"Hai, ikut gabung, ya. Akhirnya kita ketemu dan kumpul lagi di sini. Apa kabar kalian semua?" sapa Ayu saat meletakkan piring ke meja dan duduk di samping Kevin.
"Baik." Terdengar jawaban dari salah satu teman mereka, Abas.Keysha mengambil posisi duduk di samping Ayu dan memangku Gita. Dia hanya melemparkan senyuman kepada teman yang menyapanya saja, tanpa sedikitpun menoleh ke arah Bastian.Sementara Bastian terlihat sungguh mempesona dengan kemeja pendek dongker, tengah mencuri pandang dari tadi sejak melihat mereka menuju ke meja. Dia juga memindai Gita yang berjalan bersisian dengan balon di tangannya. Ternyata Gita dari tadi main dengan mainan tersebut yang diberikan Ayu, pantas saja tidak terdengar rengekan darinya.Bastian, Kevin, Roni, dan Abas memang satu geng zaman kuliah dulu. Mereka mengambil jurusan manajemen bisnis yang merupakan kakak senior beda dua tahun dari Keysha dan Ayu. Sementara Keysha dan Ayu jurusan akutansi di fakultas yang sama, Ekonomi.Zaman kuliah dulu, mereka berenam sangat akrab dan suka kumpul bareng, sampai terbentuk dua pasangan yaitu Bastian-Keysha dan Kevin-Ayu. Hanya saja yang berhasil sampai ke pelaminan hanya Kevin dan ayu, Bastian dan Keysha kandas di tengah jalan."Hai, Key, apa kabar lo? Itu anak lo?" sapa Abas sambil menguyah makanan di mulutnya.Keysha mengangguk, "Gita, sapa dong para om yang ada di sini.""Hai, Om. Apa kabal?" Suara cadel Gita sontak membuat Ayu ketawa."Baik, Sayang." Abas menyahutnya."Cantik, kayak lo, Key," sambungnya sambil melirik Bastian yang tiba-tiba menjadi tuna wicara."Busyet lo, Key. Masa kita dipanggil Om, sih. Kesannya gimana gitu." Kini Roni protes dengan nada ledek."Habis lo orang mau dipanggil apa? Mamang? Uwak?" Kini terlihat Keysha yang sudah kembali ceria dan beradaptasi dengan candaan teman zaman kuliahnya dulu.Ucapan barusan membuat mereka tertawa berbarengan. Sambil menikmati makanan, mereka bercanda tawa dan saling memberi informasi tentang pekerjaan yang mereka kerjakan sekarang. Sementara Bastian yang dari tadi belum bersuara sejak kehadiran Keysha, mendadak merasa ada sesuatu yang mengganjal tenggorokannya.Berbeda dengan Keysha yang merasa lebih nyaman meski harus bergabung dengan Bastian yang dari tadi hanya bisa menatapnya. Namun, saat dia tertangkap basah, dengan cepat dia memalingkan wajah dan menyembunyikan kesalahtingkahannya.Dalam hati, ingin sekali dia menanyakan kabar wanita yang pernah ada di hatinya itu. Sisa cinta yang ada di lubuk hati masih ada untuknya, bahkan masih begitu besar. Saat itu, ingin ia menjelaskan alasannya melanjutkan kuliah S2 ke Jepang dari beasiswa. Bukan tanpa pamit sebenarnya, ia punya sebab melakukannya. Sebuah alasan yang masih disimpan rapi di hati. Namun, apakah Keysha akan percaya dengan alasan yang dikatakan Bastian?"Guys, aku ambil makanan lagi ya, masih laper," kata Bagas sambil beranjak dari duduk."Eh, aku juga mau ke toilet dulu ya," sambung Roni ikutan berdiri dan berjalan berbarengan Bagas."Em, Sayang, kayaknya aku juga mau nambah makanan, deh, tadi yang kamu ambil masih kurang, yuk, temani aku." Kevin menarik tangan dan mengajak Ayu.Ayu kelihatan kebingungan dengan tingkah ketiga teman lain yang sudah meninggalkan tempat itu. Namun, isyarat mata Kevin, dia sanggup mengerti apa maksud dan tujuan mereka.Mereka ingin memberi ruang dan waktu untuk Bastian dan Keysha mengobrol berdua, membahas tentang hubungan mereka yang masih menggantung."Gita Sayang, masih mau balon nggak? Yuk, Tante ambilin, mau warna apa?" Ayu mengajak dan menarik tangan Gita yang sudah selesai makan disuapi Keysha."Lo di sini, ya, ntar aku balikin Gita lagi. Aku bawa dia jalan-jalan dulu, biar nggak bosan." Ayu mengerlingkan mata dan memberi isyarat agar Keysha harus tetap tinggal di situ dan jangan menghindari Bastian terus.Sepertinya Keysha mengerti maksudnya dan berusaha bersikap biasa saja agar tidak terlihat sedang takut menghadapi sang mantan. Kini suasana di meja itu menjadi canggung dan asing baginya setelah keempat temannya meninggalkan tempat tersebut.Jujur, Keysha benci keadaan situasi dan pertemuan seperti ini, malas menata hati untuk mendengar apapun yang akan dijelaskan Bastian nanti.Kalau dulu iya, dia ingin sekali mendengar alasan dari Bastian. Akan tetapi, beriringan dengan waktu yang berjalan, lambat laun Keysha sudah bisa ikhlas merelakan kepergian Bastian yang tanpa pamit itu."Boleh aku duduk di sini?" Suara mantan kekasih itu terdengar jelas, ternyata dia sudah berdiri di belakang kursi kosong samping Keysha dan meminta persetujuannya sebelum duduk."Terserah," jawab Keysha singkat tanpa menoleh.Bastian menarik kursi lalu menempelkan bokong dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi setelah menerima jawaban 'terserah' darinya.Keysha yang berpura-pura fokus menatap ponsel, masih belum mau bersuara apalagi menoleh ke arahnya. Dia sedang mengatur jantung yang tiba-tiba berdegub tak karuan setelah dia tahu Bastian duduk di samping sedang mengamati dirinya."Kamu apa kabar?" Tiba-tiba suara itu memecah keheningan."Baik." Keysha refleks menjawab singkat, masih pura-pura fokus dengan ponsel yang ada dalam genggamannya."Kamu nggak tanya kabar aku?" Bastian memancing supaya Keysha mau bersuara sekadar menanyakan kabar."Buat apa?" Lagi-lagi Keysha menjawab dengan nada ketus, masih enggan menoleh."Kita, kan, sudah lama nggak bertemu, nggak tahu kabar satu sama lain ....""Lebih bagus lagi kalau kita nggak usah ketemu selamanya."Keysha memotong pembicaraan dan menekan kata 'selamanya'. Pun memberanikan diri menoleh dengan tatapan sedingin kutub."Kamu marah?"Bastian membalas tatapan Keysha. Ia dapat merasakan wanita itu telah menyimpan luka. Tatapan dingin Keysha yang tak pernah ia lihat saat masih bersamanya dulu."Enggak."Keysha cepat-cepat beralih menatap ponselnya kembali. Wanita berambut ikal tersebut tidak mau mempertahankan kontak mata dengan Bastian terlalu lama. Dia belum sanggup menatap mata Bastian yang begitu dirindukan selama ini. Menyadari bahwa dirinya sudah bersuami dan ia harus menjaga jarak dengan lelaki lain untuk menghargai perasaan suaminya."Kalau kamu nggak marah, kamu nggak bakal bersikap seperti ini, cuek, dingin, jutek, bersikap asing kepadaku."Keysha yang masih betah menatap ponselnya, tidak menjawab apapun. Dia memang sengaja tidak mau berbicara banyak hal dengannya."Key!"Membetulkan posisi duduk, berulang kali Bastian menghela napas untuk mengurai sesak yang bergelombang di dada. Ingin menjelaskan semuanya tetapi dia sedang mencari momen yang pas. Bukan saat itu, Bastian dapat mencium aroma penolakan Keysha. Ia melihat wanita yang masih cantik di matanya seolah menutup diri, menghindar dan tidak mau mendengarkan penjelasannya."Kenapa kamu menikah dengan pria lain?"Setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya Bastian bertanya. Dia merasa Keysha semestinya harus menunggu dia pulang dari Jepang.Merasa tak nyaman dengan pertanyaan yang baginya tak perlu dijawab, Keysha melebarkan pupil mata seperti sedang berusaha mengendalikan diri. Menurutnya, Bastian tidak pantas bertanya dan seharusnya menjawab pertanyaannya yang selama ini masih ia pendam. Kenapa selama ini dia tidak pernah menghubunginya? Kenapa nomor ponselnya tidak aktif? Akses sosmed-nya pun sudah ditutup semua. Mereka benar-benar hilang kontak."Kenapa, Key?"Bastian mengulang pertanyaan yang tak terjawab dengan suara lirih. Wajahnya mendekat untuk melihat rona muka Keysha dengan jelas. Namun, wanita tersebut bangkit dari duduk dengan raut yang tak suka, dan segera melangkah menjauhinya. Melihat respons Keysha, Bastian pun mengikuti langkah dan berusaha mencegat. Mempercepat langkah untuk mensejajarkan langkahnya dan pria tampan itu tak sengaja menarik lengannya."Key, kita butuh bicara. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya."Keysha menahan langkah lalu menoleh. "Tidak ada yang harus kita bicarakan lagi, hubungan kita udah selesai, the end."Keysha menghentakkan tangan dan berhasil lepas dari genggamannya, kemudian melanjutkan langkah lebar, berusaha menjauhinya."Key, kamu mau ke mana?" Bastian masih berusaha mengejar tetapi tanpa menyentuhnya lagi."Pulang.""Aku anter," sambungnya cepat sambil terus berusaha mensejajarkan langkahnya."Enggak usah. Suamiku udah tunggu di depan." Keysha berhenti di mana Ayu dan Gita berdiri."Yuk, Sayang, kita pulang. Ayah sudah ada di depan."Keysha menggendong Gita. Dia pamit kepada Ayu yang dari tadi sudah memperhatikan gerakan mereka dari jauh. Namun, dia tidak tahu persis apa yang dibicarakan, yang ditangkap terjadi perdebatan di antara mereka.Ayu mengangguk dengan raut wajah prihatin, "aku anter ke depan, ya."Ayu memberi isyarat mata kepada Kevin untuk mencegah Bastian agar tidak mengikuti Keysha lagi. Dia tahu, Keysha sedang tidak dalam keadaan baik.Mereka mengayunkan langkah beriringan meninggalkan Bastian yang masih mematung menatap punggung Keysha yang menghilang dari pandangannya.Dengan hati yang penasaran, Bastian berinisiatif mengikuti Keysha dari jarak jauh. Kevin pun mengikutinya. Dia ingin melihat sosok suami yang sudah menikahi Keysha dan merebut darinya. Matanya menyipit untuk memfokuskan wajah pria yang ada di dalam mobil. Wajah itu sangat jelas ketika Keysha membuka pintu mobil penumpang bagian depan."Oh, ternyata dia suaminya. Tetapi, kenapa harus lelaki itu?" Bastian bergumam dalam hati dengan sekali tarikan napas panjang.POV KeyshaSetelah masuk ke mobil Mas Ikbal, aku dan Gita mencium punggung tangannya. Kulihat suamiku memamerkan deretan gigi putih bak model iklan pasta gigi meski kutahu dia sedang menyimpan lelah di wajah."Sorry, apa aku telat?" "Enggak kok, Mas. Kamu kelihatan kecapean sekali, kamu udah makan?" Rasa khawatir tak bisa kubendung, aku tak mau dia sakit. Kemacetan di jalan benar-benar sudah menguras sepenuhnya pikiran dan tenaganya. Namun, mau bagaimana lagi? Aku terpaksa merepotkan dia yang harus menjemput karena aku sendiri belum berani naik taksi malam hari. Begitupun Mas Ikbal, ia pasti akan melarangku."Udah tadi di rest area. Ini kita langsung pulang, ya." Aku menggangguk menanggapinya.Mobil melaju meninggalkan tempat acara. Dalam perjalanan, diam menemani kami. Mungkin Mas Ikbal terlalu lelah menempuh kemacetan tadi, sedangkan Gita sudah tertidur pulas dalam dekapanku. Aku? Aku masih sedikit kaget dengan pertemuan yang tak kurencanakan dengan Bastian barusan.Raga memang ad
Ikbal Hardisuryo, lelaki yang sudah menikah denganku. Dia lelaki yang sudah menjadi imam dalam hidupku. Lelaki yang sudah menjadi ayah untuk anakku, Gita dan menjadi tulang punggung untuk keluarga kecilku. Lelaki lembut yang sabar menunggu aku membuka hati untuknya. Pernikahan kita berdasarkan perjodohan yang tidak saling kenal. Mama terpaksa melakukan perjodohan ini karena beliau tidak mau aku terpuruk kesedihan mendalam akibat perlakuan Bastian yang pergi tanpa pamit."Jika ada satu pintu kebahagiaan tertutup, maka bersabarlah, akan ada pintu kebahagiaan lainnya yang terbuka lebar menantimu. Mungkin orang itu Nak Ikbal. Kenapa kamu tidak mencoba membuka hati untuknya?"Itulah kalimat yang membuatku sadar dan bangkit dari keterpurukan yang selama ini aku alami. Menanti kabar yang tak pasti padahal di depan ada sosok lelaki yang sudah tulus dan siap membahagiakan aku."Mama yakin, beriringan dengan waktu, cinta bisa tumbuh dengan sendirinya karena terbiasa hidup bersama." Itulah kata
Seperti melihat sosok maling, spontan aku menutup kembali pintu dengan sekuat tenaga yang tersisa setelah mengetahui tamu yang tak kuundang berdiri di depan rumah. Namun sayang, pintu tak sempat tertutup karena dia refleks mendorong pintu dengan kuat dan cepat. Serasa sia-sia, tenaga yang kukeluarkan tak sebanding dengan tenaganya, sehingga pintu terbuka kembali."Key, tolong jangan usir aku. Biarkan aku menjelaskan semuanya." Tamu itu tak lain adalah Bastian."Beraninya kamu menginjak rumahku, kamu nggak takut ketahuan suamiku kalau kamu datang menemuiku." Kupasang wajah jutek dan tatapan tak suka, berharap dia segera pergi dari sini. Aku khawatir Mas Ikbal tiba-tiba pulang dan melihat kedatangannya di sini. Apa yang akan aku jelaskan tentangnya? Apa aku akan mengaku, Bastian adalah mantanku?"Suamimu nggak ada di rumah, kan?" Dengan enteng dia mengatakan hal benar itu.Bagaimana dia tahu kalau suamiku sedang keluar dan tidak di rumah? Apa dia sudah memata-mataiku di sekitar rumahku
Bisa kurasakan tatapan Bastian masih penuh harap agar kita masih bisa bersatu kembali. Tatapan itu seakan memberikan celah untuk memulai harapan baru bersamanya. Mengapa harapan kita bisa sama?Bahkan, senyuman menawan yang mengulas sangat indah di bibirnya mengingatku kembali ke masa-masa indah dulu. Tak sadar, aku membalas menyunggingkan bibir seolah mengiyakan apa yang barusan di-andai-kannya."Key, apa kamu bahagia selama ini tanpa aku?" Genggaman itu masih nyaman kurasakan, tetapi tidak dengan hatiku setelah mendengar ucapannya barusan. Tak bisa kubendung lagi airmata menetes begitu saja. Mengapa aku jadi lemah dan cengeng? Aku terbawa suasana."Hey, kamu kenapa?" Dia mengusap air mata di pipi. "Are you ok?"Bukannya semakin tenang, rasa sakit yang tersisa selama ini sudah aku pendam, kuluapkan dengan isakkan tangis di depannya. Bahu terasa berguncang karena tangisan yang tercurahkan.Bahagia? Arti bahagia itu sangat luas. Bahagia dalam arti yang bagaimana maksudnya? Jika ditany
"Mama kenapa, Lin? Ngomong yang jelas." Aku pun ikut panik dibuatnya."Mama pingsan, Kak."Astaga, ternyata apa yang kutakutkan terjadi. Kenapa dan bagaimana ini bisa terjadi? Pertanyaan itu berputar di benakku."Aku ke sana sekarang, Lin. Kamu jagain Mama dulu." Aku mengakhiri panggilan secara sepihak. Meski tidak paham persis apa yang terjadi, aku tahu penyakit yang diderita Mama, beliau pasti kelelahan. Aku harus segera melihat keadaannya."Kenapa, Key?" Raut wajah Bastian pun tampak panik ketika mendengar kata Mama kusebut."Mama pingsan, aku harus ke sana." Suaraku bergetar."Ayo, aku anter." Bergegas dia beranjak bangkit dari sofa.Aku mengiyakan karena aku tidak ada alasan menolaknya, dalam pikiranku segera mengetahui kondisi dan memberikan pertolongan kepada Mama.Aku menggendong Gita dan melangkah masuk ke dalam mobil sedan hitam. Bastian melajukan mobil sedangkan aku menunjukkan jalan ke rumah Mama. Pria tersebut belum tahu alamat rumah dihuni Mama sekarang. Dia hanya perna
Hatiku kacau ketika tahu Mama pingsan tadi. Lebih kacau lagi saat aku menyadari penyebabnya karena kelelahan mencari rupiah untuk melangsungkan hidupnya. Iya, dulu sebelum Papa meninggal, hidup kami serba berkecukupan bahkan bisa dikatakan hidup di atas rata-rata. Rumah megah dilengkapi dengan beberapa pelayan, mobil mewah dengan supir siap antar. Kapan dan di mana pun kita mau berlibur, tinggal pilih saja, tidak ada masalah sama sekali.Papa, seorang pengusaha kontraktor di mana mempunyai puluhan karyawan yang mengabdi untuk perusahaanya. Kerjaan Mama di rumah hanyalah mengurus kami dan mengikuti beberapa arisan di lingkungan tetangga dan teman sosialitanya.Namun malang, perusahaan Papa akhirnya mencapai titik terendah, salah satu karyawan melarikan uang perusahaan milyaran rupiah. Ditambah dengan tindakan korupsi yang dilakukan karyawan lainnya, dengan menggantikan bahan bangunan oplosan sehingga menyebabkan bangunan klien yang dikelola Papa mengalami keruntuhan dan menjatuhkan ba
Ibu Naila dipindahkan ke kamar perawatan tipe VVIP yang dipesan Bastian. Terlalu mewah, ingin rasanya Keysha melayangkan protes kepadanya. Namun, pemilik mata bundar itu tidak tahu bagaimana cara menghubunginya. Ia lupa menanyakan nomor ponsel pria itu. Mau bertanya kepada Ayu, tetapi ada rasa gengsi yang masih menggerogoti hati. Akhirnya dia mengurungkan niat.Entah karena kenyamanan kamar atau efek obat yang sudah diminum, akhirnya Naila bisa tertidur pulas. Gita juga ikut lelap di sofa empuk yang ada di ruang beraroma desinfektan.Melihat kondisi sudah terasa kondusif, Elina pun mendekati sang kakak untuk mendapatkan jawaban dari sejuta pertanyaan yang sudah menghantuinya sejak pagi tadi."Kak, kenapa pesan kamar ini, sih?"Elina menarik tangannya dan bertanya setengah berbisik agar mama tak mendengar percakapan mereka."Mana kutahu, Bastian yang pesan kamar ini." Keysha menaikkan kedua bahu bersamaan."Kakak tahu, kan, biaya rumah sakit nggak murah, asuransi Mama udah nunggak, ngg
Namun, percakapan itu terputus ketika Gita berlari melepas genggamannya. "Oma," panggil Gita setelah melihat dan berlari ke arah sang nenek yang tengah duduk berhadapan dengan lelaki masa lalu, Bastian."Hallo, Cucu kesayangan." Naila mencium kening cucu satu-satunya.Dengan langkah berat, Keysha masuk ke dalam rumah dan pandangan mengarah sekilas ke lelaki berkemeja panjang marron yang terbalut sempurna di tubuh. Dasi hitam yang melingkar leher menambah aura kewibawaan.Pria bertubuh tegap itu pun beranjak bangkit dan menghampiri Keysha yang masih betah berdiri di dekat pintu."Hai," sapanya dengan menyebarkan senyuman yang merupakan pemandangan favorit Keysha, dulu. Perempuan itu menatap pria yang kini jaraknya sangat dekat, ada rasa rindu di hati setelah beberapa hari tidak berjumpa. Dia tidak sanggup membalas menyapa, mendadak lidahnya menjadi kaku. Namun, mengapa aroma parfum khas maskulin milik Bastian sungguh memanjakan indra penciuman. Seolah terhipnotis, dia pun enggan mele