Share

Part 04: Orang Kaya Baru

AKU BUKAN MESIN PENCETAK UANG MAS!

Bagian 04: Orang Kaya Baru

Sandy berjalan menuju restaurant yang dijanjikan Fany. Tidak butuh waktu lama, sampai sudah ke restaurant yang dimaksud.

"Ibu, Fany, maafkan aku."

Sandy menarik kursi lalu duduk di depan Fany.

"Sekali lagi aku minta maaf, karena terlambat sedikit."

"Mas! Wajahnya kenapa merah?" tanya Fany. Dia menyuap nasi kebuli ke dalam mulutnya.

"Nggak kenapa-kenapa? Tadi kejedot di rumah. Mas buru-buru, makanya bisa kejedot pintu."

Sandy terpaksa bohong kepada Fany dan ibunya.

"Mas nggak usah bohong, apa jangan-jangan habis berantem sama Mbak Nara?" cecar Fanny sambil meneguk jus terong Belanda.

Sandy mengukir wajah masam. Kedoknya ketahuan sama Fany. Padahal, dia tidak mau kalau ibunya tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Sudah nggak usah dibahas lagi. Sekarang saatnya kita fun, menghabiskan uangnya Nara."

"Ma-maksudnya?" ucap Bu Nanik dan Fany serentak. Nama ibunya Sandy dan Fany Nanik.

Mas Sandy ketawa lepas melihat tingkah ibunya dan  Fany.

"Ini gawainya, ada samaku. Jadi, ibu dan Fany bebas mau pesan makan apa saja. Secara uang Nara ada di telepon seluler ini."

"Tunggu, ibu belum mengerti apa maksud kamu, San?" jawab Bu Nanik dengan menautkan alisnya sebelah ke atas sambil melihat ke arah Fany.

Fany juga bingung dan mengukir wajah heran. Dia tidak mengerti apa maksud Sandy.

"Di gawai ini ada aplikasi M-Banking namanya, Bu! Maka dari itu, aku bisa melakukan transaksi kapan dan di mana saja. Ntar aku transfer semua saldonya Nara ke rekening, Fany."

"Owh ...!" ucap Bu Nanik dan Fany serentak, mulut mereka bulat seperti huruf o.

Fany sibuk membolak-balek buku menu. Walaupun dia sudah pesan makanan. Dia tahan muntah asalkan makanannya gratis. Kesempatan emas bagi dia, bisa makan enak tanpa berpikir berapa harganya.

"Mas! Saya bingung mau mesan yang mana. Semuanya saya pengen icip, maklum jarang-jarang makan enak di restaurant seperti ini."

"Nggak usah bingung. Pesan saja apa maumu! Jangan kelihatan seperti orang susah. Mau makan enak saja mikir," ledek Sandy dengan suara naik satu oktaf dari biasanya.

Sandy mengukir senyum tipis sambil mengotak-atik ponsel yang dia bawa kabur.

"Mas Sandy," tegur Bu Nunik.

"Ya, Bu. Bagaimana?" tanya Sandy. Dia sibuk main game online. Tiada hari yang indah tanpa main game.

Pengunjung restaurant ketawa melihat ulah keluarga Sandy.

"Dasar kampungan ....!" sebuah suara dari meja sebelah.

Sandy langsung naik pitam, ia beranjak berdiri dari tempat duduknya.

"Sandy, mau ke mana?" tanya Bu Nunik sambil menahan langkah anaknya.

Namun, Sandy lebih kuat daripada ibunya.

"Mas nggak mau kalau ada orang lain menghina keluarga kita, Bu!" ucap Sandy dengan wajah merah. Sorot matanya sangat tajam ke arah perempuan yang menghina keluarga Sandy.

"Sudah, nggak usah kamu hiraukan. Lebih baik kita fun menikmati kebahagian ini."

Sandy langsung luluh mendengar nasihat ibunya. Dia langsung duduk kembali. Perlahan emosinya mulai reda.

"Ibu sudah selesai pesan makanannya. Bagaimana dengan kamu, Fan?" celetuk Bu Nunik sambil merapikan make up-nya. Padahal dia sudah tua, masih saja suka bersolek.

"Saya sudah, Bu," jawab Fany. 

****

Tidak berapa lama, pesanan tiba di meja. Kebiasaan jaman sekarang, kalau makan di restaurant, cafe atau hotel selalu foto buat di upload di sosial media.

"Eh, fhoto dulu! Aku mau buat status di aplikasi hijau mirip gagang telepon dan i***a storie."

Sandy merasa dongkol, padahal dia sudah lapar sekali.

"Betul juga kata kamu, Fan. Yuk, kita groupe."

"Hasilnya bagus, Mas," ucap Fany. 

"Ya baguslah! Secara gawai mahal."

Fany melihat wajah Sandy. Dia ingin sekali memiliki gawai seperti miliknya.

"Kalau begitu aku minta handphone seperti punya kamu, mas sama Mbak Nara."

"Habis dari sini saja kita beli telepon selulernya. Uangnya ada di ponsel ini kok. Kamu tenang saja, ok!"

****

Usai sudah makan malam. Fany dan Bu Nunik sendawa dengan suara kuat sampai terdengar ke meja sebelah. Para pengunjung tertawa tipis. Namun, Fany dan Bu Nunik tidak ada sama sekali peduli.

"Aku sudah kenyang. Sekarang pembayaran. Sesuai janji, Mas Sandy yang bayar 'kan?!" tanya Fany memperjelas ucapan Sandy pas di awal sebelum pesan makanan.

"Oh ya, Fan. Kamu bawa ATM-mu 'kan?" tanya sandy. Raut wajahnya mulai memerah dan panik.

"Bawa Mas, bagaimana?" tanya Fany.

Sandy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia juga tidak tahu harus mulai dari mana.

"Mbak! Billnya," teriak Fany dengan nada kuat. Dia memanggil pelayan dengan gaya sombong seperti orang kaya baru.

Tidak berapa lama pelayan restaurant datang membawa bill. Dia meletakkan nampan di atasnya selembar kertas tagihan semua biaya makanan yang baru saja di makan.

"Dua juta enam ratus tiga puluh satu ribu lima ratus."

Fany terkejut membaca nominal tagihan di bill yang baru saja diberikan pelayan restaurant.

"Kok bisa semahal ini, Mbak?!" tanya Fany dengan wajah pucat pasi.

"Silahkan dicek apakah sesuai dengan menu yang dipesan! Jika tidak sesuai boleh di komplain kok."

"Apa kamu nggak salah lihat, Fan?!" tanya Sandy panik. Dia juga sudah deg-deg kan tidak bisa mengotak-atik ponsel milik istrinya.

"Silahkan dicek kembali, Pak!" seru pelayan restaurant dengan lembut.

Dia mengukir senyum, walaupun rasa dongkol lahir di dalam dirinya. Sudah dua kali dia jelaskan, malah dituduh terus yang tidak-tidak.

"Fan! Kamu ada uang tunai nggak?" bisik Sandy di daun telinganya.

"Ada, buat beli perlengkapan lamaran. Emangnya kenapa?!" tanya Fany spontan.

Sandy merasa malu mendengar ucapan adiknya sendiri.

"Pakai uang itu dulu ya buat bayarnya! Kita ke ATM nanti habis dari sini," jelas Sandy sedikit bingung.

"Enak saja pakai uangku. Nggak mau akh! Pokoknya tadi sebelum pesan mas sudah janji kok. Aku tidak peduli!"

Sandy semakin panik. Semua mata pengunjung sudah melirik ke arah Sandy, Fany dan Bu Nunik.

"Kalau nggak snaggup makan enak dan mahal, nggak usah sok jadi orang kaya! Alasan ada uang di M-Banking. Nyatanya saldonya nol rupiah!" ledek ibu berbaju tunik tepat di samping meja Sandy, Fany dan Bu Nunik.

Cemoohon dan hinaan mulai berdatangan dari pengunjung. Sandy sudah merasa malu karena tidak bisa bayar.

"Fany, ayo dong bayar terlebih dahulu. Aku ganti setelah pulang dari sini. Aku janji, sumpah!" bujuk Sandy.

"Kamu transfer dulu ke rekeningku baru aku mau membayarnya!"

Fany mengancam. Dia tidak mau membayar duluan sebelum ada bukti.

"Mas transfer ke rekeningmu nanti saja. soalnya nggak bisa dari M-Banking ini. Aku yakin Nara sudah mengganti sandi ponsel miliknya."

"Banyak alasan. Aku tidak peduli!"

Fany mengemas barangnya. Dia ingin beranjak dari tempat duduknya.

"Eh kamu mau kemana?!" Selesaikan dulu biaya tagihannya!" rengek Sandy.

"Bukan urusanku!"

Bersambung ....

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status