Share

3. Cemohaan

"Bi makananya sudah selesai, yok Pak kita makan dahulu, Nak Ziko mari makanan!" ajak Zinida yang kini menghampiri ketiganya.

"Yok Rus kita makan dulu, mari Nak Ziko!" ajak Henry yang langsung bangkit dari duduknya dan berjalan di belakang istrinya.

Dimeja makan, Ziko melihat Liora yang sedang menata piring dan ia juga melihat kearah seluruh makanan yang tersedia diatas meja. Tidak ada satu makanan pun yang dapat memikat selera makanya. Hanya ada tumis kangkung, tempe goreng dan juga tahu goreng dan yang sedikit spesial hanya ayam goreng tampa rempah yang tidak memikatnya sedikit pun.

"Ziko makanya nanti saja Ma!" ujar Ziko yang hendak meninggalkan meja makan namun, tanganya langsung di cengkal oleh Liora dan mengelengkan kepalanya pada putranya itu agar bersikap baik di rumah orang, walau ia tidak menyukai lauk yang sudah di hidangkan oleh tuan rumah setidaknya ia menghargai dengan memakannya sedikit saja.

Dengan malas Ziko duduk disebelah Liora yang sedang menyendok nasi ke piring dan sibuk memainkan ponselnya dan kesalnya lagi ternyata di tempat ini tidak ada koneksi internet dan ia harus meletakan benda yang dipegangnya diatas meja karena Rusdi menatapnya tajam walau dari tempat yang sedikit memiliki jarak.

Sedangkan Zinida hanya mengelengkan kepala melihat perilaku menantunya. Dosa apa yang sudah di perbuat anaknya hingga mendapat suami seperti ini, pikirnya.

"Ini buat kamu Ziko!" ujar Liora memberikan nasi putih yang berisikan tempe dan tahu goreng di piring anaknya. Ia memang sengaja tidak memasukan ayam dipiring Ziko karena ia tau kalau anaknya itu memiliki alergi pada ayam.

"Aku tidak ingin terlalu lama di rumah ini dan akan ku pastikan jika pernikahaan ku dengan putri mereka hanya berlangsung dalam waktu maksimal enam bulan karena aku juga tidak berbuat apa apa pada Arisha lalu, apa yang harus ku pertanggung jawabkan dan aku juga akan membuat mertua ku tidak menyukai ku." gumam Ziko membulatkan nasi yang berada didepanya dengan gengaman tanganya.

"Umi, Arisha belum bangun ya?" tanya Henry yang mulai menyadari ketidak hadiran putrinya di meja makan. Zinida langsung menyapukan pandanganya dan benar saja tidak ada putrinya di tempat.

"Risha kamu kenapa nangis Nak?" tanya Zinida yang kini sudah berada di dalam kamar putrinya dan langsung masuk tanpa mengetuk pintunya terlebih dulu karena pintunya tidak dikunci oleh Arisha dan ia melihat putrinya yang tampak sedang melamun.

"Arisha ngkpp kok Umi!" bohong Arisha spontan menghapus air mata yang membasahi wajahnya.

"Kamu tidak bisa bohong dari Umi dari kamu kecil kamu Umi yang merawat dan mengasuh kamu, bahkan kamu sembilan bulan berada dalam perut Umi jadi, kamu tidak bisa berbohong sama Umi," ujar Zinida yang kini duduk di sebelah Arisha.

"Risha hanya masih tidak menyangka Umi sekarang Arisha sudah menjadi istri orang saja padahal rasanya baru saja kemarin Umi nyiapin Risha makan dan sekarang Risha harus siapin makanan buat suami Risha, Umi, sepertinya Risha belum siap Umi!" aduh Arisha yang langsung menyenderkan kepalanya dibahu Zinida.

"Kamu tidak bisa berkata belum siap ini semua takdir, tidak ada yang tidak mungkin. Ziko memang sudah ditakdirkan untuk mu, jodoh akan datang pada waktunya walau pun kamu belum siap, belajarlah menerima kenyaataan Sayang!" ujar Zinida menyemangati anaknya.

"Tapi sungguh Umi, Ziko tidak menyentuh Risha sedikit pun Umi. Baju yang Risha pakai robek karena ..." belum selesai Arisha berbicara Zinida sudah menutup mulut anaknya dengan ujung jari telunjuknya.

"Umi percaya sama kamu dan Umi yakin kok kamu masih suci, Om Burhan hanya salah paham sama kalian jadi, tidak mungkin anak Umi tergoda, Umi percaya kamu Sayang."

"Makasih ya Umi saat ini cuma Umi yang percaya sama Risha bahkan Abi saja tidak mempercayai Risha hingga tega menikah Risha secara paksa seperti ini tanpa menanyakan yang sebenarnya pada anaknya," ujar Arisha yang kemudian langsung memeluk Zinida.

"Tapi kamu juga harus ingat posisi kamu sekarang, kamu sudah menjadi seorang istri maka kamu juga harus melayani suami kamu dengan baik seperti hari ini kamu sudah gagal, suami kamu sudah berada di depan dan kamu masih berada dikamar bahkan semuanya sekarang sudah berkumpul dimeja makan tapi, kamu masih disini. Bagaimana tanggapan mertua kamu nanti. Restu mertua juga penting Nak, walau pun pernikahaan kalian berlangsung secara mendadak." nasehat Zinida sembari mengelus kepala Arisha yang dibalut oleh hijab berwarna dusti.

"Iya Umi, Risha akan coba terima kenyataan dan bersikap layaknya seorang istri," balas Arisha.

Selesai dengan acara sarapan. Arisha membawa Ziko untuk berkeliling disekitaran dipesantren atas perintah Henry yang menyuruhnya untuk memperkenalkan lingkungan sekitar pesantren pada Ziko agar pria itu tidak tersesat ketika melakukan sesuatu.

Ziko benar benar menikmati udara pagi ini, udaranya terasa sangat segar. Banyak tumbuhan yang tumbuh dengan subur ditempat ini. Banyak kupu kupu berterbangan disekitarnya namun, hal yang kurang menyenangkan keduanya mendatang tatapan tajam dari beberapa santri dan santriwati.

"Mereka memang seperti itu menatap kamu?" tanya Ziko tampa dosa dan itu langsung mendapat tatapan tajam dari Arisha.

"Ngk nyangka ya ustadzah Arisha yang terlihat cantik dan baik, ternyata taunya sifat aslinya seperti itu," bisik seorang santriwati pada temanya yang lain saat Arisha dan Ziko melewatinya. Mendengar ucapan anak anak didiknya, Arisha sudah tidak perlu untuk menjawab pertanyaan suaminya dan Ziko juga sudah mengerti.

"Davina kenapa sampah masih berserakan bukanya ini jadwal kamu yang membuang sampah?" tanya Arisha pada seorang gadis yang memiliki usianya lebih muda darinya itu.

"Maaf ya Ustadzah, saya kelupaan," balas Davina dengan ketidak sopanannya.

"Pantas saja Ustadzah seperti itu ternyata cowoknya ganteng," bisik salah satu teman Davina yang masih dapat didengar oleh Ziko dan Arisha.

"Naila!" tegur Arisha pada gadis kecil yang tengah mengosip tentang dirinya itu dan wanita itu langsung berlari menjauh darinya.

"Naila jika kamu pergi seperti itu maka, saya pastikan nilai kamu dibawa kkm karena kamu tidak memiliki sopan santun dan etika karena sesuatu yang lebih berharga itu adalah adab seseorang bukan dinilai dari kapasitas otaknya!" ujar Arisha sedikit berteriak agar Naila mendengar suaranya dan menghentikan langkahnya.

"Iya Ustadzah," ujar Naila yang kini berdiri dihadapan Arisha dengan tertunduk takut. Ia tidak menyangka dengan volume suaranya yang sudah sangat kecil tapi, masih terdengar oleh gurunya ini.

"Kamu tau hukumnya apa menilai seorang seperti itu?, Kamu tau arti hadis dari HR. Bukhari berikut:

   ﻻﻳﺮﻤﻲ ﺮﺠﻞ ﺮﺠﻼ ﺒﺎﺍﻠﻔﺴﻖ ﺍﻭﺍﻠﻜﻔﺮﺍﻻ ﺍﻠﺘﺪﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻦ ﻠﻢ ﻴﻜﻦ ﺼﺎﺤﺒﻪ ﻜﺬﺍﻠﻚ ﴿ﺭﻮﺍﻩﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯ"                     

      

  "Tau Ustadzah!"  

  "Bisa kamu artikan?"

  "Artinya, Tidak sepatutnya kita sebagai manusia menuduh seseorang telah fasik (tidak mentaati perintah Allah dan telah dianggap berdosa besar), dan mengatakan seseorang telah keluar dari Islam (kafir), melainkan tudingan atas kata fasik dan kafir akan terpulang kepada si penuding apabila tudingan itu tidak sesuai dengan apa yang ia sangkakan kepadanya." jawab Naila yang masih tertunduk takut apalagi Arisha yang menatapnya dengan tajam seakan ingin memakan muridnya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status