"Apa ini Mas?" tanya Arisha menatap sebuah map berwarna coklat yang di lempar Ziko kearah tempat tidurnya saat ia sedang merapikan kasurnya. Ia menatap lembar demi lembar dalam berkas itu, adanya kejangkalan yang dilihatnya.
"Kamu tanda tangani saja!" pinta Ziko yang kini melemparkan pena kearah wanita itu. Arisha semakin dibuat binggung oleh maksud pria ini. "Kawin kontrak? Pernikahaan kita hanya sampai enam bulan saja? Tidak, aku tidak mau Mas," ujar Arisha yang langsung melempar map itu kearah lain dan menjauhkan darinya. "Apa yang mau kamu pertahankan dari pernikahan kita?, ingat pernikahan ini terjadi bukan karena keinginan kita, ini hanyalah sebuah kesalah pahaman yang membuat kita harus perkawinan ini tampa rencana, aku juga tidak melakukan hal yang aneh pada mu, kita hanya di fitnah!" balas Ziko dengan santai. "Apa pun alasannya perceraian, bukanlah jalan dari awal cerita kita, aku tidak ingin memulai hal dengan niat yang buruk, aku juga yakin Mas di balik semua ini pasti ada hikmah di dalamnya." Dalam satu malam status Arisha sebagai seorang gadis berubah dalam sekejap, sekarang ia menyandang sebagai seorang istri dari Tuan Ziko, sang Ceo diperusahaan besar dan ternama baik didalam negeri maupun di luar negeri. Malam itu Arisha mendengar suara teriakan santriwati saat ia sedang berkeliling disekitaran pesantren milik abinya. Hal itu menjadi rutinitasnya setiap malam sebelum tidur untuk memastikan anak anak santriwatinya dalam keadaan baik. Ia mendengar teriakan itu digudang pesantren, tempat menyimpan barang barang sudah tidak layak digunakan. Biasanya Arisha selalu berkeliling ditemani oleh Arhan dan Meidiva, tetapi kebetulan malam ini ia harus berjaga sendiri karena Meidiva dan Arhan yang sedang melakukan lamaran di kediaman Meidiva yang berada dikampung sebelah. Tampa basa basi dan rasa takut ia segera mendekati sumber suara itu dan mencari teriakan santriwatinya. Ditempat yang sama Ziko berkeliling disekitaran pesantren karena baru pertama kalinya ketempat ini, Ziko belum mengetahui letak letak lokasi ditempat ini, ia juga belum mengetahui tempat tempat terlarang yang tidak boleh di kunjunginya karena ada sebagian tempat yang tidak boleh untuk dimasuki oleh lawan jenis. Karena tak ada yang menemaninya, Ziko berlari tak tentu arah untuk mencari tempat untuk membuang air kecil. Mendengar hal yang sama dengan Arisha, Ziko memutuskan untuk mencari sumber suara itu barang kali disekitaran sini terjadi pel*cehan. Ia memasuki gudang kosong yang terbuka dengan lebar. Arisha mencoba menghidupkan lampu yang berada di gudang ini, namun sepertinya saklarnya sedang rusak. Dengan senter seadanya ia memaksakan untuk menerawang ruangan gelap ini, suara yang didengarnya semakin keras, Arisha semakin yakin untuk mencari sumber suara itu walau dalam keadaan yang tidak memungkinkan. "Bagaimana bisa gudang pesantren malam malam seperti ini tidak di tutup? Apa mereka tidak takut bahaya?" gumam Ziko yang juga mengamati seisi gudang ini mengunakan senter handphonenya. Ia melihat adanya cahaya dari arah depanya, ia semakin yakin kalau tempat ini dalam keadaan tidak aman. Pintu terbuka, adanya suara teriakan dan sekarang ia melihat ada sinar tak jauh dari tempatnya. Dengan sangat hati hati Ziko berjalan mendekat tampa terdengar suara sedikit pun agar orang itu tidak tidak menyadari kehadirannya dan tidak dapat melarikan diri."Aaaaaaaa" Ziko menarik ujung baju orang itu hingga robek karena orang yang ditangkapnya itu sepertinya mencoba melarikan diri makanya, Ziko menariknya dengan kuat. Tetapi, ada sesuatu yang menganjal ditemukanya, kenapa suara itu terdengar seperti teriakan wanita, tidak mungkin seorang wanita yang melakukan kejahatan malam malam seperti ini. Ziko justru berfikir jika orang yang ditangkapnya ini adalah wanita yang akan menjadi korban asusila. "Tenanglah aku akan menolong mu!" ujar Ziko yang langsung menarik pergelangan tangan wanita yang ditemukanya di dalam gudang itu. "Ngapain kalian malam malam di tempat gelap seperti ini?" tanya Burhan selaku orang yang menjaga gudang. Ia menghidupkan lampu yang baru saja dibenerinya. Arisha langsung menatap orang yang mengengam tanganya itu dan seketika Ziko langsung melepaskan tanganya dari pergelangan tangan Arisha serta mengelengkan kepalanya. "Saya tidak menyangka kamu akan berbuat seperti ini Arisha, bagaimana jika ustad Henry tau hal ini, beliau pasti akan sangat kecewa sama kamu, apalagi kamu ini adalah anak sekaligus putri satu satu beliau, mau di taruh dimana muka beliau?" ucap Burhan yang langsung berfikir buruk atas apa yang dilihatnya. "Om saya dan dia tidak melakukan apa apa dan saya juga tidak mengenalinya!" ucap Arisha berkata jujur. Burhan menatap tajam kearah Ziko yang terdiam. Ia sangat mempercayai keponakannya, tidak mungkin gadis sepolos Arisha berbohong. Jika Arisha tidak mengenali pria ini berarti lelaki ini yang sudah berbuat zolim pada keponakanya. "Apa yang sudah kamu lakukan pada keponakan saya?" Ziko mengeleng karena ia memang tidak melakukan hal apa pun selain menyentuh tangan Arisha. Apakah itu dianggap sesuatu yang berlebihan di tempat ini?. Plaakkkkk "Jangan berbohong kamu, Saya tanya sekali lagi apa yang sudah kamu lakukan pada keponakan saya sebelum hal ini ini saya laporkan pada pemilik pesantren sekaligus abi Arisha." kekeh Burhan.Lagi lagi Ziko mengeleng, ia merasa tidak menutupi sesuatu apalagi berbohong, ia sudah mengatakan yang sebenarnya. Burhan kini mengalihkan pandanganya pada Arisha yang hanya menunduk karena tidak mungkin ia menatap yang bukan mahrumnya. Ia melihat adanya sobekan di baju yang berada dibelakang leher keponakanya itu. Fikiran buruk tentang Ziko semakin dalam pria itu. Ia kembali menatap Ziko dengan tatapan penuh amarah. Arisha tidak mengerti dengan maksud Omnya ini karena ia juga belum menyadari jika baju sudah sobek karena di tarik oleh Ziko. "Saya tanya, apa yang sudah kamu lakukan pada ponakan saya?" "Saya tidak melakukan apa apa pada dia, kami hanya tidak sengaja bertemu disini karena tadi saya mendengar suara teriakan seorang wanita di tempat ini makanya, saya langsung kesini dan saya melihat adanya sinar, saya segera menghampirinya dan menarik gadis ini karena saya pikir dia adalah korban pelecehan ditempat ini, saya masuk ketempat ini dalam keadaan pintu terbuka, lampu mati dan teriakan yang saya dengar diawal menyakinkan saya kalau ada hal buruk yang terjadi disini." jelas Ziko tak kalah keras dari volume suara Burhan yang terus menuduhnya berbuat hal buruk. "Terus kamu pikir saya akan percaya? Saya sejak tadi disini jadi, tidak mungkin ada perbuatan kriminal di sini dan saya tadi sedang memperbaiki lampu yang saklarnya rusak, banyak alasan kamu," "Terserah Bapak mau ngomong apa yang jelas saya tidak melakukan asusila pada keponakan Bapak." ujar Ziko yang hendak meninggalkan pria itu dan Arisha karena ia benar benar tidak merasa bersalah. "Ngk bisa gitu dong Kak, Kakak harus bertanggung jawab atas apa yang sudah Kaka perbuat!" teriak Laras dengan lantang bersama beberapa temanya yang lain. Kiara yang mendengar adanya keributan dari dalam gudang memutuskan untuk melihatnya dan ia melihat Burhan yang tampak sedang marah besar pada lelaki yang tidak dikenalinya. Ia segera keluar dari dalam gudang itu dan pergi memanggil beberapa teman yang lain untuk ikut andil dalam melihat kejadian ini. Ziko langsung menatap lelaki paruh baya itu dengan tatapan amarahnya, jika saja tadi pria ini tidak berbicara keras pasti anak anak perempuan usia dibawahnya ini tidak berada disini dan tidak mengetahui hal ini.Selepas dari gudang gelap itu, Burhan membawa Arisha dan Ziko beserta santriwati yang ikut menyaksikan hal ini kerumah Henry. Malam itu Zinida yang tidur lebih awal harus terbangun dari tidurnya yang sudah hampir sampai kedalam alam mimpinya, ia memang tidur lebih awal karena badanya yang kurang sehat dan saat itu pula Henry sedang berada di luar kota untuk membeli peralatan pesantren yang sudah rusak dan melengkapi fasilitas yang belum tersedia. "Ada apa ini ramai sekali?" tanya Zinida setelah membukakan pintu dan menjawab salam mereka. Setelah menceritakan kejadian yang dilihat Burhan pada kakak iparnya. Zinida langsung menatap anaknya dan Arisha langsung mengeleng secara spontan. Ia ingin membantah kesalah pahaman yang dilihat oleh Burhan namun, omnya ini tidak menginzinkanya berbicara dan ucapan Ziko yang selalu di sanggal oleh Burhan walau sudah berulang kali pria itu menjelaskan. Burhan hanya mempertahankan apa yang dilihatnya. Apalagi pria itu di bantu oleh adanya bukti so
"Bi makananya sudah selesai, yok Pak kita makan dahulu, Nak Ziko mari makanan!" ajak Zinida yang kini menghampiri ketiganya. "Yok Rus kita makan dulu, mari Nak Ziko!" ajak Henry yang langsung bangkit dari duduknya dan berjalan di belakang istrinya. Dimeja makan, Ziko melihat Liora yang sedang menata piring dan ia juga melihat kearah seluruh makanan yang tersedia diatas meja. Tidak ada satu makanan pun yang dapat memikat selera makanya. Hanya ada tumis kangkung, tempe goreng dan juga tahu goreng dan yang sedikit spesial hanya ayam goreng tampa rempah yang tidak memikatnya sedikit pun. "Ziko makanya nanti saja Ma!" ujar Ziko yang hendak meninggalkan meja makan namun, tanganya langsung di cengkal oleh Liora dan mengelengkan kepalanya pada putranya itu agar bersikap baik di rumah orang, walau ia tidak menyukai lauk yang sudah di hidangkan oleh tuan rumah setidaknya ia menghargai dengan memakannya sedikit saja. Dengan malas Ziko duduk disebelah Liora yang sedang menyendok nasi ke p
"Jadi, kamu sebagai pengajar dipesantren ini?" tanya Ziko setelah Naila meninggalkan mereka berdua. Arisha terdiam, bibirnya tiba tiba saja merekah dari kejauhan ia sudah dapat minat Daffa yang sedang berbaur bersama beberapa santri laki laki. Arisha dengan sigap segera melangkahkan kakinya menghampiri lelaki itu. "Ibu Arisha ada apa?" tanya Daffa yang merasa heran di datangi secara tiba tiba apalagi Ziko yang mengikutinya dari belakang. Jika seorang wanita menemui lelaki yang bukan muhramnya bersama suaminya berarti ada sesuatu penting yang di sampaikannya. "Pak Daffa ada jam mengajar?" tanya Arisha tersimpu malu. Ziko hanya dapat memandang kelakuan istrinya ini, mungkin saja ada yang diberitahu Arisha pada ustad yang sudah berada dihadapan mereka, ia tidak boleh menaruh curiga pada istrinya. "Jam mengajar saya sudah selesai Bu, Saya hanya sedang memperhati santri santri saja," jawab Daffa tertunduk. Daffa adalah ustad paling muda dan memiliki ketampanan yang lebih dari peng
Zinida mengurungkan niatnya untuk bergabung dan ia memutuskan untuk menemui Arisha di kamarnya dan menanyakan kondisi putri kesayangan. "Umi!" isak Arisha yang langsung merentangkan kedua tanganya dan siap memeluk wanita yang masih berada di daun pintu. "Kamu kenapa Sayang?" tanya Zinida yang langsung memeluk gadis itu dengan penuh kasih sayang setidaknya dapat meredakan tangisan putri kecilnya yang di paksa dewasa seperti ini. "Arisha belum siap menikah Umi, mental Arisha masih sangat lemah!" aduh Arisha. Zinida semakin yakin kalau menantunya itu sudah berbuat yang tidak baik pada anaknya hingga Arisha terisak seperti ini. Entah apa pun yang sudah di lalukannya tidak akan mendapat dukungan darinya jika melukai hati seorang anak yang terlahir dari rahimnya. "Kamu kenapa Risha? Wajar dalam pernikahan iya terjadi permasalahan apalagi pernikahana kalian baru hitungan jam. Kalian belum saling mengenal makanya, jika saat ini masih sering terjadi kesalah pahaman itu hal wajar. Ka
Pagi berlalu, siang pun menghilang. Ziko dan Arisha kini berada di dalam kamar. Arisha baru saja selesai dengan kegiatan membaca al-qur'an sedangkan Ziko hanya memainkan ponselnya. Sebelum sholat Arisha sudah mengajak suaminya untuk melaksanakan solat bersamaan tapi Ziko menolaknya dengan alasan manusia apakah umumnya yaitu malas. Arisha hanya menatap suaminya dengan malas. Mimpi apa ia harus memiliki suami seperti Ziko yang ibadah saja tidak mau. Bagaimana akan membimbing jika ia sendiri tidak bisa membina dirinya sendiri. Di bukanya mukenanya dari kepalanya dan di gantungkanya mukena itu di raknya. Di bukanya sedikit gorden jendela kamarnya karena udara di dalam terasa sangat panas. Dari balik jendela Arisha melihat ustad Daffa yang sedang melakukan perbincangan dengan beberapa santri. Selain wajahnya yang tampan ia juga memiliki kedekatan yang dengan siswanya. Ziko meletakan ponsel yang di pegangnya, ia menyadari jika istrinya sedang memperhatikan seseorang dari kejauhan. Deng
"Mumpung ini hari sabtu Ris, ajak gih sekalian suami kamu senam bareng santri lagi sekalian pendekatan sama mereka, biar yang masak Umi sama mama kamu saja!" ucap Zinida dan hanya di iyakan oleh Arisha. Arisha menarik nafasnya malas memandang suaminya yang tertidur sangat berantakan. Mertuanya memintanya untuk membimbing suaminya tentang agama sedangkan ia saja baru belajar agama, lalu bagaimana caranya ia mengajarkannya pada Ziko, untungnya saja beberapa bulan belakangan ini ia pernah belajar agama setidaknya ia sedikit mengerti tentang solat dan kewajibanya menutup aurat. Di goyangkannya tubuh Ziko dengan pelan dan tepuknya wajah suaminya dengan lembut. Ia sangat takut untuk membangunkan Ziko dengan cara keras walau ia sudah mendapat izin dari mertuanya ia tetap saja ia merasa tidak enak pada suaminya. "Mas!" Ziko malah menarik tangan Arisha dan membawanya kedalam pelukanya. Sontak Arisha kaget mendapat perlakuan seperti ini. Ia yang sebelumnya tidak pernah di peluk lelaki sepe
Di depan rumah Arisha tampak gelisah, ia masih memikirkan kata kata yang leuar dari mulutnya. Ia harus lebih dapat mengontrol setiap kata yang keluar jika, tidak ingin menyamaranya di ketahui orang lain termasuk Ziko. Dari tempatnya Arisha sudah dapat melihat suaminya yang hendak menghampirinya, di pasangnya wajah tenangnya agar Ziko tidak menaruh curiga padanya. "Dimana senamnya?" tanya Ziko tanpa menoleh dan menghentikan langkahnya pada istrinya justru, ia malah melalui Arisha begitu saja. Seakan akan ia tidak melihat kehadiran gadis itu. "Mari Mas, saya tunjukan!" ajak Arisha. Keduanya kini sudah berada di lapangan pesantren. Mereka menghampiri tempat kaum santri dan di sana juga sudah terdapat ustad Daffa yang siap menjadi pemimpin senam. Tampa aba aba Arisha segera menghampiri lelaki itu setelah membenarkan jilbabnya yang sedikit miring. Ziko hanya dapat menarik nafasnya dan mengikuti langkah istrinya. "Pak ustad sudah siap?" tanya Arisha dengan nada terlembut yang di puny
"Arisha!" wanita yang menyandang nama Arisha itu segera membalikan tubuhnya dan menatap seorang wanita yang baru saja menghampirinya. Ia menarik nafasnya panjang dan menghembuskanya perlahan ternyata wanita ini belum berubah. Ia duduk dengan gaya premanya di atas meja yang terdapat tumpukan sayur segar berwarna hijau. Wanita itu terlihat melepas hijab di kepalanya. "Gimana pernikahaan mu?" tanya Arisha. "Iya gitu gue capek. Gitu amat sih suami lho!" ujar wanita itu seraya mencomot timun yang terletak tak jauh darinya dan memakanya dengan lahap. "Besok senin kamu harus puasa kalau tidak abi akan curiga!" ucap Arisha. "Ris, suami lho itu ganteng lho walau pun nyebelin, lho kenapa sih malah kabur dari perjodohan ini. Terlepas dari sifat suami lho yang nyebelin, dia tuh ganteng, tajir lagi, apa sih yang kurang dari dia sampe lho ngk mau nikah sama dia. Kayaknya di juga lagi jomblo nikah sama lho terus kenapa lho kabur kaburan gini. Kalau ginikan gue juga yang repot. Mertua lho juga