Aku tidak tahu bagaimana orang lain berpikir. Aku bukan orang yang begitu relijius. Namun Vera Durnovko, ia terlihat pucat."Kakak tidak apa-apa?"Kami baru saja selesai dan keluar dari Katedral Kazan. Pelataran Biara Alexander Nevakov saat ini cukup ramai. Para bangsawan berbondong-bondong keluar dari bangunan tua nan megah itu. Aku menggandeng Vera yang sepertinya bisa runtuh suatu ketika. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya.Ia menggeleng pelan. "Aku ... tidak tahu, Anya," Vera melirih. Pagi ini memang dingin. Aku khawatir jikalau kakak iparku itu sakit. "Sebaiknya kita lekas pulang," kataku. Kepalaku memburu kesana kemari berharap bisa segera menemukan Stepan dan Alexey."Anya ... apakah kita ini adalah orang-orang yang tersesat?" tanyanya. Itu menghentikanku. Aku menatap dalam pada Vera. Ia cemas, matanya berkaca-kaca dan takut. Aku sendiri, jujur saja, tidak tahu harus menjawab apa.Dulu kami memang sering datang ke gereja di dekat wastu, di dekat pabrik. Bersamaan dengan war
Dia adalah orang melarat. Si Rasputin itu. Konon ia datang dari tempat yang sangat jauh di timur, di dataran ini. Entah apa pekerjaannya dulu, mungkin petani miskin seperti kebanyakan orang. Yang jelas dia bukan bangsawan, atau orang terhormat macam ningrat, juga bukan pedagang. Beberapa hari di ibukota, dan aku mulai mendengar sekian rupa kabar burung tentang asal muasal lelaki yang dipanggil nabi oleh sebagian orang. Konon ia adalah orang suci, dia bisa melihat masa depan, dosa dan kesakitan orang-orang. Yang lain menyebutnya penipu. Alexey sudah jauh lebih baik. Berkat dokter, memar di tubuh dan wajahnya sudah mulai nyaris sepenuhnya hilang. Siang ini kami berempat di kediaman, minum teh. Bukannya tidak ingin pulang ke Dukedome, ada sesuatu yang menahan kami. "Perayaan tiga ratus tahun pemerintahan Dinasti Romanov ya ...," gumam Alexey. "Tiga ratus tahun. Bisa kau bayangkan? Kekaisaran sebesar ini dimiliki oleh satu keluarga. Kalau bukan karena orang-orang setia seperti ki
Aku menghela napas. Aku tidak bisa pura-pura terkejut. Aku sudah tahu betul itu. Tetapi ... mengapa mendengarnya langsung dari bibir Alexey membuatku merasa sakit hati. Aku berusaha keras menahan perasaanku ini di depan Alexey. Aku berusaha tegar."Aku bersumpah demi Tuhan, Anya. Aku tidak pernah menyakitinya. Dia memutar semua itu di pengadilan, di pergaulan kelas atas," lirih Alexey.Kemudian, suamiku itu mulai bercerita.Prinsessa Sofia Romanov. Anak dari mendiang Boris Romanov, yang seharusnya menjadi pewaris tahta Kekaisaran Levron. Ayahnya meninggal karena sakit, kemudian ibunya yang depresi pun bunuh diri. Kejadian itu menyisakan Sofia Romanov seorang. Pamannya, yakni Tsar Nikolay Romanov pun mengambilnya untuk diasuh. Seperti seharusnya, karena mereka tidak punya anak laki-laki, maka tahta pun disematkan pada Tsar Nikolay Romanov. Sedari kecil Alexey sudah mengenalnya saat berumur sepuluh tahun. Dia ingat betul gadis kecil itu. Pendiam dan polos. Sofia kecil lebih suka menyendi
Aku, Vadim dan Alfons, kami tidak tahu apa yang telah terjadi pada Alexey. Kembali ke penjara istana Tsar juga rasanya bikin mual."Aku tidak bisa diam saja!" hardikku.Alfons berusaha menenangkan dan bahkan membungkam kami. Enak saja!"Tapi, my lady ... ini terjadi di bawah istana Tsar. Jika Anda gegabah, bisa-bisa Anda berurusan dengan keluarga Tsar."Tanganku meremas erat begitu jengkel hingga buku-buku jariku memutih."Seseorang harus bertanggung jawab! Mereka sudah menganiaya Alexey!""My lady," Vadim angkat bicara. Sedari tadi hanya aku dan Alfons yang cekcok. "Saya ingin bicara berdua dengan Anda."Vadim mengangguk memberi isyarat pada Alfons, membuat bahu lelaki itu turun. Sepertinya dia merasa lega tidak perlu lagi berdebat denganku. Sesaat kemudian, Alfons meninggalkan ruang baca.Aku bersedekap, masih berkeras hati duduk di sofa. Wajahku sudah pasti pahit."My lady ... sekarang ini, Tuan sedang benar-benar membutuhkan Anda. Saya berharap agar Anda bisa berada di sampingnya."
Jam besuk usai. Sel penjara Alexey nampak lebih mewah ketimbang yang lain. Banyak barang-barang di sana yang bisa membuatnya hangat di ruang bawah tanah ini. Aku mendengar tahanan lain menggerutukan sumpah serapah kepadaku. Meskipun begitu, petugas sipir tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya mereka tahu siapa aku, siapa Alexey. Tentulah kami sudah sepatutnya dapat perlakuan super istimewa dari sipir istana Tsar.Namun bukan itu yang membuatku senang hingga membuatku berdebar tidak karuan. Sepanjang di kereta kuda, aku tidak bisa menahan diri senyum-senyum sendiri. Aku bahkan mendapat tatapan curiga dari Vadim. Apa ia menduga kalau aku tengah memikirkan siasat-siasat jahat untuk Alexey? Tak lama tatapan curiga itu pudar, saat kami sampai di rumah dan aku meminta Vadim dan Alfred menuliskan surat permintaan pembebasan Alexey dari tahanan di istana Tsar, dan mengembalikannya pada perin
Aku duduk di lantai sel dingin, memeluk lutut. Sedari tadi Alexey memanggil namaku, namun aku belum mau bicara. Jujur saja aku ingin pulang. Pulang ke mansionku di wilayah Barony Levitski. Menyendiri di kebun.Tapi ... jika aku melakukan itu, pria di sebelahku ini pasti akan merasa lebih buruk. Dia tahu aku sedang tidak ingin diajak bicara. Dia juga pada akhirnya cuma diam di sampingku."Dia memanggilmu Alex ya?" tanyaku.Alexey tidak berani menjawab. Kurasa jawabannya iya.Aku menarik napas berat."Dia ... sangat cantik ya. Dia sangat sempurna," gunamku lirih. Sedikit pedih juga."Tidak! Kau beribu-ribu k