"Iya setelah dapat dan sekarang body-ku enggak seksi lagi? Mulai pelan mencampakkanku." Mulutnya tak berhenti menggerutu seperti langkahnya yang terus melaju.
Perlahan, Bastian bisa membaca aura kecemburuan dari istrinya semakin memuncak. Dia pun menarik sedikit kedua sudut bibir dan menarik lengan Keysha."Hei, kamu cemburu?"Wanita itu menahan kaki lagi dan menatap lekat suaminya. Mau mengakuinya, tetapi kok, malu. Namun, syukurlah akhirnya dia peka, batinnya."Au ah, gelap."Lalu, Keysha kembali melangkah menjauhi pemilik mata elang itu. Sementara Bastian masih terpaku memandang punggung Keysha yang semakin lama semakin menjauh."Jadi mikir nih untuk punya anak kedua kalau ngidamnya kayak gini. Parah, kudu siapin stok kesabaran berkarung-karung. Perasaan dulu dia enggak pernah cemburuan kayak begini banget. Selalu percaya karena dia tahu sebesar apa cintaku untuknya."Bastian bermonolog dalam hati sembari menggele"Eh, sekretarisku. Ini habis dari kantor. Lembur ada meeting dadakan." Ronald menjawab sedikit salah tingkah. "Kalau anak ini?" Keysha mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut. Anak itu mundur dan bersembunyi di belakang gadis yang Keysha belum tahu namanya."Anaknya Bagas, tahu kan?""Bagas, adik kamu?" Bastian menerkanya.Dia mengangguk, "istrinya baru meninggal enam bulan yang lalu, kecelakaan.""Inalilahi ... Sorry ya, aku enggak tahu." "Ya, enggak apa-apa. Jadi sekarang aku yang merawatnya dan kadang gantian sama mama.""Oh, sekretarismu bantuin kamu jaga anak ini juga?" Keysha melihat keakraban dari mereka, anak itu terkesan nyaman memegang tangan sang sekretaris."Halalin segera, biar enggak jadi cibiran orang, masa sekretaris merangkap jadi babysitter." Keysha menggodanya. "Iya, iya, tunggu aja undangannya." Ronald menyambut godaannya dengan kekehan. "Gitu dong move on, bagaiman
"Key, lo jadi datang, kan?" tanya Ayu via telepon saat Keysha sudah berada di taksi online bersama Gita."Iya, ini lagi otw. Bentar lagi nyampe, kok," jawab Keysha dengan santai seraya bola mata mengedarkan ke luar jendela."Oke, aku tunggu lo. Aku baru nyampe juga, nih. Hati -hati, ya. Bye."Keysha terpaksa menggunakan jasa taksi tersebut, lantaran Ikbal yang tadi pagi janji akan mengantarnya sedang dalam perjalanan pulang tetapi macet. Sang suami pun menyuruhnya berangkat tanpa menunggunya sampai di rumah."Ya, nanti kalo pulang, aku yang jemput. Soalnya acara juga pasti selesainya malam banget, aku nggak tega lihat kamu dan Gita pulang sendirian." Itu jawaban Ikbal tadi sore, yang masih fokus dengan jalan di depannya.Selang beberapa menit, tiba di acara reunian, Keysha memegang tangan Gita sembari berjalan bersisian. Wajah gadis kecil berusia tiga tahun itu tampak riang dan antusias karena diajak jalan-jalan."Bun, ada balon." Gita menunjuk balon warna-warni yang terpajang di pi
"Kenapa ada dia?" Keysha berucap pelan tanpa sadar.Ayu mendengar apa yang diucapkan Keysha walaupun suaranya tadi terdengar lirih. Rupanya wanita berkaos hitam itu masih bersama dan menemaninya sejak masuk sampai ke meja prasmanan."Dia? Maksud kamu siapa?" Ayu mengikuti arah mata Keysha menatap dan segera tahu siapa orang yang dimaksud."Kenapa ada kakak senior dalam acara reuni ini? Bukannya ini khusus fakultas se-angkatan kita?" Keysha merasa heran kenapa undangan beda dengan realita. Jelas di sana tertulis, khusus se-angkatan saja. Ini salah satu alasan Keysha mengiyakan bujukan Ayu waktu itu untuk menghadiri reuni. Iya, karena undangan reuni khusus se-angkatan, bukan berbaur dengan kakak senior. Lantaran Keysha memang sedang menghindari pertemuan kembali dengan kakak senior, eh, lebih tepatnya menghindari pertemuan dengan Mr. mantan, Bastian."Tadinya memang khusus untuk se-angkatan, tapi pas seminggu sebelum hari-H, ternyata banyak yang nggak bisa hadir. Panitia bingung, maka
"Hai, ikut gabung, ya. Akhirnya kita ketemu dan kumpul lagi di sini. Apa kabar kalian semua?" sapa Ayu saat meletakkan piring ke meja dan duduk di samping Kevin."Baik." Terdengar jawaban dari salah satu teman mereka, Abas.Keysha mengambil posisi duduk di samping Ayu dan memangku Gita. Dia hanya melemparkan senyuman kepada teman yang menyapanya saja, tanpa sedikitpun menoleh ke arah Bastian.Sementara Bastian terlihat sungguh mempesona dengan kemeja pendek dongker, tengah mencuri pandang dari tadi sejak melihat mereka menuju ke meja. Dia juga memindai Gita yang berjalan bersisian dengan balon di tangannya. Ternyata Gita dari tadi main dengan mainan tersebut yang diberikan Ayu, pantas saja tidak terdengar rengekan darinya.Bastian, Kevin, Roni, dan Abas memang satu geng zaman kuliah dulu. Mereka mengambil jurusan manajemen bisnis yang merupakan kakak senior beda dua tahun dari Keysha dan Ayu. Sementara Keysha dan Ayu jurusan akutansi di fakultas yang sama, Ekonomi.Zaman kuliah dulu,
POV KeyshaSetelah masuk ke mobil Mas Ikbal, aku dan Gita mencium punggung tangannya. Kulihat suamiku memamerkan deretan gigi putih bak model iklan pasta gigi meski kutahu dia sedang menyimpan lelah di wajah."Sorry, apa aku telat?" "Enggak kok, Mas. Kamu kelihatan kecapean sekali, kamu udah makan?" Rasa khawatir tak bisa kubendung, aku tak mau dia sakit. Kemacetan di jalan benar-benar sudah menguras sepenuhnya pikiran dan tenaganya. Namun, mau bagaimana lagi? Aku terpaksa merepotkan dia yang harus menjemput karena aku sendiri belum berani naik taksi malam hari. Begitupun Mas Ikbal, ia pasti akan melarangku."Udah tadi di rest area. Ini kita langsung pulang, ya." Aku menggangguk menanggapinya.Mobil melaju meninggalkan tempat acara. Dalam perjalanan, diam menemani kami. Mungkin Mas Ikbal terlalu lelah menempuh kemacetan tadi, sedangkan Gita sudah tertidur pulas dalam dekapanku. Aku? Aku masih sedikit kaget dengan pertemuan yang tak kurencanakan dengan Bastian barusan.Raga memang ad
Ikbal Hardisuryo, lelaki yang sudah menikah denganku. Dia lelaki yang sudah menjadi imam dalam hidupku. Lelaki yang sudah menjadi ayah untuk anakku, Gita dan menjadi tulang punggung untuk keluarga kecilku. Lelaki lembut yang sabar menunggu aku membuka hati untuknya. Pernikahan kita berdasarkan perjodohan yang tidak saling kenal. Mama terpaksa melakukan perjodohan ini karena beliau tidak mau aku terpuruk kesedihan mendalam akibat perlakuan Bastian yang pergi tanpa pamit."Jika ada satu pintu kebahagiaan tertutup, maka bersabarlah, akan ada pintu kebahagiaan lainnya yang terbuka lebar menantimu. Mungkin orang itu Nak Ikbal. Kenapa kamu tidak mencoba membuka hati untuknya?"Itulah kalimat yang membuatku sadar dan bangkit dari keterpurukan yang selama ini aku alami. Menanti kabar yang tak pasti padahal di depan ada sosok lelaki yang sudah tulus dan siap membahagiakan aku."Mama yakin, beriringan dengan waktu, cinta bisa tumbuh dengan sendirinya karena terbiasa hidup bersama." Itulah kata
Seperti melihat sosok maling, spontan aku menutup kembali pintu dengan sekuat tenaga yang tersisa setelah mengetahui tamu yang tak kuundang berdiri di depan rumah. Namun sayang, pintu tak sempat tertutup karena dia refleks mendorong pintu dengan kuat dan cepat. Serasa sia-sia, tenaga yang kukeluarkan tak sebanding dengan tenaganya, sehingga pintu terbuka kembali."Key, tolong jangan usir aku. Biarkan aku menjelaskan semuanya." Tamu itu tak lain adalah Bastian."Beraninya kamu menginjak rumahku, kamu nggak takut ketahuan suamiku kalau kamu datang menemuiku." Kupasang wajah jutek dan tatapan tak suka, berharap dia segera pergi dari sini. Aku khawatir Mas Ikbal tiba-tiba pulang dan melihat kedatangannya di sini. Apa yang akan aku jelaskan tentangnya? Apa aku akan mengaku, Bastian adalah mantanku?"Suamimu nggak ada di rumah, kan?" Dengan enteng dia mengatakan hal benar itu.Bagaimana dia tahu kalau suamiku sedang keluar dan tidak di rumah? Apa dia sudah memata-mataiku di sekitar rumahku
Bisa kurasakan tatapan Bastian masih penuh harap agar kita masih bisa bersatu kembali. Tatapan itu seakan memberikan celah untuk memulai harapan baru bersamanya. Mengapa harapan kita bisa sama?Bahkan, senyuman menawan yang mengulas sangat indah di bibirnya mengingatku kembali ke masa-masa indah dulu. Tak sadar, aku membalas menyunggingkan bibir seolah mengiyakan apa yang barusan di-andai-kannya."Key, apa kamu bahagia selama ini tanpa aku?" Genggaman itu masih nyaman kurasakan, tetapi tidak dengan hatiku setelah mendengar ucapannya barusan. Tak bisa kubendung lagi airmata menetes begitu saja. Mengapa aku jadi lemah dan cengeng? Aku terbawa suasana."Hey, kamu kenapa?" Dia mengusap air mata di pipi. "Are you ok?"Bukannya semakin tenang, rasa sakit yang tersisa selama ini sudah aku pendam, kuluapkan dengan isakkan tangis di depannya. Bahu terasa berguncang karena tangisan yang tercurahkan.Bahagia? Arti bahagia itu sangat luas. Bahagia dalam arti yang bagaimana maksudnya? Jika ditany