"Key, lo jadi datang, kan?" tanya Ayu via telepon saat Keysha sudah berada di taksi online bersama Gita.
"Iya, ini lagi otw. Bentar lagi nyampe, kok," jawab Keysha dengan santai seraya bola mata mengedarkan ke luar jendela."Oke, aku tunggu lo. Aku baru nyampe juga, nih. Hati -hati, ya. Bye."Keysha terpaksa menggunakan jasa taksi tersebut, lantaran Ikbal yang tadi pagi janji akan mengantarnya sedang dalam perjalanan pulang tetapi macet. Sang suami pun menyuruhnya berangkat tanpa menunggunya sampai di rumah."Ya, nanti kalo pulang, aku yang jemput. Soalnya acara juga pasti selesainya malam banget, aku nggak tega lihat kamu dan Gita pulang sendirian."Itu jawaban Ikbal tadi sore, yang masih fokus dengan jalan di depannya.Selang beberapa menit, tiba di acara reunian, Keysha memegang tangan Gita sembari berjalan bersisian. Wajah gadis kecil berusia tiga tahun itu tampak riang dan antusias karena diajak jalan-jalan."Bun, ada balon."Gita menunjuk balon warna-warni yang terpajang di pintu masuk."Iya, bagus, ya. Gita suka warna apa?"Keysha suka menanyakan hal apapun kepada anak gadisnya guna agar berharap dapat melatih cara belajar komunikasi dan menjawab pertanyaan jika ditanya."Suka bilu, melah, kuning, ijo."Gita menyebutkan semua warna yang dilihatnya dengan gaya cadel."Semuanya dong berarti?"Keysha dengan posisi sedikit berjongkok, tidak bisa menahan ketawa setelah mendengarkan suara khas tersebut. Bocah kepang dua itu mengangguk mengiyakan sambil mengikuti gaya bundanya ketawa."Key, lo udah datang?"Suara Ayu yang sangat familiar terdengar di telinga Keysha. Dia menoleh ke sumber suara dan membenarkan posisinya menjadi berdiri lalu terkesima melihat sosok Ayu yang berubah dari segi penampilan. Tubuh lebih berisi dan wajah lebih glowing dengan dandanan yang tidak terlalu menor."Hai, Yu. Apa kabar?"Refleks mereka berpelukan dengan erat menunpahkan kerinduan. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu sejak Keysha menikah enam tahun silam. Rasa rindu itu biasanya hanya dicurahkan via ponsel saja.Iya, Keysha memang menutupi diri untuk tidak berhubungan dengan siapapun setelah menikah. Bukan karena suaminya melarang tetapi memang Keysha sendiri yang merasa minder karena dirinya lulusan sarjana dan tidak bekerja, malah mengurus rumah tangga. Sementara sebagian temannya lebih memilih karir, seperti Ayu. Terdengar kabar terakhir, Ayu menjabat menjadi menejer keuangan di salah satu perusahaan di ibukota ini."Aku baik, Key, lo gimana?"Mereka pun melepas pelukan. Keysha mengangkat kedua bahunya."Ya, begini yang lo lihat."Ada senyuman bahagia terpampang di wajah tatkala Keysha dapat bertemu kembali dengan sahabat lamanya."Eh, sorry ya, waktu itu aku nggak bisa datang ke pernikahan lo, Gita lagi sakit, aku nggak mungkin meninggalkannya," sambung Keysha dengan raut sesal terbaca di wajahnya. Ia tak bisa menyimpan perasaannya."Iya, udah tahu, udah kesekian kali lo minta maaf, sampe bosen aku mendengarkannya."Ayu mencolek hidung bangirnya lalu mengulas senyuman."Ini Gita, anak lo?"Ayu memalingkan wajah ke arah bawah dan melihat sosok anak kecil yang imut.Keysha mengangguk."Gita, ayo salam sama Tante Ayu.""Hai, Tante Ayu, apa kabar?"Gita pun menurut perintah bundanya lalu mencium punggung telapak tangan Ayu. Ah, anak itu pintar sekali. Keysha sudah mengajarkan banyak hal tentang sopan santun dan ramah tamah.Ayu mengambil posisi jongkok untuk mensejajarkan tubuh dengan Gita. Matanya menatap lekat gadis yang wajahnya mirip dengan Keysha."Baik, Sayang. Ih, lucu banget, sih, kamu. Tante jadi gemes, deh. Cubit, boleh?"Gita menggelengkan dengan wajah masam. Meski bukan bocah yang cengeng, Gita tak mau disakiti dengan cubitan."Cium, boleh?"Ayu bertanya iseng dan Gita mengangguk sembari senyum. Beberapa saat, Ayu pun mendaratkan kecupan di pipi kanan dan kiri sambil menekan kata 'muach'."Lo sendirian? Suami lo nggak ikut?" Ayu menyapu sekeliling, mencari keberadaan Ikbal."Tadi aku naik taksi online, Mas Ikbal dalam perjalanan dari Bandung, katanya di tol macet buanget. Daripada aku telat, aku disuruh naik taksi, ntar pulang baru dijemput.""Kok nggak bilang, sih, tahu gitu aku jemput kamu tadi.""Aku nggak mau ngerepotin Kevin dan lo." Keysha menolak halus dengan alasan."Nggak ngerepotin sama sekali. Kalo Kevin tahu, dia bakal mau jemput lo juga.""Pengantin baru, nggak enak diganggu."Nada Keysha menggoda membuat rona wajah Ayu memerah."Pengantin baru apaan, kita udah nikah setaon kale."Lengan Keysha dicubit manja."Udah, ah, yuk, masuk. Teman lain pasti sudah pada datang."Sejak Keysha menikah apalagi sekarang sudah punya Gita yang kini berusia tiga tahun, waktu dan tenaganya dikuras untuk mengurus suami, anak dan rumah tangga yang sudah dibangun selama 6 tahun. Untuk acara bertemu dan bercengkrama secara langsung dengan teman lama, nyaris sudah tidak pernah dilakukan lagi.Jujur, Keysha enggan ikut acara reuni se-angkatan Fakultas Ekonomi zaman kuliahnya dulu. Lantaran dibujuk Ayu, sahabat lama yang sudah ingin bertemu dengannya, ia pun mengiyakan. Namun, dari kemarin mereka selalu berhubungan meski sebatas video call atau via chat saja.***Suasana acara reuni memang sengaja didesain dengan tema outdoor, yang dihiaskan balon dan aneka pernak-pernik khas pesta sehingga membuat kondisi menjadi sedikit meriah. Tampak di sana beberapa meja berlapiskan kain putih sebagai tempat makanan prasmanan yang lezat, tentunya.Para tamu yang sudah hadir rata-rata teman se-angkatan. Namun, ada sebagian yang tak dikenal walaupun mereka se-angkatan karena beda jurusan. Ada yang hadir dengan pasangan dan buah hatinya. Ada pula yang hadir sendiri, bahkan ada yang hadir berkelompok dengan teman gengnya saat mereka kuliah dulu. Semua tampak bahagia, dapat dilihat dari raut wajah mereka yang menebarkan tawaan dan senyuman.Saat Keysha mengambil makanan di meja prasmanan, tak sengaja sorot mata tertuju ke salah satu kelompok orang yang tak asing baginya. Berkali-kali dia memicingkan mata untuk mempertajam penglihatan ke salah satu orang dari kelompok itu untuk memastikan apa yang dilihat adalah orang yang sesuai dugaannya. Berulang kali, berusaha memfokuskan pandangan, dan ...."Kenapa ada dia?" Keysha berucap pelan tanpa sadar.Dia? Siapa?"Kenapa ada dia?" Keysha berucap pelan tanpa sadar.Ayu mendengar apa yang diucapkan Keysha walaupun suaranya tadi terdengar lirih. Rupanya wanita berkaos hitam itu masih bersama dan menemaninya sejak masuk sampai ke meja prasmanan."Dia? Maksud kamu siapa?" Ayu mengikuti arah mata Keysha menatap dan segera tahu siapa orang yang dimaksud."Kenapa ada kakak senior dalam acara reuni ini? Bukannya ini khusus fakultas se-angkatan kita?" Keysha merasa heran kenapa undangan beda dengan realita. Jelas di sana tertulis, khusus se-angkatan saja. Ini salah satu alasan Keysha mengiyakan bujukan Ayu waktu itu untuk menghadiri reuni. Iya, karena undangan reuni khusus se-angkatan, bukan berbaur dengan kakak senior. Lantaran Keysha memang sedang menghindari pertemuan kembali dengan kakak senior, eh, lebih tepatnya menghindari pertemuan dengan Mr. mantan, Bastian."Tadinya memang khusus untuk se-angkatan, tapi pas seminggu sebelum hari-H, ternyata banyak yang nggak bisa hadir. Panitia bingung, maka
"Hai, ikut gabung, ya. Akhirnya kita ketemu dan kumpul lagi di sini. Apa kabar kalian semua?" sapa Ayu saat meletakkan piring ke meja dan duduk di samping Kevin."Baik." Terdengar jawaban dari salah satu teman mereka, Abas.Keysha mengambil posisi duduk di samping Ayu dan memangku Gita. Dia hanya melemparkan senyuman kepada teman yang menyapanya saja, tanpa sedikitpun menoleh ke arah Bastian.Sementara Bastian terlihat sungguh mempesona dengan kemeja pendek dongker, tengah mencuri pandang dari tadi sejak melihat mereka menuju ke meja. Dia juga memindai Gita yang berjalan bersisian dengan balon di tangannya. Ternyata Gita dari tadi main dengan mainan tersebut yang diberikan Ayu, pantas saja tidak terdengar rengekan darinya.Bastian, Kevin, Roni, dan Abas memang satu geng zaman kuliah dulu. Mereka mengambil jurusan manajemen bisnis yang merupakan kakak senior beda dua tahun dari Keysha dan Ayu. Sementara Keysha dan Ayu jurusan akutansi di fakultas yang sama, Ekonomi.Zaman kuliah dulu,
POV KeyshaSetelah masuk ke mobil Mas Ikbal, aku dan Gita mencium punggung tangannya. Kulihat suamiku memamerkan deretan gigi putih bak model iklan pasta gigi meski kutahu dia sedang menyimpan lelah di wajah."Sorry, apa aku telat?" "Enggak kok, Mas. Kamu kelihatan kecapean sekali, kamu udah makan?" Rasa khawatir tak bisa kubendung, aku tak mau dia sakit. Kemacetan di jalan benar-benar sudah menguras sepenuhnya pikiran dan tenaganya. Namun, mau bagaimana lagi? Aku terpaksa merepotkan dia yang harus menjemput karena aku sendiri belum berani naik taksi malam hari. Begitupun Mas Ikbal, ia pasti akan melarangku."Udah tadi di rest area. Ini kita langsung pulang, ya." Aku menggangguk menanggapinya.Mobil melaju meninggalkan tempat acara. Dalam perjalanan, diam menemani kami. Mungkin Mas Ikbal terlalu lelah menempuh kemacetan tadi, sedangkan Gita sudah tertidur pulas dalam dekapanku. Aku? Aku masih sedikit kaget dengan pertemuan yang tak kurencanakan dengan Bastian barusan.Raga memang ad
Ikbal Hardisuryo, lelaki yang sudah menikah denganku. Dia lelaki yang sudah menjadi imam dalam hidupku. Lelaki yang sudah menjadi ayah untuk anakku, Gita dan menjadi tulang punggung untuk keluarga kecilku. Lelaki lembut yang sabar menunggu aku membuka hati untuknya. Pernikahan kita berdasarkan perjodohan yang tidak saling kenal. Mama terpaksa melakukan perjodohan ini karena beliau tidak mau aku terpuruk kesedihan mendalam akibat perlakuan Bastian yang pergi tanpa pamit."Jika ada satu pintu kebahagiaan tertutup, maka bersabarlah, akan ada pintu kebahagiaan lainnya yang terbuka lebar menantimu. Mungkin orang itu Nak Ikbal. Kenapa kamu tidak mencoba membuka hati untuknya?"Itulah kalimat yang membuatku sadar dan bangkit dari keterpurukan yang selama ini aku alami. Menanti kabar yang tak pasti padahal di depan ada sosok lelaki yang sudah tulus dan siap membahagiakan aku."Mama yakin, beriringan dengan waktu, cinta bisa tumbuh dengan sendirinya karena terbiasa hidup bersama." Itulah kata
Seperti melihat sosok maling, spontan aku menutup kembali pintu dengan sekuat tenaga yang tersisa setelah mengetahui tamu yang tak kuundang berdiri di depan rumah. Namun sayang, pintu tak sempat tertutup karena dia refleks mendorong pintu dengan kuat dan cepat. Serasa sia-sia, tenaga yang kukeluarkan tak sebanding dengan tenaganya, sehingga pintu terbuka kembali."Key, tolong jangan usir aku. Biarkan aku menjelaskan semuanya." Tamu itu tak lain adalah Bastian."Beraninya kamu menginjak rumahku, kamu nggak takut ketahuan suamiku kalau kamu datang menemuiku." Kupasang wajah jutek dan tatapan tak suka, berharap dia segera pergi dari sini. Aku khawatir Mas Ikbal tiba-tiba pulang dan melihat kedatangannya di sini. Apa yang akan aku jelaskan tentangnya? Apa aku akan mengaku, Bastian adalah mantanku?"Suamimu nggak ada di rumah, kan?" Dengan enteng dia mengatakan hal benar itu.Bagaimana dia tahu kalau suamiku sedang keluar dan tidak di rumah? Apa dia sudah memata-mataiku di sekitar rumahku
Bisa kurasakan tatapan Bastian masih penuh harap agar kita masih bisa bersatu kembali. Tatapan itu seakan memberikan celah untuk memulai harapan baru bersamanya. Mengapa harapan kita bisa sama?Bahkan, senyuman menawan yang mengulas sangat indah di bibirnya mengingatku kembali ke masa-masa indah dulu. Tak sadar, aku membalas menyunggingkan bibir seolah mengiyakan apa yang barusan di-andai-kannya."Key, apa kamu bahagia selama ini tanpa aku?" Genggaman itu masih nyaman kurasakan, tetapi tidak dengan hatiku setelah mendengar ucapannya barusan. Tak bisa kubendung lagi airmata menetes begitu saja. Mengapa aku jadi lemah dan cengeng? Aku terbawa suasana."Hey, kamu kenapa?" Dia mengusap air mata di pipi. "Are you ok?"Bukannya semakin tenang, rasa sakit yang tersisa selama ini sudah aku pendam, kuluapkan dengan isakkan tangis di depannya. Bahu terasa berguncang karena tangisan yang tercurahkan.Bahagia? Arti bahagia itu sangat luas. Bahagia dalam arti yang bagaimana maksudnya? Jika ditany
"Mama kenapa, Lin? Ngomong yang jelas." Aku pun ikut panik dibuatnya."Mama pingsan, Kak."Astaga, ternyata apa yang kutakutkan terjadi. Kenapa dan bagaimana ini bisa terjadi? Pertanyaan itu berputar di benakku."Aku ke sana sekarang, Lin. Kamu jagain Mama dulu." Aku mengakhiri panggilan secara sepihak. Meski tidak paham persis apa yang terjadi, aku tahu penyakit yang diderita Mama, beliau pasti kelelahan. Aku harus segera melihat keadaannya."Kenapa, Key?" Raut wajah Bastian pun tampak panik ketika mendengar kata Mama kusebut."Mama pingsan, aku harus ke sana." Suaraku bergetar."Ayo, aku anter." Bergegas dia beranjak bangkit dari sofa.Aku mengiyakan karena aku tidak ada alasan menolaknya, dalam pikiranku segera mengetahui kondisi dan memberikan pertolongan kepada Mama.Aku menggendong Gita dan melangkah masuk ke dalam mobil sedan hitam. Bastian melajukan mobil sedangkan aku menunjukkan jalan ke rumah Mama. Pria tersebut belum tahu alamat rumah dihuni Mama sekarang. Dia hanya perna
Hatiku kacau ketika tahu Mama pingsan tadi. Lebih kacau lagi saat aku menyadari penyebabnya karena kelelahan mencari rupiah untuk melangsungkan hidupnya. Iya, dulu sebelum Papa meninggal, hidup kami serba berkecukupan bahkan bisa dikatakan hidup di atas rata-rata. Rumah megah dilengkapi dengan beberapa pelayan, mobil mewah dengan supir siap antar. Kapan dan di mana pun kita mau berlibur, tinggal pilih saja, tidak ada masalah sama sekali.Papa, seorang pengusaha kontraktor di mana mempunyai puluhan karyawan yang mengabdi untuk perusahaanya. Kerjaan Mama di rumah hanyalah mengurus kami dan mengikuti beberapa arisan di lingkungan tetangga dan teman sosialitanya.Namun malang, perusahaan Papa akhirnya mencapai titik terendah, salah satu karyawan melarikan uang perusahaan milyaran rupiah. Ditambah dengan tindakan korupsi yang dilakukan karyawan lainnya, dengan menggantikan bahan bangunan oplosan sehingga menyebabkan bangunan klien yang dikelola Papa mengalami keruntuhan dan menjatuhkan ba