"Bi makananya sudah selesai, yok Pak kita makan dahulu, Nak Ziko mari makanan!" ajak Zinida yang kini menghampiri ketiganya.
"Yok Rus kita makan dulu, mari Nak Ziko!" ajak Henry yang langsung bangkit dari duduknya dan berjalan di belakang istrinya. Dimeja makan, Ziko melihat Liora yang sedang menata piring dan ia juga melihat kearah seluruh makanan yang tersedia diatas meja. Tidak ada satu makanan pun yang dapat memikat selera makanya. Hanya ada tumis kangkung, tempe goreng dan juga tahu goreng dan yang sedikit spesial hanya ayam goreng tampa rempah yang tidak memikatnya sedikit pun. "Ziko makanya nanti saja Ma!" ujar Ziko yang hendak meninggalkan meja makan namun, tanganya langsung di cengkal oleh Liora dan mengelengkan kepalanya pada putranya itu agar bersikap baik di rumah orang, walau ia tidak menyukai lauk yang sudah di hidangkan oleh tuan rumah setidaknya ia menghargai dengan memakannya sedikit saja. Dengan malas Ziko duduk disebelah Liora yang sedang menyendok nasi ke piring dan sibuk memainkan ponselnya dan kesalnya lagi ternyata di tempat ini tidak ada koneksi internet dan ia harus meletakan benda yang dipegangnya diatas meja karena Rusdi menatapnya tajam walau dari tempat yang sedikit memiliki jarak. Sedangkan Zinida hanya mengelengkan kepala melihat perilaku menantunya. Dosa apa yang sudah di perbuat anaknya hingga mendapat suami seperti ini, pikirnya. "Ini buat kamu Ziko!" ujar Liora memberikan nasi putih yang berisikan tempe dan tahu goreng di piring anaknya. Ia memang sengaja tidak memasukan ayam dipiring Ziko karena ia tau kalau anaknya itu memiliki alergi pada ayam. "Aku tidak ingin terlalu lama di rumah ini dan akan ku pastikan jika pernikahaan ku dengan putri mereka hanya berlangsung dalam waktu maksimal enam bulan karena aku juga tidak berbuat apa apa pada Arisha lalu, apa yang harus ku pertanggung jawabkan dan aku juga akan membuat mertua ku tidak menyukai ku." gumam Ziko membulatkan nasi yang berada didepanya dengan gengaman tanganya. "Umi, Arisha belum bangun ya?" tanya Henry yang mulai menyadari ketidak hadiran putrinya di meja makan. Zinida langsung menyapukan pandanganya dan benar saja tidak ada putrinya di tempat. "Risha kamu kenapa nangis Nak?" tanya Zinida yang kini sudah berada di dalam kamar putrinya dan langsung masuk tanpa mengetuk pintunya terlebih dulu karena pintunya tidak dikunci oleh Arisha dan ia melihat putrinya yang tampak sedang melamun. "Arisha ngkpp kok Umi!" bohong Arisha spontan menghapus air mata yang membasahi wajahnya. "Kamu tidak bisa bohong dari Umi dari kamu kecil kamu Umi yang merawat dan mengasuh kamu, bahkan kamu sembilan bulan berada dalam perut Umi jadi, kamu tidak bisa berbohong sama Umi," ujar Zinida yang kini duduk di sebelah Arisha. "Risha hanya masih tidak menyangka Umi sekarang Arisha sudah menjadi istri orang saja padahal rasanya baru saja kemarin Umi nyiapin Risha makan dan sekarang Risha harus siapin makanan buat suami Risha, Umi, sepertinya Risha belum siap Umi!" aduh Arisha yang langsung menyenderkan kepalanya dibahu Zinida. "Kamu tidak bisa berkata belum siap ini semua takdir, tidak ada yang tidak mungkin. Ziko memang sudah ditakdirkan untuk mu, jodoh akan datang pada waktunya walau pun kamu belum siap, belajarlah menerima kenyaataan Sayang!" ujar Zinida menyemangati anaknya."Tapi sungguh Umi, Ziko tidak menyentuh Risha sedikit pun Umi. Baju yang Risha pakai robek karena ..." belum selesai Arisha berbicara Zinida sudah menutup mulut anaknya dengan ujung jari telunjuknya. "Umi percaya sama kamu dan Umi yakin kok kamu masih suci, Om Burhan hanya salah paham sama kalian jadi, tidak mungkin anak Umi tergoda, Umi percaya kamu Sayang." "Makasih ya Umi saat ini cuma Umi yang percaya sama Risha bahkan Abi saja tidak mempercayai Risha hingga tega menikah Risha secara paksa seperti ini tanpa menanyakan yang sebenarnya pada anaknya," ujar Arisha yang kemudian langsung memeluk Zinida. "Tapi kamu juga harus ingat posisi kamu sekarang, kamu sudah menjadi seorang istri maka kamu juga harus melayani suami kamu dengan baik seperti hari ini kamu sudah gagal, suami kamu sudah berada di depan dan kamu masih berada dikamar bahkan semuanya sekarang sudah berkumpul dimeja makan tapi, kamu masih disini. Bagaimana tanggapan mertua kamu nanti. Restu mertua juga penting Nak, walau pun pernikahaan kalian berlangsung secara mendadak." nasehat Zinida sembari mengelus kepala Arisha yang dibalut oleh hijab berwarna dusti. "Iya Umi, Risha akan coba terima kenyataan dan bersikap layaknya seorang istri," balas Arisha. Selesai dengan acara sarapan. Arisha membawa Ziko untuk berkeliling disekitaran dipesantren atas perintah Henry yang menyuruhnya untuk memperkenalkan lingkungan sekitar pesantren pada Ziko agar pria itu tidak tersesat ketika melakukan sesuatu. Ziko benar benar menikmati udara pagi ini, udaranya terasa sangat segar. Banyak tumbuhan yang tumbuh dengan subur ditempat ini. Banyak kupu kupu berterbangan disekitarnya namun, hal yang kurang menyenangkan keduanya mendatang tatapan tajam dari beberapa santri dan santriwati. "Mereka memang seperti itu menatap kamu?" tanya Ziko tampa dosa dan itu langsung mendapat tatapan tajam dari Arisha. "Ngk nyangka ya ustadzah Arisha yang terlihat cantik dan baik, ternyata taunya sifat aslinya seperti itu," bisik seorang santriwati pada temanya yang lain saat Arisha dan Ziko melewatinya. Mendengar ucapan anak anak didiknya, Arisha sudah tidak perlu untuk menjawab pertanyaan suaminya dan Ziko juga sudah mengerti. "Davina kenapa sampah masih berserakan bukanya ini jadwal kamu yang membuang sampah?" tanya Arisha pada seorang gadis yang memiliki usianya lebih muda darinya itu. "Maaf ya Ustadzah, saya kelupaan," balas Davina dengan ketidak sopanannya. "Pantas saja Ustadzah seperti itu ternyata cowoknya ganteng," bisik salah satu teman Davina yang masih dapat didengar oleh Ziko dan Arisha. "Naila!" tegur Arisha pada gadis kecil yang tengah mengosip tentang dirinya itu dan wanita itu langsung berlari menjauh darinya. "Naila jika kamu pergi seperti itu maka, saya pastikan nilai kamu dibawa kkm karena kamu tidak memiliki sopan santun dan etika karena sesuatu yang lebih berharga itu adalah adab seseorang bukan dinilai dari kapasitas otaknya!" ujar Arisha sedikit berteriak agar Naila mendengar suaranya dan menghentikan langkahnya. "Iya Ustadzah," ujar Naila yang kini berdiri dihadapan Arisha dengan tertunduk takut. Ia tidak menyangka dengan volume suaranya yang sudah sangat kecil tapi, masih terdengar oleh gurunya ini. "Kamu tau hukumnya apa menilai seorang seperti itu?, Kamu tau arti hadis dari HR. Bukhari berikut: ﻻﻳﺮﻤﻲ ﺮﺠﻞ ﺮﺠﻼ ﺒﺎﺍﻠﻔﺴﻖ ﺍﻭﺍﻠﻜﻔﺮﺍﻻ ﺍﻠﺘﺪﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻦ ﻠﻢ ﻴﻜﻦ ﺼﺎﺤﺒﻪ ﻜﺬﺍﻠﻚ ﴿ﺭﻮﺍﻩﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯ" "Tau Ustadzah!" "Bisa kamu artikan?" "Artinya, Tidak sepatutnya kita sebagai manusia menuduh seseorang telah fasik (tidak mentaati perintah Allah dan telah dianggap berdosa besar), dan mengatakan seseorang telah keluar dari Islam (kafir), melainkan tudingan atas kata fasik dan kafir akan terpulang kepada si penuding apabila tudingan itu tidak sesuai dengan apa yang ia sangkakan kepadanya." jawab Naila yang masih tertunduk takut apalagi Arisha yang menatapnya dengan tajam seakan ingin memakan muridnya itu."Jadi, kamu sebagai pengajar dipesantren ini?" tanya Ziko setelah Naila meninggalkan mereka berdua. Arisha terdiam, bibirnya tiba tiba saja merekah dari kejauhan ia sudah dapat minat Daffa yang sedang berbaur bersama beberapa santri laki laki. Arisha dengan sigap segera melangkahkan kakinya menghampiri lelaki itu. "Ibu Arisha ada apa?" tanya Daffa yang merasa heran di datangi secara tiba tiba apalagi Ziko yang mengikutinya dari belakang. Jika seorang wanita menemui lelaki yang bukan muhramnya bersama suaminya berarti ada sesuatu penting yang di sampaikannya. "Pak Daffa ada jam mengajar?" tanya Arisha tersimpu malu. Ziko hanya dapat memandang kelakuan istrinya ini, mungkin saja ada yang diberitahu Arisha pada ustad yang sudah berada dihadapan mereka, ia tidak boleh menaruh curiga pada istrinya. "Jam mengajar saya sudah selesai Bu, Saya hanya sedang memperhati santri santri saja," jawab Daffa tertunduk. Daffa adalah ustad paling muda dan memiliki ketampanan yang lebih dari peng
Zinida mengurungkan niatnya untuk bergabung dan ia memutuskan untuk menemui Arisha di kamarnya dan menanyakan kondisi putri kesayangan. "Umi!" isak Arisha yang langsung merentangkan kedua tanganya dan siap memeluk wanita yang masih berada di daun pintu. "Kamu kenapa Sayang?" tanya Zinida yang langsung memeluk gadis itu dengan penuh kasih sayang setidaknya dapat meredakan tangisan putri kecilnya yang di paksa dewasa seperti ini. "Arisha belum siap menikah Umi, mental Arisha masih sangat lemah!" aduh Arisha. Zinida semakin yakin kalau menantunya itu sudah berbuat yang tidak baik pada anaknya hingga Arisha terisak seperti ini. Entah apa pun yang sudah di lalukannya tidak akan mendapat dukungan darinya jika melukai hati seorang anak yang terlahir dari rahimnya. "Kamu kenapa Risha? Wajar dalam pernikahan iya terjadi permasalahan apalagi pernikahana kalian baru hitungan jam. Kalian belum saling mengenal makanya, jika saat ini masih sering terjadi kesalah pahaman itu hal wajar. Ka
Pagi berlalu, siang pun menghilang. Ziko dan Arisha kini berada di dalam kamar. Arisha baru saja selesai dengan kegiatan membaca al-qur'an sedangkan Ziko hanya memainkan ponselnya. Sebelum sholat Arisha sudah mengajak suaminya untuk melaksanakan solat bersamaan tapi Ziko menolaknya dengan alasan manusia apakah umumnya yaitu malas. Arisha hanya menatap suaminya dengan malas. Mimpi apa ia harus memiliki suami seperti Ziko yang ibadah saja tidak mau. Bagaimana akan membimbing jika ia sendiri tidak bisa membina dirinya sendiri. Di bukanya mukenanya dari kepalanya dan di gantungkanya mukena itu di raknya. Di bukanya sedikit gorden jendela kamarnya karena udara di dalam terasa sangat panas. Dari balik jendela Arisha melihat ustad Daffa yang sedang melakukan perbincangan dengan beberapa santri. Selain wajahnya yang tampan ia juga memiliki kedekatan yang dengan siswanya. Ziko meletakan ponsel yang di pegangnya, ia menyadari jika istrinya sedang memperhatikan seseorang dari kejauhan. Deng
"Mumpung ini hari sabtu Ris, ajak gih sekalian suami kamu senam bareng santri lagi sekalian pendekatan sama mereka, biar yang masak Umi sama mama kamu saja!" ucap Zinida dan hanya di iyakan oleh Arisha. Arisha menarik nafasnya malas memandang suaminya yang tertidur sangat berantakan. Mertuanya memintanya untuk membimbing suaminya tentang agama sedangkan ia saja baru belajar agama, lalu bagaimana caranya ia mengajarkannya pada Ziko, untungnya saja beberapa bulan belakangan ini ia pernah belajar agama setidaknya ia sedikit mengerti tentang solat dan kewajibanya menutup aurat. Di goyangkannya tubuh Ziko dengan pelan dan tepuknya wajah suaminya dengan lembut. Ia sangat takut untuk membangunkan Ziko dengan cara keras walau ia sudah mendapat izin dari mertuanya ia tetap saja ia merasa tidak enak pada suaminya. "Mas!" Ziko malah menarik tangan Arisha dan membawanya kedalam pelukanya. Sontak Arisha kaget mendapat perlakuan seperti ini. Ia yang sebelumnya tidak pernah di peluk lelaki sepe
Di depan rumah Arisha tampak gelisah, ia masih memikirkan kata kata yang leuar dari mulutnya. Ia harus lebih dapat mengontrol setiap kata yang keluar jika, tidak ingin menyamaranya di ketahui orang lain termasuk Ziko. Dari tempatnya Arisha sudah dapat melihat suaminya yang hendak menghampirinya, di pasangnya wajah tenangnya agar Ziko tidak menaruh curiga padanya. "Dimana senamnya?" tanya Ziko tanpa menoleh dan menghentikan langkahnya pada istrinya justru, ia malah melalui Arisha begitu saja. Seakan akan ia tidak melihat kehadiran gadis itu. "Mari Mas, saya tunjukan!" ajak Arisha. Keduanya kini sudah berada di lapangan pesantren. Mereka menghampiri tempat kaum santri dan di sana juga sudah terdapat ustad Daffa yang siap menjadi pemimpin senam. Tampa aba aba Arisha segera menghampiri lelaki itu setelah membenarkan jilbabnya yang sedikit miring. Ziko hanya dapat menarik nafasnya dan mengikuti langkah istrinya. "Pak ustad sudah siap?" tanya Arisha dengan nada terlembut yang di puny
"Arisha!" wanita yang menyandang nama Arisha itu segera membalikan tubuhnya dan menatap seorang wanita yang baru saja menghampirinya. Ia menarik nafasnya panjang dan menghembuskanya perlahan ternyata wanita ini belum berubah. Ia duduk dengan gaya premanya di atas meja yang terdapat tumpukan sayur segar berwarna hijau. Wanita itu terlihat melepas hijab di kepalanya. "Gimana pernikahaan mu?" tanya Arisha. "Iya gitu gue capek. Gitu amat sih suami lho!" ujar wanita itu seraya mencomot timun yang terletak tak jauh darinya dan memakanya dengan lahap. "Besok senin kamu harus puasa kalau tidak abi akan curiga!" ucap Arisha. "Ris, suami lho itu ganteng lho walau pun nyebelin, lho kenapa sih malah kabur dari perjodohan ini. Terlepas dari sifat suami lho yang nyebelin, dia tuh ganteng, tajir lagi, apa sih yang kurang dari dia sampe lho ngk mau nikah sama dia. Kayaknya di juga lagi jomblo nikah sama lho terus kenapa lho kabur kaburan gini. Kalau ginikan gue juga yang repot. Mertua lho juga
Selepas keluar dari pasar Kiara yang menyamar sebagai Arisha di keluarga Henry kini harus kembali kepesantren untuk menemuinya keluarga Arisha agar tak seorang pun yang mengetahui rahasia yang sedang mereka sembunyikan. Melihat perjalananya yang masih jauh dengan pesantren, Kiara masih mengunakan gaya berjalan preman sembari mengunyah lalapan di mulutnya. Sungguh tidak mencerminkan ajaran seorang ustad dan kakinya yang menendang kerikil kerikil kecil yang menghalangi jalanya. Brughhhhh Tak sengaja kaki Kiara menendang botol minuman air mineral hingga terjun jauh dari tempatnya dan sialmya botol itu mengenai kepala seorang lelaki botak dengan penampilan acak acakan dengan kaos hitam pudar dan celana jeans yang robek dari bagian lutut hingga kemata kaki yang dari segi penampilanya dapat Kiara duga bahwa lelaki itu adalah seorang preman. Bukan orang yang lari dari tanggung jawab Kiara segera menghampiri orang itu untuk meminta maaf dan ternyata benar saja, ketika jarak mereka sudah san
Kini hanya ada kecanggungan diantara keduanya. Timun berhasil dimasukan Kiara kembali kedalam keranjangnya. Setelah kejadian tadi, Kiara membelakangi tubuhnya dengan Ziko, jujur ia sangat takut untuk mentap wajah suaminya. Ziko hanha tetap ditempatnya. Istrinya terlalu lebay, pikirnya, tapi yasudahlah, mungkin karena dia besar dari lingkungan pesantren dan sangat jarang berhadapan dengan lawan jenisnya hingga seperti ini. "Kenapa kamu memanjat pagar seperti itu?" tanya Ziko memecahkan keheningan diantara mereka dengan nada bucara yang sangat datar. Kiara menperhatikan sekitarnya, masih tidak ada orang, hanya mereka berdua yang berada di tempat ini. Syukurlah tidak ada yang mengetahui perbuataannya kecuali orang ini. "Saya habis belanja dari pasar dan saya ingin masuk tapi gerbang tertutup makanya, saja memanjat gerbang, saya juga tidak ingin menunggu terlalu lama!" jujur Kiara. Ziko hanya memutar bola matanya malas mendengar jawaban Kiara. "Kamu tidak sholat, Mas?" tanya Kiara. Mat