Share

Bab 219

Penulis: Ipak Munthe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 01:57:48

Dengan rasa kesal Zidan pun harus tidur di sofa ruang tamu.

Dia tidak berkeinginan untuk tidur di kamar tamu.

Sejenak pikirannya melayang jauh menembus gelapnya malam.

Dia bertanya-tanya mengapa bisa semesta membuatnya berjodoh dengan Tere.

Bahkan tanpa mengenal terlebih dahulu sebelumnya.

Anehnya lagi Zidan mulai bisa menerima kenyataan ini, terutama setelah mengetahui bahwa Tere hancur berantakan karena dirinya.

Setelah direnungkan lagi dia juga bingung kenapa bisa begitu kejam pada wanita yang sebenarnya tidak bersalah.

Dendam memang mengerikan bahkan bisa membuat siapa saja gelap mata, begitu juga dengan Zidan.

Jam terus berputar tapi dia tak juga bisa memejamkan matanya.

Ada apa?

Semenjak Tere dalam masa pemulihan dia terbiasa memeluknya agar tidak histeris dan juga menyakiti dirinya sendiri.

Kini bukan Tere yang membutuhkannya, tapi sebaliknya, dia yang membutuhkan Tere untuk dijadikan sebagai bantal guling.

Anehkan?

Akhirnya setelah malam berlalu pagi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Halimatun Saadiah
lanjut thor..semakin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 222

    Ting. Zidan pun tiba di lobi, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Tere. Ternyata matanya melihat orang tersebut yang sedang setengah berlari keluar dari lobi. Dengan cepat Zidan pun mengejarnya dan akhirnya dia pun berhasil meraih tangan Tere. "Kamu mau kemana?" tanya Zidan. Meskipun tangan Tere berusaha untuk lepas tapi Zidan tetap memegangnya dengan erat. "Aku capek, aku nggak ngerti lagi sama kamu. Aku udah nyerah, kayaknya aku mati aja," jawaban sambil menangis. "Kamu bicara apa? Aku minta maaf," Zidan terus berusaha untuk meredam emosi Tere. "Aku cape." "Aku minta maaf, kita balik ke dalam ya. Nggak enak dilihat sama orang." Tere pun menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aku mau pulang, dan aku bisa pulang sendiri," ucapnya. "Tere, biar Mas antar." Zidan tak lagi melepaskan tangan Tere, dia tak mau Tere pulang sendiri. Zidan yakin jika dibiarkan dia tidak akan pulang ke rumah. Bahkan sepanjang perjalanan menuju rumah pun Tere ter

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 221

    Zidan terus menatap wajah Tere dengan tajam, dia tak sadar dirinya sedang menahan rasa marah yang begitu besar. Dia pun berjalan ke arah Tere dengan kedua tangannya di dalam sakunya. "Apa yang dikatakan oleh Ayunda benar?" tanyanya. Tere pun mendongkak menatapnya, tapi tak mengerti kenapa Zidan bertanya hal demikian. "JAWAB!" Katanya lagi dengan suara yang meninggi. Saat itu Tere pun tersentak mendengarnya dan dia pun cepat-cepat berdiri karena ketakutan. Zidan pun mulai sadar dengan ucapannya barusan. Zidan menarik napas dalam-dalam setelah menghembus dengan perlahan. Dia harus bisa menahan dirinya, jangan sampai emosinya tak terkendali. Kenapa dia lupa dengan keadaan Tere saat ini? Padahal Tere sudah tidak begitu ketakutan lagi saat berdekatan dengannya. Kini wajah gadis itu terlihat memucat dengan mata yang berkaca-kaca. "Maaf," kata Zidan dengan nada suara yang kini lebih pelan. Kemudian mengambil mineral dan diberikan pada Tere. Dengan tangan bergetar

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 220

    Zidan pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali, dia sedang tegang karena tak ingin malu pada Tere jika ketahuan berbohong. "Kemari lah," katanya menuju ranjang. Degh! Tere pun menggelengkan kepalanya karena takut. "Naik ke sini agar bisa memperbaiki dasi ini dengan benar," terang Zidan agar Tere tidak berpikir yang lainnya. Tere pun merasa lega, awalnya mengira bahwa Zidan akan melakukan hal sebelumnya. Ya, hal layaknya suami istri. Untuk satu itu dia tidak siap. Dia masih takut, Zidan kasar, selain itu dia juga takut hamil lagi, lagi-lagi dengan alasan yang sama. Entah sampai kapan dia akan seperti ini, tapi sungguh semuanya membuatnya merasa semakin was-was. "Tere," panggil Zidan. Tere pun mengangguk kemudian perlahan dia pun berdiri di atas ranjang dan kini dia yang lebih tinggi. Tere yang sedikit berjongkok membuat posisinya terlihat lebih condong. Tapi apa yang terjadi? Zidan malah memikirkan hal lain. Ya, dia memikirkan dada Tere yang sangat besar

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 219

    Dengan rasa kesal Zidan pun harus tidur di sofa ruang tamu. Dia tidak berkeinginan untuk tidur di kamar tamu. Sejenak pikirannya melayang jauh menembus gelapnya malam. Dia bertanya-tanya mengapa bisa semesta membuatnya berjodoh dengan Tere. Bahkan tanpa mengenal terlebih dahulu sebelumnya. Anehnya lagi Zidan mulai bisa menerima kenyataan ini, terutama setelah mengetahui bahwa Tere hancur berantakan karena dirinya. Setelah direnungkan lagi dia juga bingung kenapa bisa begitu kejam pada wanita yang sebenarnya tidak bersalah. Dendam memang mengerikan bahkan bisa membuat siapa saja gelap mata, begitu juga dengan Zidan. Jam terus berputar tapi dia tak juga bisa memejamkan matanya. Ada apa? Semenjak Tere dalam masa pemulihan dia terbiasa memeluknya agar tidak histeris dan juga menyakiti dirinya sendiri. Kini bukan Tere yang membutuhkannya, tapi sebaliknya, dia yang membutuhkan Tere untuk dijadikan sebagai bantal guling. Anehkan? Akhirnya setelah malam berlalu pagi

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 218

    Tere bergerak pelan agar bisa lebih jauh lagi dengan Zidan, tapi anehnya Zidan semakin memeluknya erat dari belakang. "Katanya kamu mau melihat ponsel baru mu?" tanya Zidan yang mengingat kembali ucapan Tere sebelumnya. Sebenarnya dia hanya ingin memecahkan ketegangan saja. "Iya, tapi...... bisa tolong lepaskan aku?" tanyanya dengan ragu. "Apa hubungannya? Aku hanya sedang ingin lebih hangat, aku merasa dingin sekali," bohongnya. "Kenapa tidak pakai selimut?" "Iya, juga ya," Zidan pun menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua, "tapi masih terasa dingin," katanya lagi agar tak ada alasan untuk melepas pelukannya. "Biar aku ambilkan selimut lainnya, sebentar," ucap Tere demi bisa lepas dari Zidan. "Begini saja, aku sangat kedinginan dan terasa mulai hangat." Tubuh Tere mulai terasa bergetar, dia sangat takut dan bingung harus bagaimana lagi untuk bisa lepas dari Zidan. Dia hanya berdoa semoga saja Wina datang dan tidur bersamanya. 'Gawat, kenapa jadi gerah

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 217

    "Nggak papa, nggak tahu kenapa air mataku mengalir aja tiba-tiba," jawabnya sambil terus mengusap wajahnya berusaha untuk menghentikannya. Dengan segera dia pun bangkit dari duduknya untuk pergi dari sana. Zidan ingin memanggilnya tapi suaranya tidak keluar hingga dia hanya bisa menatap punggung Tere. Tapi tak lama kemudian dia pun menyusul Tere yang telah masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Dia melihat Tere berdiri di balkon, tatapan matanya terlihat sangat sayu. Dia tahu pikiran wanita ini sedang dalam kesedihan. Zidan juga sadar dia adalah orang yang telah merubah wanita yang dulunya begitu ceria kini terus diselimuti kesedihan.Dia memang tidak mengatakan apa-apa, tapi dia juga sudah berjanji akan memperbaiki semuanya pada dirinya sendiri. Dia pun mencoba untuk melangkah masuk dan mendekati Tere. Sejenak dia hanya diam saja sambil terus menatap punggung wanita itu. Belum sempat dia bersuara tiba-tiba Tere sudah memutar badannya terlebih dahulu dan melihatnya. "A

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 216

    Zidan pun menyusul Tere yang sudah masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Dia melihat Tere sedang menangis sambil duduk di sisi ranjang. "Aku minta maaf," ucap Zidan tiba-tiba. Tere mulai menyadari kehadiran Zidan, dia pun mengangkat kepala untuk melihat wajah Zidan. "Sebenarnya tadi aku khawatir kamu kembalikan ke apartemen untuk melakukan hal seperti sebelumnya," ucap Zidan lagi. Tere pun mengangguk sebagai jawaban, kemudian dia pun bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kamar mandi. Sesaat setelah mandi dia pun segera menuju ruang makan. Dia tau Wina pasti benar-benar menunggunya di sana. Benar saja, Wina terlihat meletakkan secangkir teh hangat pada meja. "Duduklah dan makan, ini hari sudah hampir sore tapi kamu belum makan siang. Mama takut kamu sakit," ucap Wina. "Makasih, Ma," kata Tere sambil duduk di kursi meja makan. Tere pun mulai menyayangi Wina seperti dia menyayangi ibunya. Wina adalah ibu mertua yang tak beda dengan ibu kandung, dia baik, ramah

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 215

    Sesampainya di apartemen milik Tere dengan segera Zidan pun menekan pasword. Setelah pintu terbuka dia pun mulai mengedar pandangannya ke seluruh sudut ruangan. "Tere," panggilnya sambil berjalan memasuki ruangan-ruangan yang ada di sana. Jika saja dia menemukan Tere dalam keadaan seperti sebelumnya entah apa yang akan terjadi. Tapi ternyata dia tidak menemukan keberadaan Tere disana, bahkan tanda-tanda Tere pernah kesana pun tidak ada. "Kemana perginya?" Zidan pun mulai bertanya-tanya dalam kebingungannya dia pun segera pergi dari sana. Dia tak bisa tenang sebelum memastikan bahwa Tere baik-baik saja. Satu jam sudah berlalu dia terus menyusuri jalanan tapi tak juga menemukanya. Hingga akhirnya laju mobilnya harus terhenti karena ada kerumunan orang didepan sana. Zidan pun menurunkan kaca mobilnya agar bisa bertanya pada orang-orang di sana. "Ada apa, Pak?" tanya Zidan. "Ada mobil kecelakaan," jawab sang bapak yang tampak asing di mata Zidan. "Kecelakaan?"

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 214

    Semalaman penuh Zidan tidak dapat tertidur pulas, dia baru tidur saat hari hampir pagi. Hingga akhirnya hari yang hampir siang barulah dia terbangun. Dia pun kembali ke kamar, tapi tidak ada siapa-siapa disana. Pintu kamar mandi tak lagi bisa terkunci, Zidan yang meminta pada tukang yang memperbaiki pintu agar tak membuat kunci karena tak ingin Tere terkunci lagi di dalam sana. Hingga dia pun mulai membuka pintu kamar mandi yang masih tertutup dengan perlahan, memastikan apakah Tere ada di dalam sana atau tidak. Ternyata tidak. Lalu dimana dia? Zidan pun keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Tere. "Kak, kamu baru bangun tidur? Bangun tidur bukannya mandi, ganti baju malah mau sarapan," omel Wina yang melihat Zidan yang tiba di ruang makan. Zidan pun baru menyadarinya ternyata dia belum mandi, otaknya benar-benar membingungkan karena hanya fokus mencari keberadaan Tere. "Zidan cari Tere, soalnya bingung dimana kemeja putih Zidan, Ma," bohongnya memberikan alibi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status