Selepas dari gudang gelap itu, Burhan membawa Arisha dan Ziko beserta santriwati yang ikut menyaksikan hal ini kerumah Henry. Malam itu Zinida yang tidur lebih awal harus terbangun dari tidurnya yang sudah hampir sampai kedalam alam mimpinya, ia memang tidur lebih awal karena badanya yang kurang sehat dan saat itu pula Henry sedang berada di luar kota untuk membeli peralatan pesantren yang sudah rusak dan melengkapi fasilitas yang belum tersedia.
"Ada apa ini ramai sekali?" tanya Zinida setelah membukakan pintu dan menjawab salam mereka. Setelah menceritakan kejadian yang dilihat Burhan pada kakak iparnya. Zinida langsung menatap anaknya dan Arisha langsung mengeleng secara spontan. Ia ingin membantah kesalah pahaman yang dilihat oleh Burhan namun, omnya ini tidak menginzinkanya berbicara dan ucapan Ziko yang selalu di sanggal oleh Burhan walau sudah berulang kali pria itu menjelaskan. Burhan hanya mempertahankan apa yang dilihatnya. Apalagi pria itu di bantu oleh adanya bukti sobekan di tubuh Arisha yang menandakan lelaki ini yang memaksa keponakanya untuk melakukan hal ini walau pun Arisha sudah menolaknya. Malam itu juga Henry langsung dihubungi dan meminta pria itu agar segera kembali kepondok untuk menikahkan putri satu satunya yang sudah melakukan hal tidak wajar. Begitu pula dengan orang tua Ziko di minta untuk hadir keacara pernikahaan mereka yang berlangsung secara singkat dan sederhana. "Ziko sinilah Nak gabung bersama kami!" ajak Ustad Henry yang kini duduk diruang tengah bersama Rusdi ditemani oleh secangkir kopi dan cemilan ringan yang dibuat oleh Zinida. Dengan malas Ziko menatap kearah mertua dan papanya yang tengah bersantai dan dengan terpaksa pula ia harus mendudukan bokony di sebelah Rusdi. "Ini Nak, Silahkan dimakan!" ujar Henry lagi seraya menyodorkan piring makan yang berisi gorengan hangat yang dapat menganjal perut sebelum sarapan. Ziko langsung menatap kearah papanya tapi, Rusdi malah asik mengunyah makananya dan tidak memperdulikan isyarat yang di berikanya."Sudah makan saja," ujar Rusdi yang kini menyeruput teh miliknya. Ia mengerti betul dengan sifat anaknya itu. Mana mungkin Ziko mau makan makanan desa seperti ini, tapi ia tidak perlu mengajari anaknya pasti Lendra sudah tau caranya menghargai orang lain. "Mama mana Pa?" tanya Ziko. "Mama kamu lagi sama mertua kamu tuh di belakang lagi masak," jawab Rusdi dengan santai dan Ziko hanya mengangguk. "Itu dimakan sudah ditawari mertua kamu juga," ujar Rusdi dan Ziko hanya melemparkan senyum tipisnya penuh pada Henry karena seumur hidupnya ia tidak pernah makan makanan seperti ini bahkan ini pertama kali baginya minat makanan seperti ini. "Kamu itu beruntung Ziko punya istri secantik Arisha, selain itu ia juga jago beribadah, patuh sama orang itu, sudah paket komplit seperti itu kamu masih dapetin mertua lagi yang sebaik Ustad Henry," Puji Rusdi agar anaknya itu bersyukur atas apa yang dimilikinya."Dulu Papa tuh mau dapetin hati mertua Papa susah banget bahkan disaat Papa dan mama kamu sudah menikah kakek kamu belum juga merestui hubungan kami, bahkan sering kali beliau meminta kami untuk bercerai karena katanya Papa mu ini tidak pantas dengan mama kamu sampai pada saat mama kamu ngandung kamu, mau tidak mau kakek nenek kamu harus menerima Papa mu ini, itu juga terpaksa karena Papa sudah menanamkan benih di dalam janin mama kamu!" ucap Rusdi yang diakhiri dengan tawa renyahnya. "Kamu ini Rusdi bisa saja, putri saya juga beruntung dapat suami seperti anak kamu," balas Henry yang membalas pujian besanya yang terdengar tulus. "Oh iya Nak, Abi mau bertanya nanti setelah pernikahaan ini kalian mau tinggal dimana?, mau dipesantren, dirumah Abi atau kamu akan membawa Arisha ketempat kamu?" tanya Henry terdengar sangat lembut. "Tinggal? Aku dan anak kamu, ehh Om maksudnya Tinggal serumah gitu?" tanya Ziko penuh ketakutan dan berusaha untuk menyamakan nada bicara dengan mertuanya. "Ya iyalah kaliankan sudah menikah jadi, kemana kamu harus membawa istri kamu," ujar Rusdi. "Arisha boleh kok Om tinggal disini dan saya tetap kejakarta ibaratnya kita tuh ldr saja dan saya juga akan tetap mengirimkan uang bulanan untuk anak Om sebagaimana tugas seorang suami!" Jawaban Ziko itu berhasil membuat Rusdi menatap anaknya dengan tajam. Berani sekali anaknya ini berkata demikian pada mertuanya, sebagai orang yang sudah mengetahui betul watak Henry, Rusdi takut besanya ini merasa tersinggung dengan ucapan putranya yang tidak beretika, apalagi Henry sangat benci ketika segala sesuatu dikaitakan dengan uang. "Panggil saja saya Abi jangan Om karena saya ini sudah menjadi mertua kamu. Abi senang jika kamu memiliki pemikiran untuk menafkahi anak Abi tapi, perlu kamu ketahui di dalam pernikahaan itu tidak hanya sebatas nafkah tapi, kamu juga yang harus mengantikan posisi Abi dalam menjaga Arisha, semua kewajiban Abi pada putri Abi di gantikan oleh mu baik dari segi apa pun itu termasuk membentuk keimanan dan kepribadian Arisha yang lebih baik lagi bahkan dosa Arisha segera kamu ikut menanggungnya jadi, baik buruknya Arisha sekarang ada di kamu. Kamu sekarang harus bisa menempatkan posisi kamu sebagai seorang suami dan kamu juga harus dapat membimbing anak Abi!" nasehat Henry tegas. Rusdi terdiam, ia tidak menyalahkan Henry berkata seperti itu karena ia juga memiliki anak perempuan jadi, wajar saja jika Henry menginginkan anaknya mendapatkan perlakuan yang baik dari putranya. Kini ia hanya menatap Ziko berharap agar ia memberikan respon yang baik atas ucapan mertuanya."Seperti yang Om bilang ehh Abi maksud saya. Salah satu tugas suami adalah memberi nafkah kepada istrinya dan saya bekerja di Jakarta jadi, saya juga tidak bisa untuk tetap berada ditempat ini karena saat ini saya sudah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan istri saya." "Kalau begitu saya izinkan kamu membawa anak saya kejakarta. Satu pesan saya jaga dan sayangi dia karena dia adalah gadis yang sangat manja dan suka diperhatikan dan jangan sesekali kamu buat di menangis." ucap Henry yang mengetahui arah pembicaraan menantunya. "Tapi saya kurang setuju dengan pemikiran kamu Henry," sanggal Rusdi yang kini menjadi pusat perhatian Ziko dan Henry. "Anak saya adalah seorang pemuda yang fakir dalam ilmu agama bahkan ilmu yang dimilikinya tidak sebanding dengan ilmu yang dimiliki oleh putri mu jadi, sangat tidak mungkin jika Ziko dapat mengarahkan Arisha seratus persen seperti yang kamu harapkan. Menurut saya lebih baik beberapa minggu kedepan ini Ziko dan Arisha tetap tinggal bersama kamu agar Ziko juga dapat memperdalam agamanya sebelum ia benar benar membawa putri kamu jauh dari kamu." "Ziko juga ada pekerjaan dikantor Pa, Ziko ngk bisa lebih lama lagi disini," bantah pria itu. "Biar pekerjaan kamu Papa yang urus untuk beberapa minggu ini nanti, setelah kamu mendapat tambahan ilmu, baru kamu kembali kejakarta dan Papa bakal serahin kembali hak perusahaan kekamu. Papa hanya tidak ingin kamu menelantarkan anak orang." "Bagaimana nak Ziko kalau Abi sangat setuju jika kalian masih berada disini jadi, Abi dapat memantau perkembangan rumah tangga kalian agar tidak salah jalan," "Nanti Ziko pikirin lagi ya Bi!" balas Ziko tersenyum paksa.Ketiganya memasuki sebuah mall besar yang berada di kota ini. Ziko berjalan lebih dulu sedangkan Kiara dan Veora jalan bersampingan dengan sesekali tawa yang terciptanya. Keduanya sudah terlihat kompak walau baru saling mengenal. Veora mengajak Kiara ke beberapa tempat yang di sukainya karena Ziko sudah mengizinkanya untuk memesan barang apa pun yang di perlukanya sedangkan Kiara hanya menurut saja. Veora memilih beberapa pakaian yang menurutnya bagusnya. Kiara hanya melihat barang barang yang di pajang tampa niat sedikit pun untuk mengambilnya. Menurutnya harga di tempat ini tidak realistis terlalu mahal dan mengambil banyak keuntungan. Ia hanya melihat harga harga yang tertera di atasnya. Matanya mengarah pada sebuah pakaianya yang tertulis diskon 75%. Bukanya tertarik pada promo itu justru wanita itu masih membatin. "Diskon 75% tapi harganya masih tiga juta lima ratus terus kalau harga normal gimana?" rutuknya. "Arisha ini bagus tidak?" tanya Veora menghampiri Kiara yang masih be
Veora yang sebelumnya tidak pernah bertatap muka dengan Ziko kini harus seruangan dengan bosnya. Veora duduk berhadapan dengan Ziko dan Kiara yang duduk disebelah lelaki itu. Veora melihat jelas Ziko menatap tulus kearah Kiara. Kiara pun terlihat salting walau tampa bicara. Ada rasa gugup dan masih tidak percaya dalam diri Veora. Selama ini ia hanya dapat melihat Ziko melalui fotonya disosial media dan beberapa figuran yang memperlihatkan wajah lelaki itu dibeberapa ruangan tertentu.Wajah aslinya lebih tampan dari pada yang biasa dilihatnya. Penampilanya cool yang memperlihatkan lelaki ini memiliki sifat keras dan tak acuh. Kulitnya yang sawo matang semakin menunjukan sisi unggulnya yang terlihat lebih manis. Andai ia tidak mendengar kalimat pengakuan Ziko yang sudah memiliki istri mungkin saja ia sudah jatuh hati pada pria tampan ini sejak pertama kali bertemu."Mas!" panggil Kiara memecahkan keheningan diantara mereka. Veora segera tersadar dari lamunanya dan mengalihkan pandangany
"Tolong ya Mbak izinkan saya lewat. Saya hanya ingin mencari suami saya!" Pelayan itu kembali tertawa terbahak bahak. "Lucu ya kamu!" ketusnya dengan tatapan sinisnya dan menginjakan hilsnya dibagian kaki Kiara yang hanya mengunakan pancus yang dibalut oleh kaus kaki. Kiara hanya dapat mengigit bibir bawahnya. Ia ingin sekali mendorong wanita ini dan menjedutkan kepalanya dengan tembok agar bagian terkerasnya hancur dan tidak punya otak sekalian pikirnya. Viora yang baru saja selesai melayani pengunjung yang berada tak jauh dari mereka merasa iba pada Kiara karena ia pernah berada diposisi gadis itu saat pertama kali melamar kerja ia juga di perlakukan sama dengan Kiara dan pelaku yang sama. Viora dapat bekerja ditempat ini juga termasuk karena adanya orang dalam yang membantunya. Dengan mengumpulkan segala keberanianya Viora kembali menghampiri Kiara dan menarik pergelangan tangan Kiara menjauh dari atasan culasnya. Dengan mudah atasan culasnya menarik rambut Viora yang tidak meng
Di dalam mobil hanya ada keheningan diantara mereka. Ziko tidak membuka pembicaraan begitu pun Kiara yang tidak memiliki inisiatif untuk mencari topik. Ziko fokus pada setir mobilnya sedangkan Kiara menatap arah luar dari jendela mobil. Begitu banyak bayangan yang melintas di pikiranya. Ziko membawa mobilnya dengan kecepatan sedang hingga banyak mobil yang lalu lallang melewari mereka."Bagaimana keadaan adik adik ku sekarang. Apakah mereka nurut dengan Arisha?" lamunannya kini mengarah pada asalnya. Tetapi hal itu terjadi hanya dalam hitungan menit tiba tiba saja bayangan serta senyuman ustad Daffa terlintas di benaknya. Sesekali ia juga masih memikirkan ucapan Ziko yang menampakan pria itu masih memandam perasaan yang mendalam pada mantanya. "Sal tolong ambilin minum!" Kiara tidak menoleh sedikit pun. Ziko sedikit melirik kearah Kiara yang sejak tadi hanya terdiam. Ia tidak ingin menganggu wanita itu dan segera mengambil minumnya sendiri dengan mengunakan sebelah tanganya. Meneman
Raut wajah Sera menampakan kebinggungan harus menjawab apa dan hal itu sudah dapat dibaca oleh Ziko. Ziko kembali menatap layar komputernya sembari menunggu jawaban dari sekretarisnya. Selang beberapa menit, ia melihat jam dipergelangan tanganya. "Sera, saya akan menyetujui proposal kamu jika kamu sudah dapat menjawab pertanyaan saya!" ujar Ziko memasang jasnya kembali. "Tapi clien kita meminta proposal harus dikirim nanti paling lambat jam 04.00 sore!" "Jam 04.00 masih lama. Jika kamu karyawan yang jujur kamu dapat menjawab pertanyaan saya dengan mudah dan saya lebih baik kehilangan proyek ini tapi tau kinerja karyawan saya dan saya ingatkan kembali Sera, kamu sudah lama bekerja di perusahaan saya dan kamu taukan konsekuensi apa yang akan saya berikan pada seseorang yang sudah melakukan korupsi!" Sera hanya mengangguk. Ziko menemukan banyaknya kejanggalan di perusahaanya setelah beberapa hari ditinggalkanya. Mulai dari tata letak benda hingga proposal dan laporan yang tidak dapa
Pukul 05.03 Ziko sudah selesai dengan ritual mandinya dan kini ia sudah memakai pakaian kerjanya lengkap dengan jasnya. Di tatapnya Arisha yang masih tertidur pulas. Ia mengerti bahwa gadis itu tengah kelelahan, ia meninggalkan Kiara tampa menganggunya. Ia sengaja untuk tidak mengunci kamar agar Arisha bebas melakukan kegiatan di dalam rumah.Pukul 07.35 Kiara baru terbangun. Ia membuka matanya perlahan, di lihatnya udara yang masih sangat gelap dengan mata samar samarnya, ia kembali menidurkan tubuhnya. Pukul 09.48 Kiara kembali terbangun, ia masih melihat ruangan ini sangat gelap tapi, ia merasa malam terlalu lama, ia terpaksa membuka matanya. Penglihatanya tidak salah. Hari masih begitu gelap. Mengapa dikota waktu malam terasa begitu panjang?" lirihnya. Kiara mulai menormalkan dirinya, menangkap cahaya seadanya yang masuk kedalam matanya. Kakinya mulai digerakanya diarahkanya kejendela kamar. Mata Kiara terbuka sempurna ketika melihat kearah luar yang sudah begitu terang. Ada apa