Share

Part 05: Saldo Kosong

AKU BUKAN MESIN PENCETAK UANG MAS!

Bagian 05: Saldo Kosong

Mas Sandy mengotak atik gawai milik istrinya. Tidak bisa sama sekali. Tiba-tiba, wajahnya kecut masam.

"Kenapa, Mas?!" tanya Fany.

"Sandinya sudah diganti. Makanya aku harap bayar pakai uangmu terlebih dahulu. Kalau nggak, bisa gawat ini," ucap Sandy dengan panik.

"Terus kita mau bayar pakai apa?" tanya ibu.

Bu Nunik dan Sandy panik tidak karuan. Sementara Fany santai seperti tidak ada beban.

"Silahkan dibayar, Pak, Bu dan Mbak!"

"Berapa emangnya?" tanya Bu Nunik.

Bu Nunik buka suara. Dia sudah tidak tahan menanggung malu. Semua mata tertuju kepadanya. Ada yang mengarahkan camera.

"Semua total dua juta enam ratus tiga puluh satu ribu lima ratus."

Mata Bu Nunik mau keluar dari sarangnya.

"Apa?!" ucapnya.

"Silahkan dibayar sesuai dengan tagihan, Bu!" ucap general manager.

Kali ini GM nya turun tangan mengatasi masalah custumer.

"Kalau memang nggak sanggup makan di restaurant, nggak usah sok sosialita. Giliran bayar semua pada pura-pura terkejut. Pada saat mesan makanan, netranya kalap mau pesan semua menu. Dasar nggak pernah makan enak! Atau orang kaya baru," sindir salah satu pengunjung restaurant sambil mengarahkan camera ponselnya ke arah Sandy, Fany dan Bu Nunik.

Fany mencari ide, dia tidak mau kalau uangnya dipakai baut bayar tagihan biaya makan. Walaupun dia ikut menikmatinya.

"Sial! Buat malu-maluin saja. Kenapa bisa Mbak Nara mengganti pin M-Bankingnya, Mas?! Coba telpon sekarang Mbak Nara!" suruh Fany dengan wajah malu dan kecewa.

"Bagaimana mas, mbak dan Bu? Soalnya kerjaan saya masih banyak," desak pelayan restauran. Dia takut kalau GM-nya merah padam kepada dirinya. Dari sorot wajah GM-nya sudah tidak enak.

"Sebentar aku akan bayar ke kasir. M-Banking-ku terblokir akibat lupa pin."

Sandy mencoba mencari alasan agar pelayan restauran tidak terlalu lama menunggu. Sementara GM-nya masih saja berdiri di sampingnya, Sandy.

"Baik kalau begitu, Mas. Saya permisi," ucap pelayan tersebut sembari meninggalkan mereka. Dia pergi begitu saja walaupun ada rasa sedikit cemas dan takut dimarahi GM-nya.

"Fany, kamu sudah jadi belanja buat persiapan lamaranmu?" tanya Mas Sandy kembali. Padahal di awal jumpa sudah dia tanyakan. Mungkin ini efek sudah panik.

"Belum jadi, kenapa Mas?!" tanya Fany dengan sedikit wajah tidak enak dipandang mata.

Dia menerka maksud dan tujuan Sandy. 'Pasti mau memaksaku agar aku yang bayar terlebih dahulu. Pokoknya aku tidak mau.'

"Dahulukan saja bayarnya pakai uangmu! Entar sampe rumah Mas transfer ke rekeningmu! Dua kali lipat lagi!" ujar Sandy sembari meyakinkan Fany. Dia mencoba membujuk adiknya agar mau membayarnya sekarang.

"Uangnya di ATM masih, belum saya ambil."

Fany mencoba ngeles. Dia tidak mau mengeluarkan duit untuk membayarnya.

"Fany, jangan katrolah jadi orang. Bayar di restaurant seperti ini nggak perlu pakai uang tunai. Ngapain mempersusah diri, sudah ada namanya auto debit," ledek Mas Sandy.

Ibu Nunik hanya diam seperti orang planga-plongo, tidak mengerti apa yang dibicarakan Sandy dan Fany.

"Coba kamu ke kasir! Bayar terlebih dahulu. Agar tenang kita!" ujar Sandy.

"Mas Sandy janji ya, bayar dua kali lipat. Aku nggak mau kalau hanya cuma sebatas bibir."

Fany mulai luluh dan ingin mendapat imbalan dua kali lipat. Otaknya cepat menghitung uang.

"Fany, sejak kapan mamasmu bohong sama kamu. Apa yang kamu pinta, langsung aku kabulkan. Ndak mungkinlah aku mengelabuimu."

Sandy meyakinkan Fany.

"Asal betul sajalah. Kalau begitu aku ke kasir. Tunggu sebentar!"

Fany beranjak berdiri menuju kasir. Dia memasang wajah muka tembok. Dia tidak peduli dengan pengunjung lain.

"Mbak mau bayar."

"Table berapa dan atas nama siapa?" tanya penjaga kasir.

Fany mengulas senyum smirk. Dia tidak suka melihat kasirnya yang jutek menurutnya.

'Waduh, apa lagi yang dibilang. Sok-sok pakai Bahasa Inggris lagi,' ucapnya dalam hati.

"Mbak, table berapa dan atas nama siapa?" cecar penjaga kasir lagi.

Fany tidak tahu apa yang dikatakan penjaga kasir.

"Atas nama Mas Sandy, kalau ...," ucap Fany menjeda perkataannya.

Dia takut salah ucap karena pakai dia kurang mengerti Bahasa Inggris.

"Mbak ini ada-ada saja. Saya tanya table berapa nggak dijawab," ledeknya sembari mencek semua jumlah belanjaan Fany.

"Totalnya dua juta enam ratus tiga puluh satu ribu lima ratus."

Penjaga kasir mengulangi nominal yang harus dibayar

"Aku sudah tahu, Mbak nominalnya. Aku mau bayar pakai ATM ini. Uang tunai nggak ada, adanya cuma di dalam ATM ini saja."

Fany menyodorkan ATM miliknya kepada kasir. Dia mengedarkan pandangan ke sembarang arah.

"Oh, mau bayar auto debit," ucapnya sembari menerima dan memasukkan ATM puya Fany ke dalam mesin.

"Silahkan tekan pinnya, Mbak. Setelah selesai tekan tombol hijau dan ulangi sekali lagi dengan hal yang sama."

Fany mengikuti perintah penjaga kasir.

"Sudah, Mbak."

Penjaga kasir melihat ke arah mesin. Ternyata tulisannya saldo limit.

"Mbak, saldonya limit."

"Hah! apa lagi itu, Mbak."

Fany terkejut dan tidak tahu apa arti dan maksudnya.

"Saldonya kosong," ucap penjaga kasir.

"Nggak mungkin, Mbak! Baru tadi pagi Mas saya transfer ke rekening ini. Masa sudah limit."

Fany tidak terima kalau saldo di dalam ATM-nya kosong.

"Mungkin Mbaknya bulan lalu masih ada tunggakan, ketika Mbak transfer ke rekening ini, maka secara otomatis saldonya disedot alias terpotong."

"Nggak ... nggak mungkin. Masa uangku bisa hilang sekejap. Enam juta loh, Mbak isinya."

Fany masih saja tidak percaya apa yang terjadi baru saja. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi dan belanja apa saja dia. Tidak ada sama sekali membuahkan hasil.

"Coba diingat saja terlebih dahulu, Mbak! Apakah ada tunggakan bulan lalu."

"Nggak ada, Mbak. Aku paling anti ngutang atau menunggak. Pasti ada yang tidak beres ini."

Fany panik dan tidak terima uangnya hangus begitu saja.

"Bagaimana solusinya, Mbak. Apakah uang tunai saudaranya Mbak nggak ada. Alangkah baiknya pakai uang tunai saja bayarnya. Karena billnya sudah terprint."

"Sial! Pasti gara-gara Mbak Nara ini."

Fany menuduh yang tidak-tidak kepada kakak iparnya.

"Mbak, aku kesana, sebentar," ucap Fany sembari menunjuk meja ke arah Sandy.

Fany berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban dari penjaga kasir.

"Mas, uangnya hilang kata mbak penjaga kasir."

"Bagaimana bisa hilang, Fany?! Uang enam juta bisa ludes sekejap! Kamu jangan mengada-ngada."

Sandy semakin panik dan menampar meja. Padahal pengunjung lain sudah melupakan kejadian tadi, karena Sandy menampar meja menjadi pusat perhatian tamu pengunjung.

"Aku nggak mengada-ngada, Mas! Aku juga nggak tahu kenapa bisa terjadi."

"Makanya kalau nggak sanggup bayar makan di tempat mahal, nggak usah gayanya sok kaya. Sekarang pening sendiri 'kan!" ledek pengunjung sebelah meja mereka.

Sandy mau melempar gelas bekas jus kepada tamu yang mengejeknya. Namun, dia masih bisa mengontrol amarahnya.

Paling jadi babu di sini alias tukang cuci piring sampai terbayar lunas. Makanya, nggak usah sok jadi orang kaya!"

Ledekan demi ledekan telah dipanen Sandy, Fany dan Bu Nunik. Kupingnya terasa kebal mendengar hinaan yang diterima.

"Aa-aku ada ide, Nak!"

Bersambung ....

Next?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ferzy Rambu Anarky
d lanjut lg gak nih?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status