LOGIN"Ikut aku, kau pembuat ulah!" seru security bar sembari menarik lengan Steve.
"Apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan!" Steve Hart mencoba memberontak untuk melepas cengkraman tangan security bar di lengannya, tetapi tidak berhasil sebab perbedaan tenaga mereka.
"Kenapa repot-repot melawan, sampah? Pergi saja sana, Agatha biar aku yang jaga," ucap Eric Daran dengan senyum seringai di wajahnya.
Amarah Steve segera terpancing karena hal itu, dirinya mulai memikirkan cara melepas cengkraman tangan security agar dapat menghajar Eric yang telah berani lancang.
Di tengah semua itu, sebuah suara familiar seorang wanita terdengar dan membuat segala kejadian yang tengah terjadi tiba-tiba terhenti.
"Ada apa ini ... Steve, kenapa kau ada di sini?" Agatha beberapa kali mengusap matanya yang nampak sayu, seperti kebingungan dengan apa yang tengah terjadi.
"Lepas!" seru Steve pada security bar, yang mana ini membuat security bar terkejut sehingga melepaskan cengkramannya.
Di tengah itu semua, Eric mencoba memberi penjelasan pada Agatha dengan omong kosongnya. Eric berkata Steve tiba-tiba mengacau ketika Agatha tengah tidak sadar, bahkan memukulnya yang tidak tau apa-apa.
Steve jelas semakin marah mendengar hal itu, amat terlihat kalau Eric mencoba mendapat simpati dari Agatha dengan menuduhnya yang tidak-tidak.
"Steve, apa benar yang Eric katakan?" tanya Agatha.
Mengejutkan, Agatha tidak langsung marah. Ia seperti menunggu penjelasan dari Steve, yang mana ini membuat Steve bisa sedikit lega.
"Itu tidak benar, aku datang karena melihat bajingan itu ingin melakukan hal buruk padamu," jelas Steve Hart sembari menunjuk Eric Daran dengan jemarinya.
"Omong kosong macam apa yang baru kau kata—"
"Diam!" bentak Agatha, menghentikan ucapan Eric Daran.
Eric langsung tertegun sebab hal ini, setelahnya berkata, "Agatha, kau tau itu hanya omong kosongnya saja, kan? Bagaimana bisa kau memilih mempercayainya ketimbang aku?"
Agatha sempat terdiam, ia menatap Eric dengan sorot mata tidak menyenangkan sebelum berkata, "Menjijikan."
Batu besar seolah menimpa kepala Eric sesaat mendengar ini, mulutnya terkunci sebab masih belum percaya dengan apa yang baru Agatha sampaikan padanya.
"Minggir, bajingan menjijikan!" Steve seraya mendorong Eric menjauh dari Agatha.
"Steve, bawa aku pulang. Juga ... terimakasih ...."
Agatha kembali kehilangan kesadarannya, ini membuat Steve ingin cepat-cepat membawa Agatha pulang ke rumah agar istrinya itu bisa beristirahat dengan lebih nyaman.
Steve segera menggendong Agatha di punggungnya. Sebelum pergi, ada hal ingin dirinya lakukan untuk keperluan misi yang belum usai.
"Hei, kau. Apa hanya akan terus diam bahkan setelah mendengar kebenarannya dengan kupingmu sendiri?" tanya Steve Hart dengan nada dingin pada security bar.
Security yang awalnya sempat terpaku, segera membungkuk meminta maaf sekaligus mengakui kecerobohannya.
"Tolong jangan perpanjang masalah ini, Tuan. Sampaikan juga pada Nona Agatha kalau aku sangat menyesal karena sudah berani meragukan ucapan Anda."
"Nona? Agatha sudah memiliki suami," ucap Steve Hart.
"Ohh ... maksudku Nyona Agatha, Tuan."
Steve Hart mengangguk puas, setelahnya ia melirik Eric yang nampak menatap kosong ke arah Agatha dengan perasaan campur aduk.
Steve Hart bukan tidak mengetahui apa yang mungkin tengah dirasakan oleh Eric saat ini, diumpat "menjijikan" oleh Agatha yang disukainya sedari lama, pastilah meninggalkan trauma tersendiri untuk Eric.
"Perhatikan kemana lain kali kau ingin menempatkan tanganmu pada istriku, mengerti?"
Eric hanya diam tidak menjawab pertanyaan Steve Hart. Entah tidak dengar atau apa, Steve tidak peduli dan menganggap Eric sudah mengerti.
Steve Hart setelahnya melangkah menghampiri salah seorang pelayan, ingin melakukan hal terakhir di sana.
“Aku ingin membayar setiap dari apa yang para pengunjung di sini pesan,” ucap Steve Hart.
Pelayan sempat terkejut walau tidak lama, sebab pelayan itu langsung memanggil temannya untuk membantu menghitung biaya pesanan setiap orang di sana.
“Tidak perlu repot menghitung, apakah 100.000 dolar cukup?" tanya Steve Hart.
“Ehhh ... itu terlalu banyak, Tuan," ucap pelayan yang kembali harus terkejut.
“Gunakan saja uang ini untuk membayar apa yang akan mereka pesan nanti, jika masih ada lebih, maka kau bisa menganggapnya sebagai uang tip dariku," ucap Steve Hart.
Pelayan itu mengangguk mengerti, Steve Hart langsung melakukan pembayaran melalui mobile banking di handphonenya dan ini mengejutkan setiap orang di sana.
Tidak ada lagi tatapan merendahkan Steve terima, berganti sorot mata penuh penasaran terkait siapa Steve sebenarnya.
“Nikmatilah pestanya. Lain kali, jangan sembarangan ikut campur apalagi memberi dukungan pada orang yang jelas-jelas salah," ucap Steve Hart pada setiap orang di sana, berharap mereka semua berhenti bertingkah menyebalkan seperti sebelumnya.
Banyak mahasiswa di bar terkejut mendengar ini, mereka sadar kalau nampaknya Steve tidak senang dengan apa yang telah mereka lakukan.
Meski demikian, mereka yang ada di sana punya alasan kuat hingga berani mendukung Eric tanpa memedulikan Steve sebelumnya, yaitu karena Steve, suami Agatha, terkenal sebagai sampah yang tidak punya apa-apa bahkan kegunaan pun tidak ada.
Siapa sangka seorang yang terkenal tidak berguna itu, malah yang dipercaya oleh Agatha membuat Eric Daran diam seribu bahasa.
Belum lagi, Steve bahkan tidak ragu mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membayar setiap minuman di sana, seolah ingin menegaskan sosoknya. Yang mana kali ini, mereka semua yang ada di bar lah yang harus bungkam karenanya.
Steve Hart langsung keluar dari bar dengan Agatha yang masih belum sadar di punggungnya, ia merasa urusannya telah selesai begitupun dengan misinya.
Benar saja, tidak lama setelah itu, pemberitahuan dari sistem muncul di hadapannya.
[Misi selesai, menyelamatkan Agatha dan membuktikan diri Anda sebagai seorang suami telah Tuan Rumah lakukan dengan amat sempurna!]
[Uang yang telah Tuan Rumah gunakan untuk keperluan misi adalah 100.000 dolar, sebab misi diselesaikan dengan amat baik, maka uang tersebut akan dikali lima sebagai bonus keberhasilan.]
“Dikali lima alih-alih dua? Bukankah itu berarti ....”
Belum sempat Steve Hart menyelesaikan ucapannya, suara pesan masuk menghampiri handphonenya.
Itu merupakan pesan masuknya uang 500.000 dolar ke rekeningnya, membuat Steve bertekad melakukan misi dengan lebih baik lagi kedepannya.
Setelah Steve pergi, suasana dalam bar langsung pecah. Mereka semua mengungkapkan kekaguman mereka, terhadap Steve yang menurut kabar hanyalah seorang sampah tidak berguna.
“Sampah apanya, dia bahkan tidak ragu mengeluarkan uang 100.000 dollar hanya untuk membayar minuman kita."
“Benar, jika yang seperti itu sampah, lalu kita apa?”
Banyak dari mereka mulai meragukan kabar buruk mengenai Steve, uang 100.000 dolar mungkin memang tidak sebanyak itu untuk mereka yang berasal dari keluarga kaya. Namun, untuk menghamburkannya tanpa sedikitpun keraguan seperti yang baru Steve lakukan, hampir tidak ada dari mereka bersedia melakukan hal tersebut.
Di anatara mereka semua yang bersuka cita karena bisa minum sepuasnya, ada satu orang yang nampak mencoba menahan amarahnya.
"Sialan, awas saja kau," gumam Eric Daran dengan tangan terkepal erat.
Kedatangan Steve yang mendadak sukses bikin seluruh rumah kaget. Ruang tamu memang ramai, kebanyakan keluarga Cattegirn, tapi ada beberapa wajah asing yang bahkan Steve nggak kenal.“Aku ngganggu acara kalian?” tanya Steve Hart, suaranya dingin menusuk telinga siapa pun yang dengar.Pertanyaan Steve jelas nggak disukai orang-orang di sana; salah satu dari mereka bahkan mendekat sambil pasang muka marah.Olivia Cattegirn, ibu mertuanya Steve, langsung menghampiri dan menarik Steve menjauh dari ruang tamu.“Apa lagi niat busukmu datang ke sini?!” bentak Olivia keras, sambil menepis tangan Steve.Steve mengangkat alis. Dia ingat jelas, baru beberapa hari lalu ibu mertuanya ini sampai gemetaran ketakutan setiap berhadapan dengannya. Tapi sekarang? Hilang sudah. Olivia kembali bersikap semena-mena seperti dulu.Steve nggak ambil pusing soal perubahan sikap itu. Dia sudah tahu penyebabnya.“Calon suami pilihan keluarga kalian kali ini punya pengaruh sebesar itu di Avebury sampai kamu berani
Di halaman mewah kediaman keluarga Cattegirn, Steve melihat tempat itu ramai dipenuhi tamu undangan. Semua tampak kaget melihat kehadirannya, seolah dia adalah orang terakhir yang mereka harapkan muncul."Apa dia ngapain ke sini? Bukannya dia udah diusir?""Mungkin dia mau beresin urusan cerai sama Agatha. Biarkan aja, nggak usah dilirik."Obrolan orang-orang di sekitar terdengar jelas di telinga Steve, yang langsung bikin emosinya naik.Steve tahu persis kenapa rumah keluarga istrinya ini penuh tamu. Brandon sudah bilang—keluarga Cattegirn diam-diam mau nikahin Agatha sama pria lain di belakangnya."Agatha bahkan belum cerai dari gue, tapi kalian udah sibuk ambil keputusan sendiri," gumam Steve Hart dingin.Dia benar-benar mempertanyakan apa keluarga Cattegirn pikirkan tentang dirinya. Betapa rendahnya dia dianggap sampai keberadaannya saja seperti nggak dihitung.Wajar Steve berpikir begitu, karena perjodohan ini bukan perjodohan biasa. Ini tunangan besar-besaran. Pantas saja mansio
Harus menahan rentetan pukulan dari Steve Hart, Howard yang biasanya bikin orang takut dan tunduk, sekarang malah mulai ragu sama dirinya sendiri.Harga dirinya hancur lebur. Kepercayaan dirinya runtuh, keberaniannya ikut lenyap. Berhadapan dengan Steve Hart yang berdiri tegak di depannya, Howard baru sadar betapa besar rasa takutnya—sampai-sampai dia nggak berdaya melawan hantaman Steve.“T-Tunggu, tolong… berhenti mukulin gue,” pinta Howard lirih, menatap Steve Hart. Tapi Steve jelas nggak tertarik berhenti.“Kenapa gue harus nurutin lo?” balas Steve dingin.Howard menggertakkan gigi, nahan perih dan malu, lalu meledak, “Cukup, dasar sinting!”Teriakan Howard sempat bikin Steve kaget sepersekian detik. Melihat celah itu, Howard langsung nekat kabur dari pegangan Steve dan lari secepat mungkin.Steve cuma berdiri memandangi Howard yang kabur. Dia nggak ada niat ngejar—buatnya itu cuma buang-buang waktu.“Dasar pengecut,” gumam Steve Hart. Heran gimana caranya cowok kayak Howard bisa
Begitu mendengar ucapan kurang ajar dari mulut Steve Hart, Howard Harris langsung maju menyerang.Howard mengayunkan pukulan sekuat tenaga, niatnya jelas—jatuhkan Steve dalam satu gebrakan.“Brengsek, lu tau gue siapa?!” Howard membentak sambil menghantamkan tinjunya.Pukulan itu dengan mudah dihindari Steve Hart. Gerakannya enteng, seolah dia cuma geser sedikit tanpa usaha berarti.Howard nggak nyerah. Begitu pukulan pertama meleset, dia langsung mengayunkan tinju kedua, kali ini mengarah ke perut Steve.Steve mundur selangkah ringan sebelum pukulan itu menyentuh tubuhnya—lagi-lagi sukses bikin Howard nyaris jatuh sendiri.“Lumayan juga,” gumam Howard Harris.Steve menyeringai, “Lumayan karena pukulanmu lemah. Nggak ada yang bisa dibanggakan.”Howard melotot tajam. Dia yakin Steve pasti belum tau siapa dirinya sampai berani ngomong begitu.Kalau Steve benar-benar tau reputasinya, nggak mungkin dia berani ngegas begini.“Hey, lu tau gue siapa? Gue Howard Harris. Anggota geng Black Tig
Steve Hart keluar dari rumah sakit dengan senyum lebar, sama sekali tidak menyangka rencananya membuat Daniel menyesal bisa berjalan semulus itu. Semua terjadi persis seperti yang ia harapkan.Uang 10 miliar dolar yang kini ada di tangannya adalah bukti keberhasilannya—cukup untuk membuat Steve makin semangat melangkah menuju masa depan yang lebih terang.Namun keberhasilannya membuat Daniel sadar diri belum cukup memuaskan Steve. Ada satu hal lagi yang harus ia lakukan: mendapatkan jawaban dari keluarga Cattegirn soal tawarannya.Setelah beberapa hari berlalu, Steve merasa ini waktu yang tepat untuk meminta keputusan dari keluarga mertuanya. Ia pun menginjak gas menuju rumah utama keluarga Cattegirn.Steve datang dengan harapan tinggi kalau tawarannya diterima—karena semuanya ia lakukan demi kebahagiaan Agatha, istrinya.Di perjalanan menuju rumah keluarga Agatha, Steve melihat seorang gadis yang tampak familiar.Lokasinya tidak jauh dari rumah utama keluarga Cattegirn, jadi Steve la
Begitu telepon dari sekretarisnya terputus, Ryan Taylor langsung jatuh ke jurang keputusasaan. Semua saham perusahaannya lenyap seketika.Daniel tentu menyadarinya. Sejak Steve Hart datang, dia tak berani buka suara, tapi akhirnya memberanikan diri, “Ayah… ada sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga kita?”Ryan diam. Dia berniat menutupi semuanya dari putranya, setidaknya untuk sementara. Daniel sudah terlihat kacau, dia tak ingin menambah bebannya.Namun Daniel jelas tak puas diabaikan seperti itu. Ia bertanya lagi, “Ayah, sebenarnya ada apa?”“Tidak ada, Daniel. Fokus saja sembuh dulu,” kata Ryan mencoba menenangkan.Steve Hart menyaksikan adegan itu dengan senyum mengejek. Jujur saja, dia lumayan kagum melihat Ryan masih berusaha menutupi semuanya meski kondisinya seberantakan ini.Tentu saja Steve, yang menjadi dalang seluruh kekacauan, tidak akan membiarkan Ryan berhasil menutupinya.“Ada apa? Apa sampai terjadi sesuatu sama sumber uang yang selalu kamu bangga-banggakan itu?” ta







