Share

Chapter 5

Penulis: List
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-25 13:22:37

"Mas Tio!" teriakku.

Aku langsung membuka mataku dengan napas terengah-engah dan menatap sekitar.

"Bu Andara, ibu kenapa?" tanya Mbak Ayu yang tiba-tiba muncul sambil berlari kecil.

"Mbak Ayu," panggilku sambil menatap wanita yang sudah berdiri di depanku dengan wajah terlihat khawatir.

"Bu Andara, ada apa? Apa terjadi sesuatu pada ibu?" tanya Mbak Ayu sambil memperhatikanku dari atas hingga bawah.

Aku yang masih bingung dan ketakutan akan kehilangan Mas Tio kemudian bertanya kepada Mbak Ayu tentang keberadaan pria yang sudah aku tunggu sejak tadi. Tapi jawaban dari wanita itu membuatku tidak bisa berkata apa-apa.

Karena sejak aku pulang hingga detik ini, pria itu belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali, dan semua yang aku alami tadi ternyata hanya mimpi.

Mimpi buruk yang tampak nyata sekali dan itu membuatku takut. Takut mimpi itu terjadi, dan aku akan benar-benar kehilangan Mas Tio.

"Bu Andara, apa ibu baik-baik saja?" tanya Mbak Ayu membubarkan lamunanku.

Aku yang masih hanyut dalam pikiranku sendiri hanya mengangguk menjawab pertanyaan wanita yang sedang berdiri di depanku saat ini.

Namun, ketika aku akan bangkit untuk kembali ke kamarku, tiba-tiba terdengar suara bel rumah ini berbunyi.

"Biar saya yang membukanya, Mbak." Cegahku ketika melihat Mbak Ayu akan melangkah menuju arah pintu.

"Tapi, Bu—.“

"Tidak apa-apa, Mbak. Biar saya saja yang membukanya," selaku.

Aku kemudian melangkah menuju pintu dan mengabaikan Mbak Ayu yang terlihat binggung.

Karena aku yakin sekali yang datang adalah Mas Tio dan aku ingin menyambutnya sendiri.

"Andreas?" ucapku terkejut ketika melihat yang datang bukan Mas Tio pria yang aku cinta, melainkan orang suruhannya.

"Iya, Bu Andara. Saya Andreas, saya kemari karena diminta Pak Tio untuk memberikan ini kepada ibu," ucapnya sambil memberikan sebuah tas yang dia bawa kepadaku, "Dan Pak Tio tadi juga berpesan, untuk sementara waktu bapak belum bisa datang berkunjung," lanjut Andreas.

Terkejut, kecewa, marah, khawatir dan penasaran. Semua perasaan itu hinggap di hatiku ketika mendengar kalimat terakhir yang dikatakan oleh pria yang berdiri di hadapanku saat ini. Karena Mas Tio tidak pernah seperti ini sebelumnya. Lagi pula mengapa dia tidak memberitahuku sendiri tentang hal ini, malah melalui orang suruhannya.

"Belum bisa datang? Apa maksudmu, Andreas? Memangnya Mas Tio pergi ke mana? Atau terjadi sesuatu padanya?" tanyaku panik sekaligus khawatir.

"Maaf, Bu Andara. Kalau masalah itu silahkan ibu tanya sendiri kepada bapak. Saya hanya menyampaikan apa yang bapak katakan," jelas Andreas dingin.

Mendengar penjelasan Andreas, aku merasa seperti ada yang disembunyikan pria itu. Tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena aku bukan istri sah Mas Tio, melainkan hanya wanita yang dicintai oleh Mas Tio.

"Maaf, Bu Andara. Apa saya boleh pergi?" tanya Andreas membubarkan lamunanku.

Aku mengangguk menjawab Andreas. Tapi sebelum dia pergi, aku meminta nomor ponsel pria itu, dan dia pun memberikannya.

"Mbak Ayu, ini nomor ponsel Andreas. Tolong mbak simpan," perintahku sambil memberikan secarik kertas yang tadi Andreas berikan yang berisi nomor ponselnya dan tas yang dia bawa untukku dari Mas Tio.

Mbak Ayu yang sepertinya sejak tadi berdiri menungguku menerima kertas dan tas yang aku berikan. Setelah itu aku lalu kembali ke kamarku untuk membersihkan diri dan mendinginkan pikiranku yang kacau.

Cukup lama aku mengguyur tubuhku dengan air pancuran. Sensasi hangat dari air pancuran yang membasahi tubuhku, aku harap bisa mendinginkan pikiran dan hatiku yang kecewa dan marah dengan Mas Tio, tapi nyatanya tidak.

Rasa khawatir dan takut akan mimpi burukku yang aku alami tadi, membuatku berpikir. Bagaimana bila mimpiku benar-benar terjadi dan aku kehilangan Mas Tio? Semua rasa itu benar-benar mengacaukan pikiranku dan membuatku frustasi.

Tok! Tok! Tok!

"Bu Andara, boleh saya masuk?"

"Masuk, Mbak Ayu." Jawabku ketika baru saja akan merebahkan tubuhkku di tempat tidur setelah mandi, "Ada apa, Mbak?" lanjutku begitu melihat Mbak Ayu muncul dari balik pintu.

Mbak Ayu memberitahuku bahwa dia sudah menyiapkan makan malam yang tadi aku berikan kepadanya, dan itu membuatku terkejut. Karena aku tidak merasa memberi wanita itu makanan yang dia maksud sejak kami datang.

Namun, setelah mendengar penjelasan dari wanita itu. Ternyata makanan itu berasal dari tas yang aku berikan kepadanya, atau lebih tepatnya tas  yang diberikan Andreas kepadaku dari Mas Tio, dan isi dari tas itu adalah makanan kesukaanku.

Selain itu, Mbak Ayu juga memberiku sebuah amplop kecil yang berasal dari dalam tas pemberian Mas Tio.

"Amplop apa ini, Mbak?"

"Saya juga tidak tahu, Bu. Saya hanya menemukannya di dalam tas yang ibu berikan kepada saya."

Tanpa  ingin memperpanjang masalah ini, aku lalu membuka amplop kecil itu. Ternyata di dalam amplop itu terdapat kertas kecil yang berisi permintaan maaf Mas Tio karena tidak bisa menemaniku beberapa hari ke depan. Selain itu, dia juga menuliskan bahwa dia akan menjelaskan alasan dia tidak bisa menemuiku dan menghubungiku untuk sementara waktu ini setelah dia kembali.

Setelah melihat tulisan dalam kertas itu, aku langsung membuangnya ke dalam tempat sampah yang tak jauh dari meja riasku.

Aku sengaja membuangnya karena aku muak dengan apa yang tertulis dalam kertas itu. Baru saja kecewa dan marahku mulai hilang, kini muncul lagi. Bahkan, aku juga ingin mengutuk Mas Tio. Tapi semua itu harus aku tahan karena Mbak Ayu masih ada di dalam di kamarku.

"Nanti saya akan turun, Mbak." Ujarku.

Setelah mendengar jawabanku, Mbak Ayu lalu pergi dari kamarku. Kini tinggal aku sendiri di kamar meratapi nasibku sambil mengusap perutku yang kini telah kosong. Hingga tanpa sadar rasa kantuk mulai menghampiriku.

***

Aku tidak tahu sejak kapan aku tertidur. Ketika aku bangun, waktu sudah menunjukkan tengah malam, dan perutku mulai berteriak.

Sehingga aku memutuskan untuk turun dan memberi makan cacing di perutku. Tapi sebelum turun, aku mengambil ponselku untuk melihat apakah Mas Tio menghubungiku. Tapi aku malah dikejutkan oleh sebuah pesan ketika aku baru saja membuka ponselku.

Sebuah pesan masuk dari orang yang tidak aku harapkan, dan orang itu ternyata benar-benar menghubungiku.

"Balas atau tidak ya," gumamku bimbang sambil menatap pesan dari Anton, atau lebih tepatnya Dokter Anton.

Anton pengirimiku pesan menanyakan keadaanku, dia juga memberitahuku bahwa teman-teman sekolah kami akan bertemu seminggu lagi dan dia mengundangku untuk datang.

Aku yang masih bimbang membalas pesan Anton, tanpa sadar menekan nomor Anton.

Menyadari hal itu, aku langsung memutuskan panggilanku dan meletakkan ponselku di atas meja di samping tempat tidurku.

"Apa yang sudah aku lakukan," sesalku.

Aku yang binggung harus memberi alasan apa pada Anton bila dia menghubungiku balik, akhirnya memutuskan untuk turun. Karena pikiranku benar-benar buntu, dan entah mengapa aku jadi ketakutan bila dia menghubungiku.

"Bu Andara," tanya Mbak Ayu terlihat terkejut melihatku turun.

Mbak Ayu yang tadinya seperti sedang menonton televisi, kini langsung bangkit begitu melihatku. Wanita itu menanyakan mengapa aku turun di tengah malam seperti ini.

Karena tidak mungkin memberitahu Mbak Ayu yang terjadi. Jadi aku mengatakan kepadanya bahwa aku turun ke bawah karena lapar.

Mendengar hal itu, Mbak Ayu segera bergegas ke dapur untuk menyiapkan makanan untukku, dan aku pun mengikutinya karena tidak ingin sendiri menunggu makananku siap.

"Mbak Ayu, bisakah mbak menemani saya? Saya tidak ingin makan sendiri," ajakku ketika wanita itu akan beranjak pergi setelah menyiapkan makanan untukku.

"Maaf, Bu Andara. Saya—.“

"Tolong temani saya, Mbak." Selaku.

Mbak Ayu yang tadinya terlihat enggan menerima ajakanku, akhirnya mau menemaniku. Walaupun terlihat sekali ada rasa canggung ketika Mbak Ayu duduk menemaniku. Bahkan ketika aku menawarinya untuk makan, dia menolak dengan alasan kenyang. Tapi dia kemudian meminta izin kepadaku untuk memakan buah saja selama menemaniku, dan aku pun mengizinkannya.

"Mbak Ayu, boleh saya tanya sesuatu?" tanyaku di sela-sela makan.

"Boleh, Bu."

"Apa mbak sudah menikah dan memiliki anak?"

Uhuk! Uhuk!

Melihat reaksi Mbak Ayu, entah mengapa aku merasa ada yang aneh dari wanita itu. Tapi aku tidak ingin langsung menilai, dan semoga saja apa yang aku pikirkan salah.

"Ini minum dulu, Mbak." Ucapku sambil memberikan segelas air kepada Mbak Ayu.

Wanita yang ada di depanku saat ini kemudian meneguk air yang aku berikan, tapi terlihat sekali di wajahnya seperti orang binggung.

"Maaf Mbak Ayu kalau pertanyaan saya menyinggung, Mbak. Tapi kalau mbak tidak ingin menjawabnya juga tidak apa-apa," ujarku menyairkan suasana.

"Tidak apa-apa, Bu Andara. Saya hanya, hanya ...," jawab Mbak Ayu dengan suara parau.

Wanita itu bukannya menyelesaikan apa yang dia ingin katakan, tapi malah langsung pergi meninggalkan meja makan dan itu membuatku terkejut.

Karena tidak ingin merasa bersalah dan terjadi apa-apa pada Mbak Ayu. Aku akhirnya tidak meneruskan makanku dan mencarinya. Ternyata wanita itu sedang duduk di taman belakang sambil menangis.

"Mbak Ayu," panggilku.

Wanita yang masih terisak itu kemudian menghapus air matanya dan berbalik menatapku.

"I –iya, Bu Andara. Apa ibu perlu sesuatu?" jawab Mbak Ayu dengan suara yang masih parau.

"Tidak ada, Mbak Ayu. Saya tidak perlu apa-apa," jawabku sambil duduk di samping Mbak Ayu, "Saya mencari mbak karena saya ingin minta maaf dan takut terjadi sesuatu kepada mbak," lanjutku.

Mbak Ayu yang terlihat lesu kemudian menatapku dan air matanya kini jatuh lagi, tapi segera dihapusnya lagi.

"Apa mbak mau berbagi cerita dengan saya? Mungkin dengan begitu bisa mengurangi beban di hati, Mbak." Ujarku berusaha menenangkan Mbak Ayu, "Tapi kalau mbak tidak ingin menceritakannya sekarang tidak apa-apa. Saya minta maaf karena sudah membuat Mbak Ayu menangis," lanjutku.

"Bukan begitu, Bu Andara. Sa –saya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 65

    “Pernah, bahkan sering.” Jawab ibu membuatku terkejut, “Dia juga orang yang merekomendasikan dokter untuk ayahmu ketika berobat keluar negeri kemarin,” lanjut ibu sambil menatap ke arah Anton.Aku yang berdiri di samping ibu hanya bisa membeku mendengar apa yang baru saja ibu katakan. Karena aku tidak menyangka pria yang sedang berbincang dengan ayah saat ini, ternyata sudah sangat dekat dengan keluargaku.“Andara,” panggil Anton membubarkan lamunanku, “Apa kamu mau pergi?” lanjutnya.Aku yang enggan untuk menanggapi pertanyaan Anton memilih mengabaikannya dan segera berpamitan dengan ibu dan ayah. Tapi baru saja aku keluar, wanita yang mengaku kakak iparku tiba-tiba mencegahku dan memintaku untuk menunggunya.“Bawa ini, Andara.” Ucap wanita yang mengaku kakak iparku sambil memberi papar bag kepadaku.“Apa ini, Mbak?”“Bawa saja, nanti kamu juga pasti akan membutuhkannya.”Aku yang terburu-buru akhirnya menerima paper bag yang sudah ada di tanganku. Setelah itu aku pamit, dan segera k

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 64

    “Tentu saja tidak, Anton. Kamu tidak menganggu sama sekali. Bahkan kami juga sedang membicarakanmu,” ucap Mas Utomo pada pria yang baru saja datang.Semua orang yang ada di ruangan ini langsung tersenyum begitu melihat kehadiran Anton. Hanya satu orang saja yang tidak tersenyum melihat kehadiran pria itu, bahkan dia menunjukkan wajah tidak suka begitu melihatnya, dan orang itu adalah aku.Kehadiran Anton benar-benar merusak moodku. Sebelumnya Mas Utomo yang merusak moodku, kini di tambah lagi dengan Anton, aku benar-benar kehilangan selera untuk sarapan pagi ini.“Anton, duduk saja di samping Andara. Kursi itu kosong dan sepertinya pas untukmu,” ucap Mas Utomo.“Mas,” protesku. Tapi sebanyak apapun aku protes kapada kakak tertuaku itu, dia tidak akan mempedulikannya.“Apa kabar, Andara?” sapa Anton lirih.Aku yang tidak memiliki semangat lagi untuk bergabung dalam sarapan pagi ini memilih pamit

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 63

    “Ada apa, Andara?” tanya Mas Utomo terlihat heran.Tidak hanya Mas Utomo, tapi dua wanita yang yang bersamanya juga menoleh ke arahku dan memperhatikanku.“Tidak ada apa-apa, Mas.” Jawabku berusaha menutupi rasa maluku.“Cepat masuk! Ini sudah malam,” perintah Mas Utomo.Aku yang masih berdiri sambil memegang ponselku akhirnya mengikuti apa yang dikatakan oleh kakak tertuaku. Selain tidak enak dengan ibu, aku juga merasa sedikit lelah.Derttt … derttt.“Kenapa kamu tidak mengangkatnya, Andara?” tanya wanita yang mengaku Mbak Ayumi.“Tidak apa-apa, Mbak.” Jawabku.Wanita yang bersamaku saat ini hanya tersenyum begitu mendengar jawabanku. Ketika aku masuk ke dalam kamar yang sudah mereka siapkan untukku. Wanita yang mengaku Mbak Ayumi itu ikut masuk dan berkata ingin berbicara denganku.“Mbak tahu kamu masih belum percaya kalau mbak adalah Ayumi. Tapi

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 62

    “Ada apa, Sayang? Apa yang mau katakan?” tanya Tante Ana terlihat tidak sabar.“Begini, Tante. Sebenarnya saya—.”“Sebenarnya Andara sedang sakit,” sela Anton tiba-tiba sambil menatapku dan sedikit menggeleng, “Jadi untuk saat ini dia ingin fokus dulu pada pengobatannya. Baru memikirkan masalah pernikahan kami,” lanjut Anton.“Apa itu benar, Andara? Memangnya kamu sakit apa, Sayang?” tanya Tante Ana sambil menggenggam tanganku dengan wajah terlihat khawatir.“Sa—.”“Maaf, Tante. Karena ini sudah larut malam. Sebaiknya kami segera kembali,” sela Mas Utomo tiba-tiba mengalihkan perhatian kami semua.“Tapi, Mas. Andara—,” aku mencoba bernegosiasi lagi dengan Mas Utomo.Namun, kakak tertuaku itu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk berbicara. Bahkan dia juga menjadikan ibu sebagai alasan.“Apa yang dikatakan Ma

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 61

    “Andara,” ucap ibu dengan mata terlihat berkaca-kaca.Wanita yang tadi aku rindukan ternyata sekarang ada di sini, dan semua ini bagai mimpi untukku. Ibu tidak datang sendiri, melainkan dia datang dengan seseorang yang sangat aku kenal, dan orang itu berdiri di sampingnya.Tapi, bagaimana mereka bisa sampai di sini? Apa ini ulah Anton?“Andara,” tegur Anton membubarkan lamunanku.Ketika aku tersadar dari lamunanku, ibu dan Mas Utomo sudah ada di hadapanku. Bahkan Mas Utomo juga sedang bersalaman dengan Tante Ana.Sedangkan ibu, wanita tua itu masih saja menatapku tanpa memalingkan pandangannya sedikitpun ke arah lain, dan itu membuatku semakin ingin memeluknya.“Ibu,” panggilku sambil mendatangi ibu dan langsung memeluknya.Tanpa terasa air mataku turun ketika aku mengeratkan pelukanku pada ibu. Rasanya begitu nyaman hingga aku tidak ingin melepaskannya.“Andara,” panggil Mas Utomo sambil memegang pundakku.“Maaf, Mas.” Jawabku sambil mengusap sisa air mataku dan melepaskan ibu dari p

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 60

    “Maaf,” ucapku sambil mengingat-ingat apakah aku pernah bertemu dengan wanita yang menegurku saat ini.“Apa kamu lupa dengan tante, Sayang?” sapa wanita anggun yang sepertinya seumuran dengan ibuku.“Maaf, apa anda mengenal saya?” tanyaku sopan sambil masih mencoba mengingat-ingat.“Kamu Andara ‘kan?” tanya wanita itu.“Iya, Tante. Saya Andara,” jawabku.Wanita yang masih berdiri itu lalu duduk di kursi yang berada di sebelahku sambil tersenyum. Dia lalu memegang tanganku dan memperkenalkan dirinya, dan itu membuatku membeku.“Ta –tante Ana?”“Iya, Sayang. Sekarang kamu sudah ingat ‘kan?”“Mama,” sela Anton ketika aku baru saja akan menjawab pertanyaan dari Tante Ana, “Sejak kapan mama ada di sini?” lanjut Anton sambil duduk.“Apa mama tidak boleh menemui calon menantu mama?” jawab Tan

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 59

    “Oh, jadi ini yang kamu namakan kerja, Andara? Baru saja mas keluar sebentar, tapi kamu sudah bermesraan dengan pria lain di tempat ini,” tuduh Mas Tio yang terlihat marah.“Mas!” bentakku tidak terima.Aku yang tadinya duduk langsung berdiri ketika mendengar Mas Tio menuduhku untuk kesekian kalinya. Tuduhan yang tidak mendasar dan selalu saja menyalahkan aku tanpa mau mendengrkan penjelasanku.“Maaf, Bu Andara. Saya tadi sudah memberitahu Pak Tio kalau anda sedang ada tamu. Tapi Pak Tio terus saja memaksa untuk masuk,” jelas Dita.“Tutup pintunya, Dita.” Perintahku, dan Dita pun melakukan apa yang aku perintahkan. Sekarang tinggal kami bertiga di ruangan ini, “Sekarang jelaskan kepadaku apa mau mas? Dia tamuku, dan kami tidak melakukan apa yang mas tuduhkan itu!” lanjutku geram.“Andara,” ucap Anton.Aku yang sudah naik pitam tidak mengalihkan pandanganku dari pria yang

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 58

    “Bisa kamu ulangi siapa nama pria tadi, Laura?” aku sengaja bertanya seperti itu untuk memastikan bahwa apa baru saja aku dengar tidak salah.“Tuan Anton, Bu Andara.” Jawab Laura mengulangi apa yang dia katakan.Mendengar nama Anton disebut, aku dan Dita saling menatap untuk beberapa saat. Aku lalu memerintahkan Laura untuk memberitahu pria itu agar menunggu sampai urusanku dengan Dita selesai.“Maaf, Bu Andara. Siapa pria itu? Apa anda mengenalnya? Karena menurut jadwal hari ini, anda tidak memiliki janji dengan klien manapun” tanya Dita terlihat penasaran seperti biasanya.“Dia bukan klien kita,” jawabku malas.“Kalau dia bukan klien kita. Siapa pria itu, Bu Andara? Apa dia teman anda?”“Hmmm.”Dita yang duduk di sampingku segera berdiri begitu aku mengatakan kalau Anton adalah temanku. Wanita itu lalu memberitahuku agar aku segera menemuinya. Menurutnya sangat

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 57

    “Mas Tio?” ucapku begitu melihat siapa yang baru saja memanggil namaku.Mas Tio keluar dari mobilnya begitu aku menyebut namanya. Pria itu lalu berjalan mendekatiku. Tapi Anton lebih dulu menarikku dan memintaku untuk masuk ke dalam mobilnya kembali.“Lepaskan Andara!” teriak Mas Tio sambil melempar tinju ke arah Anton.“Mas Tio!” teriakku reflek karena terkejut.Aku tidak menyangkan Mas Tio akan melakukan tindakan kasar seperti saat ini. Ketika dia akan mengulangi lagi tindakannya, aku langsung menghentikannya dengan melindungi Anton.“Minggir, Andara! Biar aku memberinya pelajaran karena sudah mengganggu istri orang!” teriak Mas Tio sambil berusaha menarikku menjauh dari Anton.“Mas!” bentakku tak mau kalah.Tapi pria yang sudah terbakar emosi itu malah mendorongku dan kembali melempar tinjunya ke arah Anton. Namun Anton kali ini dapat menangkisnya dan dua orang itu akhirny

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status