Share

Bab 5

Author: ShenShen
last update Last Updated: 2025-09-26 22:31:22

Melihat pesan munculnya misi, Steve Hart langsung mengemudikan mobilnya menuju arah Agatha pergi bersama teman-temannya.

Meski Steve Hart menyalahkan Agatha akan situasinya di keluarga Cattegirn saat ini, tetapi Agatha bukanlah orang yang ikut memperlakukannya buruk bahkan beberapa kali mencoba melindunginya dari perlakuan tidak pantas keluarga Cattegirn.

Kini Steve mengetahui ada hal buruk coba Eric dan teman-temannya yang lain ingin lakukan pada Agatha, tentulah Steve Hart tidak bisa membiarkan hal ini begitu saja, terlebih Agatha merupakan istrinya.

Tidak lama Steve Hart mengemudikan mobilnya, ia akhirnya berhasil menyusul Agatha yang ternyata memasuki sebuah bar tidak jauh dari Universitas Avebury.

Bukan hanya mereka saja, tetapi banyak mahsiswa lain juga memasuki bar tersebut. Membuat alasan menghadiri penyambutan mahasiswa baru yang Agatha sempat sampaikan, terbukti benar.

“Apa yang kau rencanakan, Eric?” gumam Steve Hart.

Steve Hart bukan tidak tau kalau Eric menaruh rasa pada Agatha, tidak berubah bahkan setelah Agatha telah menikah sekalipun.

Di tambah, identitas Steve sebagai menantu tidak berguna di keluarga Cattegirn juga telah hampir semua orang ketahui, hal ini pastilah membuat Eric semakin berani mendambakan Agatha sebab yakin dapat merebutnya.

Steve hanya menunggu di dalam mobilnya mencoba mengamati situasi, dirinya tidak ingin tiba-tiba masuk dan mengacau tanpa alasan yang jelas sebab dapat membuat Agatha marah padanya.

Kebetulan, ketika Steve tengah mengawasi bar tersebut, Agatha dan teman-temannya memilih duduk di dekat jendela sehingga Steve bisa mengetahui apa yang terjadi dari dalam mobilnya.

Awalnya nampak tidak ada yang aneh, Agatha nampak asik bersenda gurau dengan teman-temannya juga mahasiswa lain di dalam bar.

Sampai waktu menunjukan pukul 8 malam, mulai ada banyak minuman beralkohol memenuhi meja tempat Agatha berada.

Sorot mata Steve berubah tajam setelah melihat Eric dan teman-temannya mulai mencoba membuat Agatha minum lebih banyak dari yang semestinya. Ini bukan hanya dugaannya saja, sebab dirinya beberapa kali melihat Agatha menunjukan gelagat menolak tetapi Eric dan teman-temannya tetap memaksa Agatha untuk minum.

Steve Hart yang mulai tidak tahan melihat semua itu, bersiap turun dari mobilnya untuk masuk ke dalam bar.

Alasan Steve untuk langsung menghampiri Agatha menjadi semakin kuat setelah melihat Agatha mulai menyandarkan kepalanya di atas meja, nampak lemas seperti setengah sadar.

“Aku tidak boleh terlambat,” gumam Steve sembari mempercepat langkahnya.

Steve memasuki bar dengan terburu-buru ketika di dalam sana kebanyakan orang tengah asik sendiri, sehingga kehadirannya tidak disadari termasuk oleh Agatha juga teman-temannya.

“Eric, Agatha sudah mabuk parah sesuai rencana. Janjimu memberi kami hadiah benar akan kau lakukan, kan?” tanya salah seorang yang juga duduk di meja tempat Agatha berada.

“Benar, kau tidak lupa janjimu pada kami jika sudah berhasil menjadikan Agatha milikmu, kan?” timpal yang lain.

Senyum seringai nampak dari wajah Eric Daran, setelahnya berkata, “Kalian tenang saja, setelah aku menjadikan Agatha milikku sepenuhnya malam ini, aku pasti akan memberikan kalian hadiahnya.”

“Haha, itu baru Eric yang kami kenal."

“Benar, lagipula Agatha juga pasti tidak akan keberatan dengan ini. Karena jika dibandingkan dengan suami sampahnya itu, Eric jelas jauh lebih pantas untuk menjadi kekasihnya."

Eric Daran nampak menikmati setiap pujian yang terlontar dari mulut teman-temannya. Sama seperti mereka, Eric juga merasa tidak senang harus melihat permata berkilau seperti Agatha jatuh ke tangan sampah macam Steve.

“Malam ini, kau akan menjadi milikku sepenuhnya,” bisik Eric Daran ke telinga ke telinga Agatha.

Eric Daran baru ingin merangkul Agatha ketika lengan tangannya tiba-tiba dicengkram oleh seseorang. Eric yang kesal, langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani melakukan hal tersebut.

“Kemana kau ingin menempatkan tanganmu, Bajingan?!”

Buaghhh!

Pukulan keras langsung menghantam Eric, hal ini membuatnya tersungkur jatuh dari tempat duduknya.

“Sialan, siapa kau berani ....”

Eric Daran nampak tertegun mengenali orang yang memukulnya, tidak lain merupakan Steve yang entah sedari kapan telah ada di sana.

Tidak puas hanya dengan satu pukulan saja, Steve mulai bersiap untuk kembali mencoba menyerang Eric. Sayang belum itu terjadi, Eric sudah lebih dahulu berteriak memanggil security.

Hal ini menyebabkan kehebohan di dalam bar tersebut, security bar juga langsung datang tidak lama teriakan Eric terdengar.

"Ini akan merepotkan," gumam Steve Hart.

Eric langsung menunjuk Steve dengan jemarinya, setelahnya berteriak pada security yang baru datang, "Kau, usir sampah itu dari sini!"

Security yang bahkan belum mengetahui apa yang tengah terjadi tetapi sudah diteriaki oleh Eric seperti itu, jelas merasa bingung.

"Tuan Eric, ada apa? Kenapa Anda memintaku mengusirnya?" 

"Kenapa malah bertanya ketimbang langsung melakukannya? Apa kau mau aku laporkan pada atasanmu karena berani menyingungku?!" Eric dengan nada tinggi sebab emosi.

Security yang mengetahui seberapa jauh ucapan Eric dapat memengaruhi atasannya, akhirnya mulai bergerak menghampiri Steve karena tidak ingin kena marah apalagi dipecat dari sana.

"Bung, jangan salahkan aku ... salahkan kebodohanmu sendiri karena berani menyinggungnya," ucap security tersebut.

"Apa? Kenapa kau harus menuruti perkataannya ketika kau bahkan tidak tau akar masalahannya?" tanya Steve karena merasa tindakan security itu tidak adil.

"Jangan banyak bicara, sampah. Masalahnya jelas berasal darimu yang sudah berani memukulku!" seru Eric Daran.

Mendengar ini, security menjadi semakin yakin untuk menyeret Steve keluar dari sana. Belum lagi, apa yang Eric katakan dibenarkan oleh hampir semua orang di bar tersebut.

"Bagaimana bisa kau bertingkah seolah tidak bersalah ketika kau lah biang keladinya, jangan pikir bisa lolos begitu saja setelah berani menyinggung Tuan Eric yang merupakan pelanggan terhormat bar ini!" seru security bar.

Steve hart segera mencoba menyangkal dengan mengatakan yang sejujurnya, kalau dirinya datang hanya untuk membantu Agatha yang ingin dilecehkan oleh Eric.

Security segera menoleh ke arah Agatha yang kini nampak tidak berdaya menyandarkan kepalanya di meja, seorang wanita yang dikenalinya tidak kalah berpengaruh dari Eric bahkan mungkin melebihi Eric di kota tersebut.

Melihat dari kondisi Agatha, apa yang Steve katakan kemungkinan besar bisa terjadi. Hal ini membuat security bimbang harus mempercayai siapa di antara keduanya.

"Kenapa diam? Jangan bilang kau mempercayai omong kosong sampah itu?" tanya Eric Daran, nampak tidak puas setelah melihat security tampak bimbang.

"Tuan Eric, aku tidak bisa sembarangan memutuskan jika sudah seperti ini," ucap security.

Security bar saat ini merasa serba salah. Jika dirinya memihak Eric, bisa jadi apa yang Steve katakan merupakan kebenaran dan dirinya malah akan mendapat murka Agatha, begitu pula sebaliknya.

"Hei, pak. Kenapa ragu seperti itu? Apa kau meragukan ucapan Eric Daran?"

"Pak, kau itu hanya security. Jangan sampai menyesal karena sudah membuat Eric marah, apalagi itu terjadi hanya karena kau mempercayai omong kosong sampah itu."

Banyak teman-teman Eric juga mereka yang lain mulai menekan security bar sekaligus memojokkan Steve, ini membuat keraguan security menghilang karena ucapan Steve kemungkinan besar tidak benar.

"Jangan bilang ..." gumam Steve, sadar akan ada hal menyebalkan segera menimpanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 130

    Kedatangan Steve yang mendadak sukses bikin seluruh rumah kaget. Ruang tamu memang ramai, kebanyakan keluarga Cattegirn, tapi ada beberapa wajah asing yang bahkan Steve nggak kenal.“Aku ngganggu acara kalian?” tanya Steve Hart, suaranya dingin menusuk telinga siapa pun yang dengar.Pertanyaan Steve jelas nggak disukai orang-orang di sana; salah satu dari mereka bahkan mendekat sambil pasang muka marah.Olivia Cattegirn, ibu mertuanya Steve, langsung menghampiri dan menarik Steve menjauh dari ruang tamu.“Apa lagi niat busukmu datang ke sini?!” bentak Olivia keras, sambil menepis tangan Steve.Steve mengangkat alis. Dia ingat jelas, baru beberapa hari lalu ibu mertuanya ini sampai gemetaran ketakutan setiap berhadapan dengannya. Tapi sekarang? Hilang sudah. Olivia kembali bersikap semena-mena seperti dulu.Steve nggak ambil pusing soal perubahan sikap itu. Dia sudah tahu penyebabnya.“Calon suami pilihan keluarga kalian kali ini punya pengaruh sebesar itu di Avebury sampai kamu berani

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 129

    Di halaman mewah kediaman keluarga Cattegirn, Steve melihat tempat itu ramai dipenuhi tamu undangan. Semua tampak kaget melihat kehadirannya, seolah dia adalah orang terakhir yang mereka harapkan muncul."Apa dia ngapain ke sini? Bukannya dia udah diusir?""Mungkin dia mau beresin urusan cerai sama Agatha. Biarkan aja, nggak usah dilirik."Obrolan orang-orang di sekitar terdengar jelas di telinga Steve, yang langsung bikin emosinya naik.Steve tahu persis kenapa rumah keluarga istrinya ini penuh tamu. Brandon sudah bilang—keluarga Cattegirn diam-diam mau nikahin Agatha sama pria lain di belakangnya."Agatha bahkan belum cerai dari gue, tapi kalian udah sibuk ambil keputusan sendiri," gumam Steve Hart dingin.Dia benar-benar mempertanyakan apa keluarga Cattegirn pikirkan tentang dirinya. Betapa rendahnya dia dianggap sampai keberadaannya saja seperti nggak dihitung.Wajar Steve berpikir begitu, karena perjodohan ini bukan perjodohan biasa. Ini tunangan besar-besaran. Pantas saja mansio

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 128

    Harus menahan rentetan pukulan dari Steve Hart, Howard yang biasanya bikin orang takut dan tunduk, sekarang malah mulai ragu sama dirinya sendiri.Harga dirinya hancur lebur. Kepercayaan dirinya runtuh, keberaniannya ikut lenyap. Berhadapan dengan Steve Hart yang berdiri tegak di depannya, Howard baru sadar betapa besar rasa takutnya—sampai-sampai dia nggak berdaya melawan hantaman Steve.“T-Tunggu, tolong… berhenti mukulin gue,” pinta Howard lirih, menatap Steve Hart. Tapi Steve jelas nggak tertarik berhenti.“Kenapa gue harus nurutin lo?” balas Steve dingin.Howard menggertakkan gigi, nahan perih dan malu, lalu meledak, “Cukup, dasar sinting!”Teriakan Howard sempat bikin Steve kaget sepersekian detik. Melihat celah itu, Howard langsung nekat kabur dari pegangan Steve dan lari secepat mungkin.Steve cuma berdiri memandangi Howard yang kabur. Dia nggak ada niat ngejar—buatnya itu cuma buang-buang waktu.“Dasar pengecut,” gumam Steve Hart. Heran gimana caranya cowok kayak Howard bisa

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 127

    Begitu mendengar ucapan kurang ajar dari mulut Steve Hart, Howard Harris langsung maju menyerang.Howard mengayunkan pukulan sekuat tenaga, niatnya jelas—jatuhkan Steve dalam satu gebrakan.“Brengsek, lu tau gue siapa?!” Howard membentak sambil menghantamkan tinjunya.Pukulan itu dengan mudah dihindari Steve Hart. Gerakannya enteng, seolah dia cuma geser sedikit tanpa usaha berarti.Howard nggak nyerah. Begitu pukulan pertama meleset, dia langsung mengayunkan tinju kedua, kali ini mengarah ke perut Steve.Steve mundur selangkah ringan sebelum pukulan itu menyentuh tubuhnya—lagi-lagi sukses bikin Howard nyaris jatuh sendiri.“Lumayan juga,” gumam Howard Harris.Steve menyeringai, “Lumayan karena pukulanmu lemah. Nggak ada yang bisa dibanggakan.”Howard melotot tajam. Dia yakin Steve pasti belum tau siapa dirinya sampai berani ngomong begitu.Kalau Steve benar-benar tau reputasinya, nggak mungkin dia berani ngegas begini.“Hey, lu tau gue siapa? Gue Howard Harris. Anggota geng Black Tig

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 126

    Steve Hart keluar dari rumah sakit dengan senyum lebar, sama sekali tidak menyangka rencananya membuat Daniel menyesal bisa berjalan semulus itu. Semua terjadi persis seperti yang ia harapkan.Uang 10 miliar dolar yang kini ada di tangannya adalah bukti keberhasilannya—cukup untuk membuat Steve makin semangat melangkah menuju masa depan yang lebih terang.Namun keberhasilannya membuat Daniel sadar diri belum cukup memuaskan Steve. Ada satu hal lagi yang harus ia lakukan: mendapatkan jawaban dari keluarga Cattegirn soal tawarannya.Setelah beberapa hari berlalu, Steve merasa ini waktu yang tepat untuk meminta keputusan dari keluarga mertuanya. Ia pun menginjak gas menuju rumah utama keluarga Cattegirn.Steve datang dengan harapan tinggi kalau tawarannya diterima—karena semuanya ia lakukan demi kebahagiaan Agatha, istrinya.Di perjalanan menuju rumah keluarga Agatha, Steve melihat seorang gadis yang tampak familiar.Lokasinya tidak jauh dari rumah utama keluarga Cattegirn, jadi Steve la

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 125

    Begitu telepon dari sekretarisnya terputus, Ryan Taylor langsung jatuh ke jurang keputusasaan. Semua saham perusahaannya lenyap seketika.Daniel tentu menyadarinya. Sejak Steve Hart datang, dia tak berani buka suara, tapi akhirnya memberanikan diri, “Ayah… ada sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga kita?”Ryan diam. Dia berniat menutupi semuanya dari putranya, setidaknya untuk sementara. Daniel sudah terlihat kacau, dia tak ingin menambah bebannya.Namun Daniel jelas tak puas diabaikan seperti itu. Ia bertanya lagi, “Ayah, sebenarnya ada apa?”“Tidak ada, Daniel. Fokus saja sembuh dulu,” kata Ryan mencoba menenangkan.Steve Hart menyaksikan adegan itu dengan senyum mengejek. Jujur saja, dia lumayan kagum melihat Ryan masih berusaha menutupi semuanya meski kondisinya seberantakan ini.Tentu saja Steve, yang menjadi dalang seluruh kekacauan, tidak akan membiarkan Ryan berhasil menutupinya.“Ada apa? Apa sampai terjadi sesuatu sama sumber uang yang selalu kamu bangga-banggakan itu?” ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status