"Kenapa ada dia?" Keysha berucap pelan tanpa sadar.
Ayu mendengar apa yang diucapkan Keysha walaupun suaranya tadi terdengar lirih. Rupanya wanita berkaos hitam itu masih bersama dan menemaninya sejak masuk sampai ke meja prasmanan."Dia? Maksud kamu siapa?"Ayu mengikuti arah mata Keysha menatap dan segera tahu siapa orang yang dimaksud."Kenapa ada kakak senior dalam acara reuni ini? Bukannya ini khusus fakultas se-angkatan kita?"Keysha merasa heran kenapa undangan beda dengan realita. Jelas di sana tertulis, khusus se-angkatan saja. Ini salah satu alasan Keysha mengiyakan bujukan Ayu waktu itu untuk menghadiri reuni. Iya, karena undangan reuni khusus se-angkatan, bukan berbaur dengan kakak senior. Lantaran Keysha memang sedang menghindari pertemuan kembali dengan kakak senior, eh, lebih tepatnya menghindari pertemuan dengan Mr. mantan, Bastian."Tadinya memang khusus untuk se-angkatan, tapi pas seminggu sebelum hari-H, ternyata banyak yang nggak bisa hadir. Panitia bingung, makanan dan tempat sudah dibooking dan udah dibayar pula. Lo, sih, nggak join WA group, jadi lo nggak update."Ayu menjelaskan sambil menaruh beberapa makanan ke piringnya. Dia tahu gundah sudah mulai menghampiri sahabatnya, tampak dari air muka Keysha yang langsung berubah."Akhirnya, panitia berinisiatif mengajak kakak senior untuk ikut gabung dalam acara kita. Tapi masih dalam satu fakultas," sambungnya tanpa menoleh ke arahnya karena masih sibuk mengambil makanan."Lo, kok nggak bilang, bakal gabung dengan kakak senior? Taju gini, aku nggak bakal ikut." Wajah Keysha terlihat kecewa, ia sudah tak bisa menyembunyikannya.Ayu berdecak kesal."Kalo lo nggak ikut, makin berkuranglah tamu yang akan hadir. Lagipula kenapa kalo kakak senior pada datang, bukannya lebih bagus, acara akan lebih meriah. Dan satu hal lagi, kita bisa berhubungan dengan mereka, saling tuker informasi tentang pekerjaan, kehidupan, dan lainnya. Pikiran kita bisa jadi lebih luwes, bukan begitu?"Keysha masih diam, tak menjawab ocehan sahabatnya. Dia masih dongkol karena tak diberitahu info terkinintentang kehadiran kakak senior."Lo kenapa, sih, Key, belum bisa move on? Yang aku kenal, Keysha yang dulu adalah wanita yang pintar, cerdas, gaul, dewasa, ceria, bijak dan tegar. Tapi sekarang lo jadi berubah seratus delapan puluh derajat. Bukan kayak Keysha yang aku kenal. Lo lebih menutup diri sejak ....""Cukup, Yu. Aku nggak butuh ceramah dari lo sekarang. Aku lagi nggak mood berdebat."Keysha mencomot makanan kemudian menaruhnya ke piring untuk Gita.Ayu menyikut lengan Keysha. "Dia udah tahu kehadiran lo. Tuh, lihat, dari tadi dia noleh ke arah kita terus. Coba lo lihat."Ayu memaksa Keysha melempar pandang ke arah kelompok orang yang ada Bastian di sana.Keysha mengerti siapa 'dia' yang dimaksud Ayu, orang itu Bastian, mantannya. Lantaran ada rasa penasaran yang menggumpal hati, Keysha mengumpulkan keberanian untuk memalingkan muka ke arah pria bertindik telinga tersebut. Tatkala kedua mata mereka bertemu, spontan Bastian menyapa dengan melambaikan tangan dan mengulumkan senyuman. Dengan cepat Keysha membuang muka ke arah lain karena kaget dengan perlakuan Bastian, seolah-olah tidak terjadi apa-apa di antara mereka di masa lalu."Sayang, gabung ke sana, yuk," ajak Kevin yang entah sejak kapan sudah ada di samping Ayu."Iya, ntar ya, ini aku lagi ambil makanan buat kamu," jawab Ayu dengan lembut kepada suaminya."Hai, Key. Apa kabar? Lama nggak ketemu, masih cantik seperti dulu." Kevin senyum nakal, menyapa dengan embel-embel gombal di akhir ucapannya.Ayu mencubit pinggangnya dan Kevin berteriak mengaduh disusul dengan gelak tawa Keysha."Yuk, gabung dengan kami di sana." Kevin menunjuk ke arah kelompok orang yang ada Bastian di antaranya. "Lo belum amnesia, kan? Masih ingat teman kuliah lo?" Kevin tersenyum meledek.Keysha membalas dengan senyuman masam. Rasa enggan untuk gabung dengan kelompok itu, eh, lebih tepatnya enggan bertemu dan gabung dengan mantan yang sudah meninggalkannya waktu itu tanpa penjelasan apa-apa. Rasa sakit itu muncul lagi setelah melihatnya kembali hari ini. Padahal selama ini, Keysha sudah berhasil menahan dan melupakan rasa sakit itu dengan bertekad mengubur semua kenangan bersamanya. Namun, pertemuan ini seolah membuka celah untuknya mengingat rasa nyeri itu kembali. Bagaimana mungkin sikap Bastian barusan seolah-olah tidak merasa bersalah bahkan tidak ada penyesalan telah meninggalkannya tanpa kata putus."Sayang, aku ke sana dulu, ya, makananku jangan lupa. Udah laper, nih," ujar Kevin sambil mengelus perut lalu mengayunkan langkah menjauhi mereka berdua."Iya, iya, bawel," sewot Ayu sambil melanjutkan memilih makanan untuk suaminya.Setelah piring terisi makanan, Ayu pun kembali berusaha mengajak Keysha untuk gabung dengan kelompok tadi."Kayaknya aku nggak ikut ke sana, deh, Yu." Ajakannya ditolak Keysha."Kenapa?""Aku nggak nyaman.""Bukannya selama ini lo butuh penjelasannya? Inilah saatnya lo tanya langsung, mumpung orangnya sudah ada di sini. Selama ini dia orang yg lo cari, kan?""Tapi sekarang aku udah nggak butuh penjelasan apa-apa dari dia."Ayu menghela napas kasar, "Keysha, Keysha, aku tahu lo. Kita, tuh, temanqn sejak SMA. Mulut lo bisa bohong, tapi ini lo enggak." Ayu menyentuh d4danya lalu memberi senyuman kecil.Keysha menatap Ayu dengan perasaan yang tak karuan. Iya, sebenarnya Keysha berharap suatu saat nanti, jika bertemu dengan Bastian, dia akan menanyakan alasan ia meninggalkannya. Mengapa ia mendadak melanjutkan kuliah ke Jepang tanpa memberitahukan terlebih dahulu?"Kalo lo menghindar dari dia saat ini, kebaca banget, lo, tuh belum bisa move on. Lo lihat, kan, sikap dia biasa aja tadi, malah sempat lambai tangan segala buat nyapa lo. Eh, perlu diingat, nggak selamanya mantan itu harus dijadikan musuh yang menakutkan, bisa juga dijadiin teman. Gimana cara kita bersikap aja."Keysha mencoba mencerna apa yang diucapkan Ayu barusan dan membenarkannya dalam hati."Bukan begini caranya lo menghindari mantan, kayak tikus ketemu kucing. Hadapi dia dengan kepala tegak, buktikan ke dia kalo lo baik-baik aja tanpa dia. Malah sekarang hidup lo lebih bahagia ada Gita."Mendengar nama Gita disebut, seperti meneguk vitamin penyemangat dalam hidupnya. Keysha mengangguk mantap seolah mengiyakan dengan semua ocehan sahabatnya. Ayu selalu menjadi tempat curhatan saat dia sedang gundah sejak mereka duduk di bangku SMA. Apalagi masalahnya dengan Bastian, Ayu selalu menjadi tempat pelampiasan kesedihannya. Ayu benar-benar bisa diandalkan karena sifat dewasanya selalu memberi nasihat dan dapat dicerna dengan logika."Ayo, lo udah siap?" Ayu mengajaknya lagi."Eh, sekretarisku. Ini habis dari kantor. Lembur ada meeting dadakan." Ronald menjawab sedikit salah tingkah. "Kalau anak ini?" Keysha mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut. Anak itu mundur dan bersembunyi di belakang gadis yang Keysha belum tahu namanya."Anaknya Bagas, tahu kan?""Bagas, adik kamu?" Bastian menerkanya.Dia mengangguk, "istrinya baru meninggal enam bulan yang lalu, kecelakaan.""Inalilahi ... Sorry ya, aku enggak tahu." "Ya, enggak apa-apa. Jadi sekarang aku yang merawatnya dan kadang gantian sama mama.""Oh, sekretarismu bantuin kamu jaga anak ini juga?" Keysha melihat keakraban dari mereka, anak itu terkesan nyaman memegang tangan sang sekretaris."Halalin segera, biar enggak jadi cibiran orang, masa sekretaris merangkap jadi babysitter." Keysha menggodanya. "Iya, iya, tunggu aja undangannya." Ronald menyambut godaannya dengan kekehan. "Gitu dong move on, bagaiman
"Iya setelah dapat dan sekarang body-ku enggak seksi lagi? Mulai pelan mencampakkanku." Mulutnya tak berhenti menggerutu seperti langkahnya yang terus melaju.Perlahan, Bastian bisa membaca aura kecemburuan dari istrinya semakin memuncak. Dia pun menarik sedikit kedua sudut bibir dan menarik lengan Keysha. "Hei, kamu cemburu?" Wanita itu menahan kaki lagi dan menatap lekat suaminya. Mau mengakuinya, tetapi kok, malu. Namun, syukurlah akhirnya dia peka, batinnya."Au ah, gelap." Lalu, Keysha kembali melangkah menjauhi pemilik mata elang itu. Sementara Bastian masih terpaku memandang punggung Keysha yang semakin lama semakin menjauh."Jadi mikir nih untuk punya anak kedua kalau ngidamnya kayak gini. Parah, kudu siapin stok kesabaran berkarung-karung. Perasaan dulu dia enggak pernah cemburuan kayak begini banget. Selalu percaya karena dia tahu sebesar apa cintaku untuknya." Bastian bermonolog dalam hati sembari menggele
"Sayang, kita ke sana, yuk! Biar kamu minum teh hanget dulu. Sekalian sarapan, aku khawatir kamu masuk angin." Mata Keysha mengikuti arah pandang suaminya. Sebuah tenda kaki lima orang berjualan makanan."Kamu mau makan apa?" tanya Bastian yang duduknya agak berjauhan dengan Keysha. "Ada bubur, soto Surabaya ama tupat tahu.""Bubur aja." Sorot matanya tertuju ke gerobak mamang yang berbaju kuning. "Buburnya enggak pake sambal, kacang, kerupuk dan satu lagi, enggak pake lama." Bastian geleng-geleng lalu menuju ke mamang berbaju kuning itu kemudian kembali duduk di tempat semula. Suasana di sana masih belum begitu ramai "Nih, minum dulu." Teh hangat disodorkan di depannya.Ada resah di wajah suami melihat acara muntah-muntah tadi. Bibir Keysha sedikit pucat dan paras terlihat lemas. Bukannya dia tidak mau membantu, kalian bisa tahu, kan reaksinya, gaes.Dua bubur panas tersaji di meja. Baru beberapa suap bubur itu masuk
"Mau ke mana, Sayang?" tanya Bastian ketika melihat Keysha bersiap dengan kaos lebar yang menutup perut buncitnya dan celana panjang lengkap dengan sepatu kets."Mau jalan keliling kompleks. Kata dokter kalo mau normal, kudu banyak jalan." Keysha berlalu begitu saja melewatinya. "Tunggu, aku temani, ya. Mumpung Sabtu, aku hari ini enggak ke kantor." Bastian beranjak dari duduk dan berjalan menuju ke arahnya."Enggak usah, Mas. Aku bisa sendiri. Kamu jangan mendekat." Dia membentang salah satu tangannya dan tangan lain menutup hidung."Astaga. Iya, aku jaga jarak nanti pas kamu jalan. Aku enggak dekat-dekat. Kamu di depan, entar aku ikutin kamu dari belakang. Aku cuma ingin temani, enggak mau kamu kenapa-napa nanti. Itu aja, oke?" Lelaki itu menahan langkah dan memberi penjelasan. Berharap dia diizinkan ikut. Dia hanya ingin pastikan kalau istrinya aman-aman saja saat jalan pagi.Dengan terpaksa, Keysha mengangguk setuju, "tapi
"Tapi waktu itu kamu jadi pergi 'kan?" Ibu memotong pembicaraannya."Iya, mau enggak mau, bisnis itu penting sekali. Tapi apa, Bu? Tiap jam aku harus video call-an. Terus, pas dia mau tidur, aku harus tunggu dia sampai tidur, baru boleh dimatiin video call-nya. Itu pun karena aku suruh dia ambil bajuku untuk dia cium. Manjanya kelewatan banget. Sementara tadi?"Bastian menarik napas panjang sebelum melanjutkan keluhannya."Bekas saliman tangan dan bekas kecupan di kening, buru-buru dia cuci. Kayak jijik gitu sentuhan suaminya."Kalimat terakhirnya beriringan dengan gelak tawa Danisa."Sabar. Sabar." Wanita mengelus lengannya. Tawaan itu belum berakhir, masih berlanjut untuk beberapa detik kemudian."Perasaan, istri teman-temanku kalau ngidam enggak kayak gitu deh. Ngidamnya cuman makanan doang, martabak, soto, bakso, atau apa gitu. Istriku, kok, beda, ya?""Iya, itu yang Ibu bilang tadi, reaksi setiap ibu hamil itu beda-beda. Ada yang ngidam makanan,
"Bentar, nih mau cukur dulu. Udah lebat." Berbagai alasan dia lontarkan untuk mengulur waktu agar bisa berlama-lama berada di kamar, syukur-syukur dia diizinkan tidur di kamar itu lagi."Enggak pake acara cukur-cukuran. Ayo, silakan keluar! Cukur di kamar tamu." Sekuat tenaga dia mendorong lagi tubuh suaminya. Sebenarnya bukan sang suami tidak bisa menahan tubuh, dia hanya melihat kondisi tubuh sang istri seperti itu. Dia tidak tega menggunakan tenaga untuk memaksa mempertahankan diri. Pintu kamar segera dikunci ketika sang suami berhasil diseret ke luar."Key, jangan gitu dong. Sayang, please, salahku apa? Izinkan aku tidur di sini malam ini." Lelaki itu masih mengiba, berharap hati Keysha luluh. Akan tetapi, usaha permohonannya tidak digubris sang istri. Tidak ada sahutan apapun di balik pintu kamar itu."Key, tolong bukakan pintu, aku lupa sesuatu. Madu yang kamu beli, ketinggalan di kamar. Please izinkan aku masuk untuk mengambilnya." Wajahny