Share

2. Keputusan tinggal

Selepas dari gudang gelap itu, Burhan membawa Arisha dan Ziko beserta santriwati yang ikut menyaksikan hal ini kerumah Henry.  Malam itu Zinida yang tidur lebih awal harus terbangun dari tidurnya yang sudah hampir sampai kedalam alam mimpinya, ia memang tidur lebih awal karena badanya yang kurang sehat dan saat itu pula Henry sedang berada di luar kota untuk membeli peralatan pesantren yang sudah rusak dan melengkapi fasilitas yang belum tersedia.

"Ada apa ini ramai sekali?" tanya Zinida setelah membukakan pintu dan menjawab salam mereka.

Setelah menceritakan kejadian yang dilihat Burhan pada kakak iparnya. Zinida langsung menatap anaknya dan Arisha langsung mengeleng secara spontan. Ia ingin membantah kesalah pahaman yang dilihat oleh Burhan namun, omnya ini tidak menginzinkanya berbicara dan ucapan Ziko yang selalu di sanggal oleh Burhan walau sudah berulang kali pria itu menjelaskan. Burhan hanya mempertahankan apa yang dilihatnya. Apalagi pria itu di bantu oleh adanya bukti sobekan di tubuh Arisha yang menandakan lelaki ini yang memaksa keponakanya untuk melakukan hal ini walau pun Arisha sudah menolaknya.

Malam itu juga Henry langsung dihubungi dan meminta pria itu agar segera kembali kepondok untuk menikahkan putri satu satunya yang sudah melakukan hal tidak wajar. Begitu pula dengan orang tua Ziko di minta untuk hadir keacara pernikahaan mereka yang berlangsung secara singkat dan sederhana.

"Ziko sinilah Nak gabung bersama kami!" ajak Ustad Henry yang kini duduk diruang tengah bersama Rusdi ditemani oleh secangkir kopi dan cemilan ringan yang dibuat oleh Zinida. Dengan malas Ziko menatap kearah mertua dan papanya yang tengah bersantai dan dengan terpaksa pula ia harus mendudukan bokony di sebelah Rusdi.

"Ini Nak, Silahkan dimakan!" ujar Henry lagi seraya menyodorkan piring makan yang berisi gorengan hangat yang dapat menganjal perut sebelum sarapan. Ziko langsung menatap kearah papanya tapi, Rusdi malah asik mengunyah makananya dan tidak memperdulikan isyarat yang di berikanya.

"Sudah makan saja," ujar Rusdi yang kini menyeruput teh miliknya. Ia mengerti betul dengan sifat anaknya itu. Mana mungkin Ziko mau makan makanan desa seperti ini, tapi ia tidak perlu mengajari anaknya pasti Lendra sudah tau caranya menghargai orang lain.

"Mama mana Pa?" tanya Ziko.

"Mama kamu lagi sama mertua kamu tuh di belakang lagi masak," jawab Rusdi dengan santai dan Ziko hanya mengangguk.

"Itu dimakan sudah ditawari mertua kamu juga," ujar Rusdi dan Ziko hanya melemparkan senyum tipisnya penuh pada Henry karena seumur hidupnya ia tidak pernah makan makanan seperti ini bahkan ini pertama kali baginya minat makanan seperti ini.

"Kamu itu beruntung Ziko punya istri secantik Arisha, selain itu ia juga jago beribadah, patuh sama orang itu, sudah paket komplit seperti itu kamu masih dapetin mertua lagi yang sebaik Ustad Henry," Puji Rusdi agar anaknya itu bersyukur atas apa yang dimilikinya.

"Dulu Papa tuh mau dapetin hati mertua Papa susah banget bahkan disaat Papa dan mama kamu sudah menikah kakek kamu belum juga merestui hubungan kami, bahkan sering kali beliau meminta kami untuk bercerai karena katanya Papa mu ini tidak pantas dengan mama kamu sampai pada saat mama kamu ngandung kamu, mau tidak mau kakek nenek kamu harus menerima Papa mu ini, itu juga terpaksa karena Papa sudah menanamkan benih di dalam janin mama kamu!" ucap Rusdi yang diakhiri dengan tawa renyahnya.

"Kamu ini Rusdi bisa saja, putri saya juga beruntung dapat suami seperti anak kamu," balas Henry yang membalas pujian besanya yang terdengar tulus.

"Oh iya Nak, Abi mau bertanya nanti setelah pernikahaan ini kalian mau tinggal dimana?, mau dipesantren, dirumah Abi atau kamu akan membawa Arisha ketempat kamu?" tanya Henry terdengar sangat lembut.

"Tinggal? Aku dan anak kamu, ehh Om maksudnya Tinggal serumah gitu?" tanya Ziko penuh ketakutan dan berusaha untuk menyamakan nada bicara dengan mertuanya.

"Ya iyalah kaliankan sudah menikah jadi, kemana kamu harus membawa istri kamu," ujar Rusdi.

"Arisha boleh kok Om tinggal disini dan saya tetap kejakarta ibaratnya kita tuh ldr saja dan saya juga akan tetap mengirimkan uang bulanan untuk anak Om sebagaimana tugas seorang suami!"

Jawaban Ziko itu berhasil membuat Rusdi menatap anaknya dengan tajam. Berani sekali anaknya ini berkata demikian pada mertuanya, sebagai orang yang sudah mengetahui betul watak Henry, Rusdi takut besanya ini merasa tersinggung dengan ucapan putranya yang tidak beretika, apalagi Henry sangat benci ketika segala sesuatu dikaitakan dengan uang.

"Panggil saja saya Abi jangan Om karena saya ini sudah menjadi mertua kamu. Abi senang jika kamu memiliki pemikiran untuk menafkahi anak Abi tapi, perlu kamu ketahui di dalam pernikahaan itu tidak hanya sebatas nafkah tapi, kamu juga yang harus mengantikan posisi Abi dalam menjaga Arisha, semua kewajiban Abi pada putri Abi di gantikan oleh mu baik dari segi apa pun itu termasuk membentuk keimanan dan kepribadian Arisha yang lebih baik lagi bahkan dosa Arisha segera kamu ikut menanggungnya jadi, baik buruknya Arisha sekarang ada di kamu. Kamu sekarang harus bisa menempatkan posisi kamu sebagai seorang suami dan kamu juga harus dapat membimbing anak Abi!" nasehat Henry tegas.

Rusdi terdiam, ia tidak menyalahkan Henry berkata seperti itu karena ia juga memiliki anak perempuan jadi, wajar saja jika Henry menginginkan anaknya mendapatkan perlakuan yang baik dari putranya. Kini ia hanya menatap Ziko berharap agar ia memberikan respon yang baik atas ucapan mertuanya.

"Seperti yang Om bilang ehh Abi maksud saya. Salah satu tugas suami adalah memberi nafkah kepada istrinya dan saya bekerja di Jakarta jadi, saya juga tidak bisa untuk tetap berada ditempat ini karena saat ini saya sudah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan istri saya."

"Kalau begitu saya izinkan kamu membawa anak saya kejakarta. Satu pesan saya jaga dan sayangi dia karena dia adalah gadis yang sangat manja dan suka diperhatikan dan jangan sesekali kamu buat di menangis." ucap Henry yang mengetahui arah pembicaraan menantunya.

"Tapi saya kurang setuju dengan pemikiran kamu Henry," sanggal Rusdi yang kini menjadi pusat perhatian Ziko dan Henry.

"Anak saya adalah seorang pemuda yang fakir dalam ilmu agama bahkan ilmu yang dimilikinya tidak sebanding dengan ilmu yang dimiliki oleh putri mu jadi, sangat tidak mungkin jika Ziko dapat mengarahkan Arisha seratus persen seperti yang kamu harapkan. Menurut saya lebih baik beberapa minggu kedepan ini Ziko dan Arisha tetap tinggal bersama kamu agar Ziko juga dapat memperdalam agamanya sebelum ia benar benar membawa putri kamu jauh dari kamu."

"Ziko juga ada pekerjaan dikantor Pa, Ziko ngk bisa lebih lama lagi disini," bantah pria itu.

"Biar pekerjaan kamu Papa yang urus untuk beberapa minggu ini nanti, setelah kamu mendapat tambahan ilmu, baru kamu kembali kejakarta dan Papa bakal serahin kembali hak perusahaan kekamu. Papa hanya tidak ingin kamu menelantarkan anak orang."

"Bagaimana nak Ziko kalau Abi sangat setuju jika kalian masih berada disini jadi, Abi dapat memantau perkembangan rumah tangga kalian agar tidak salah jalan,"

"Nanti Ziko pikirin lagi ya Bi!" balas Ziko tersenyum paksa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status