fano juga men

  • Aku Bukan Budak (Iparku Ternyata Selingkuhan Suamiku)   Bab 145. Sadar

    Sudah empat bulan kepergian Nirmala. Dan selama itu pula Zaki masih belum bisa menerima kepergiannya. "Ki, kamu gak mau lihat anakmu? Dia sudah empat bulan dan kamu belum memberinya nama," ucap Mama Zoya suatu hari. Zaki menjadi sangat g*la bekerja. Tak jarang dia tidur di rumah sakit karena enggan untuk pulang ke rumah. Rumahnya terlalu menyimpan banyak kenangan bersama Nirmala. Selama empat bulan itu pula, Mama Zoya bekerjasama dengan Ana menjadi dan merawat bayi yang belum diberi nama itu. Mereka berdua sangat telaten dan satu sama lain saling membantu. Kehadiran bayi itu sedikit banyak mengobati rasa kehilangan Mama Zoya. Apalagi bayi itu semakin hari semakin mirip dengan Nirmala. "Ti, apa sebaiknya dipikirkan lagi soal menjual usaha Mbak Nirmala?" kata Ana. Ya, Ana memanggil Mama Zoya dengan sebutan uti untuk membahasakan anak Nirmala. Sekarang prioritas Mama Zoya adalah membesarkan anak Nirmala. Sehingga dirinya sudah jarang sekali ke tempat usaha Nirmala yang sebelumnya d

  • Aku Bukan Budak (Iparku Ternyata Selingkuhan Suamiku)   Bab 144. Hancur

    Situasi di dalam ruang ICU sangat tegang. Semua tenaga medis yang ada di dalam berusaha untuk memberikan pertolongan kepada istri dari pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja. Tak ada berada di luar ruangan, Zaki ikut masuk ke dalam ICU. Tak ada yang menghalangi Zaki kali ini. Dengan memegang tangan Nirmala, Zaki berkata, "Aku tunggu kamu pulang, Sayang. Anak kita sangat tampan dan dia sehat. Ayo pulang, Yang!" Setelah Zaki bicara seperti itu, mata Nirmala terbuka dan melotot. Tapi, setelah itu bunyi alat yang terpasang di tubuh Nirmala menjadi datar. Zaki terkejut dan melihat ke arah dokter dan perawat. Mereka semua menggelengkan kepala. Air mata Zaki sudah tak bisa dibendung lagi. "Gak! Gak mungkin! Bangun, Sayang! Ayo kamu bangun! Anak kita sudah menunggu, La. Kamu harus lihat wajah anak kita. Aku mohon, Sayang!"Suasana ICU menjadi haru. Nirmala menghembuskan nafas terakhir dengan didampingi oleh Zaki. Wajah Nirmala tampak cantik dan bibirnya tersenyum. Seolah-olah mengisya

  • Aku Bukan Budak (Iparku Ternyata Selingkuhan Suamiku)   Bab 143. Situasi di Rumah Sakit

    Air mata Zaki terus saja mengalir kala melihat sang istri terbaring dengan berbagai macam alat yang menempel di tubuh Nirmala. Saat ini Nirmala ada di ruang ICU. Pendarahan Nirmala memang sudah bisa diatasi. Tapi, kondisi Nirmala tak lantas membaik. Dia koma. Lengkap sudah kesedihan Zaki saat ini. Istri dan anaknya tengah berjuang di ruangan yang sangat ditakuti itu. "Ya Allah, tolong izinkan aku untuk bisa membahagiakan istriku! Tolong!" rintihnya dalam hati. "Ki ... jangan patah semangat dan terus berdoa, ya. Mama akan selalu mendoakan untuk kesembuhan Nirmala dan cucu mama. Mama ingin kita berkumpul lagi bersama-sama." Mama Zoya menguatkan. Zaki mengangguk walaupun ragu. "Mas, Fano bawa mama pulang dulu, ya. Nanti Fano akan kembali lagi ke sini. Mas Zaki mau nitip apa?"Hari memang sudah terlalu larut. Mama Zoya terlihat kelelahan dan memang seharusnya istirahat di rumah. Fano tak mau jika nantinya Mama Zoya ikut sakit. "Iya. Mama memang harus istirahat. Tolong bawakan saja p

  • Aku Bukan Budak (Iparku Ternyata Selingkuhan Suamiku)   Bab 142. Operasi Darurat

    "Mbak Nirmala!" pekik Fano. Dia melihat Nirmala merintih kesakitan dengan darah yang keluar dari kedua kakinya. Di sana ada Ana yang tengah menahan beban tubuh Nirmala yang berat. "Tolong, Mas!" kata Ana lirih. Fano dengan cepat dan hati-hati menggotong Nirmala. Dibelakangnya ada Ana yang sigap mengikuti. Tangannya masih gemetar karena menyaksikan langsung Nirmala yang kesakitan. "Ayo cepat, Ana!" seru Fano. "Astaghfirullah! Nirmala! Mbakmu kenapa, Fano?" tanya Mama Zoya saat mereka berpapasan di ruang tamu. "Gak tahu, Ma. Ayo kita cepat bawa ke rumah sakit, Ma!" jawab Fano panik. "Iya. Tapi tunggu dulu mama mau ambil tas Nirmala dulu. Dia udah siapkan tas ke rumah sakit," kata Mama Zoya. "Biar saya ambilkan, Bu. Dimana kamar Mbak Nirmala?" Ana menawarkan diri. Dia merasa bisa lebih cepat mengambil daripada Mama Zoya. Setelah diarahkan oleh Mama Zoya, Ana lari ke kamar Nirmala dan mengambil tas yang dimaksud. Lalu, dia dengan berlari juga kembali lagi ke depan. Nirmala dan

  • Aku Bukan Budak (Iparku Ternyata Selingkuhan Suamiku)   Bab 141. Hari Pertama

    Nirmala dan Zaki keluar secara bersama-sama. Di ruang tamu, ada seorang perempuan yang tengah menunggu kehadirannya. "Ana?" lirih Nirmala. Melihat Ana di rumahnya, tentu Zaki terkejut. Tapi, dia lebih terkejut lagi setelah mengetahui jika Nirmala mengenal Ana. "Kamu kenal dengan dia, Sayang?" tanya Zaki setengah berbisik. Nirmala mengangguk. Nirmala terlihat mempersilahkan Ana untuk duduk lagi. Dia bersama Zaki ikut duduk berhadapan dengannya. Nirmala sudah mendengar soal ayah Ana. Bahkan dia juga yang melunasi tagihan rumah sakit ayah Ana. Hanya saja memang Nirmala belum sempat mengucapkan belasungkawa secara langsung karena kondisinya tidak memungkinkan untuk bepergian. "Saya sudah mendengar soal ayahmu. Saya ikut berdukacita, Ana. Semoga ayahmu diterima di sisinya oleh Allah SWT. Aamiin. Kamu yang tabah, ya." Nirmala memulai pembicaraan. Ana mengangguk. Sebenarnya dia menahan air matanya dan itu rasanya tidak nyaman sama sekali. Walaupun sudah berlalu beberapa minggu, tetap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status