Sebelum menjawab pertanyaan dari Melani, saat itu Grace hanya bisa menghela napasnya saja. Rasanya berat sekali.
“Iya, masih, Kak. Nggak tahu kapan mau resign dari pekerjaan begitu, aku malu sama tetangga, teman dan termasuk juga kakak.”“Semoga yang lain mengerti, tapi aku harap kamu yang tetaplah bekerja saja, jangan sampai seperti itu, ini jauh lebih baik. Apalagi kamu juga masih kuliah.”“Iya, kak.”Malam itu Grace pulang ke rumah pukul sepuluh malam, hari memang sudah malam akan tetapi rasanya masih sangat sore sekali baginya, ia tidak terbiasa akan tidur jam segitu.Setiap menuju rumahnya, jantungnya sudah tidak aman, ia takut kejadian malam lalu akan terjadi lagi di malam ini.Beruntungnya tidak, saat itu tidak ada sama sekali mobil yang terparkir di depan rumahnya. Ia sangat lega sekali mengetahui hal tersebut.Perlahan Grace memasuki rumahnya, Ibunya sudah ada di rumah, ia terlihat karena Ibunya sudah berhasil memberantakan dapurnya yang tidak membereskan tempat makannya.Dengan langkah kaki yang berat dan lelah Grace menuju kamarnya, ia melemparkan dahulu tasnya ke atas tempat tidur, ia berjalan menuju dapur. Grace menggulung lengan bajunya sampai siku dan mulai membersihkan semuanya, kemudian mencucinya.Setelah semuanya selesai, barulah Grace membersihkan dirinya. Biasanya Grace akan bisa tenang berbaring mulai dari tengah malam atau pun dini hari. Karena sedari pagi hingga malam hari ia tidak berada di rumah.Hal itu sebenarnya sangat berat sekali dilalui oleh Grace, namun hal tersebut sudah 20 tahun dilewati oleh Grace. Meski terasa sangat melelahkan ia tetap berusaha untuk hidup demi masa depannya, impiannya, dan kehidupannya sendiri.Pagi hari pukul 07.00Tampaknya Grace bangun lebih siang, begitu bangun ia segera membuat masakan untuk makan pagi dan siang atau malam Ibunya, setelahnya barulah ia membersihkan dirinya.Kali ini jadwal kuliah Grace kebetulan tidak ada, biasanya Grace akan bekerja sedari pagi hingga sore atau pun pukul tujuh malam saja. Kemudian sisanya nanti ia akan menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas atau pun yang lainnya.“Aku pergi,” ucap Grace ketika sudah siap menggunakan sepatunya akan bekerja.Di minimarket“Kebetulan sekali kamu datang cepat, Grace.”“Ada apa memangnya kak?”“Hari ini aku mau pergi, ada acara soalnya, mungkin juga lama, kalau jada sendiri bagaimana? Samapi sore saja setelahnya tutup.”Grace cepat menganggukkan kepalanya.“Iya, tidak apa-apa, kak.”“Oke, titip toko ya, hati-hati, oh sebentar,” Melani mengeluarkan sesuatu dari lacinya.Saat itu ua memberi uang lima puluh ribu 1 lembar pada Grace.“Ini pakai untuk sarapan dan makan siang kamu, kalau kiranya kurang ambil saja lagi atau ambil bahan di toko.”“Hah? Banyak banget kak, aku tadi sudah sarapan kok.”“Sudahlah, ambil saja. Anggap ini uang jajan kamu dariku.”Grace pun tersenyum, ia merasa Melani bukan sekadar pemilik toko tempatnya bekerja saja, akan tetapi sudah seperti kakaknya sendiri yang selalu memperhatikannya.Setelah itu Melani pergi meninggalkan Grace seorang diri di toko tersebut. sudah biasa sekali bagi Grace untuk menjaga toko tersebut seorang diri, ia tidak merasa takut sedikit pun.Saat Grace membereskan beberapa barang yang berantakan di toko tersebut, ada seseoarang yang membeli kopi panas, hari itu masih cukup pagi.“Ini saja?” tanya Grace seraya tersenyum.“Itu saja, berapa.”“20 ribu.”“Satunya untukmu.”“Buat aku? Ngapain, kan kamu yang beli.”“Tidak mungkin 2 cup sekaligus aku minum, Grace.”Laki-laki yang menawari Grace adalah Arlan, orang yang sering mengantarkan stok barang di toko tersebut. bukan pemilik juga, ia hanya sebagai pemasok barang saja. Namun, rumahnya memang tidak jauh dari sana.Oleh sebab itu Grace sangat mengenal Arlan, mereka menjadi dekat karena bertemu di toko tersebut.“Sendiri?”“Iya, Kak Melani ada acara katanya.”“Bisa bicara di depan sebentar?”“Boleh.”“Ambilah, itu kopi untukmu.”“Oke, thank you.”Mereka pun duduk di depan toko tersebut, cuacanya sejuk sangat cocok sekali ditemani kopi panas.“Berarti nanti setelah ini kamu kuliah?”“Enggak, hari ini tidak ada jadwal kuliah.”Arlan mengangguk-anggukkan kepalanya, ia paham.Sepertinya untuk hal-hal yang ringan mereka sering saling bercerita.“Proses jadi Dokter bukannya lama ya?”“Iya lama banget, entah aku salah jurusan atau bagaimana ya.”“Kenapa memangnya?”“Secara aku saja untuk cari makan susahnya seperti ini, belum lagi untuk kuliahnya.”“Bukannya sekarang masih mendapatkan beasiswa?”“Iya, tapi kamu tahu sendiri kalau misalnya beasiswa kan tetap memerlukan uang untuk yang lainnya, beruntungnya masih ada bekal setiap 3 bulan sekalinya, tapi untuk yang lainnya tetap perlu juga.”“Ibumu tidak membantu?”“Bantu tapi aku yang menolak, aku enggak mau makan uang Ibu sama sekali selama pekerjaannya itu, ya meskipun mungkin aku dulu dinafkahi pakai uang itu.”“Mau aku bantu?”“Tidak usah, aku bisa kok. Mau bagaimana juga kamu membantuku? Kamu mau rekrut aku di tempat kerjamu begitu?”“Kalau kamu mau, lebih besar gajinya, tapi harus jadi laki-laki dulu,” ucap Arlan dengan santainya.Sedangkan Grace hanya heran memandangi Arlan, biasanya memang mereka akan membicarakan hal kehidupan diselingi dengan hal komedi seperti itu. Namun, memang tidak ada hubungan apa-apa antara Grace dan juga Arlan.Hari berlalu sampai akhirnya matahari mulai terbenam. Beruntungnya tepat pada saat Grace menutup toko tersebut sekitar pukul tujuh malam Melani tiba dengan mobilnya.“Oke pas sekali, tadi aku ke sini memang akan menyuruhmu menutup toko.”“Ini kak kuncinya, aku tutup sesuai perintahmya kakak, awalnya mau sampai malam.”“Nah ini kamu terlalu keras kepala memang. Ya sudah pulanglah, aku antar saja ya?”“Ah tidak usah kak, aku nanti saja pulangnya.”“Mau ke mana? Ada janji?”“Tidak, tapi aku mungkin akan pulang agak malam sedikit sih, Kak.”Terlihat Melani memahami apa yang Grace inginkan, ia akan menunggu lebih malam agar tidak terlalu lama di rumah.“Ya sudah, kalau nanti kamu butuh sesuatu atau ada apa-apa, hubungi ya.”Grace menganggukkan kepalanya dan tersenyum.Setelahnya mereka pun berpisah, Melani meninggalkan Grace, sedangkan Grace mulai berjalan perlahan menuju rumahnya. Namun sebenarnya ia bisa saja ikut Melani atau naik angkutan umum, tetapi ia memilih untuk berjalan saja seraya mendengarkan lagu di telinganya sembari menyusuri jalanan malam.Kring!Panggilan telepon dari Ibunya yang sangat jarang sekali ia dapatkan.[“Ada apa Bu?”]“Kamu di mana?”[“Di luar.”]“Bisa pulang sekarang? Tolong Ibu sekarang, Grace.”]Grace pun mengernyitkan keningnya, ia heran dengan Ibunya.“Minta tolong kenapa?”[“Cepatlah, Ibu butuh bantuanmu sekarang, tolong Ibumu Grace.”]Ibunya terdengar sangat memohon dengan suara sendunya.Dengan berat hati Grace pun mempercepat perjalanannya. Meski ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Ibunya. Grace segera menutup panggilan tersebut tanpa menjawab apa-apa kembali.Namun, begitu Grace sampai di pelataran rumahnya ia melihat ada 2 mobil terparkir di sana, kali ini mobilnya berbeda dengan mobil Edwin yang sempat ada di sana beberapa hari yang lalu.Mulailah perasaan Grace tidak karuan, ia tidak tahu mengapa ada 2 mobil di sana.“Grace!” panggil Ibunya yang meleburkan lamunannya di depan rumahnya.Saat itu Grace menggelengkan kepalanya.“Cepatlah ke mari!” ucap Ibunya yang kini sudah menarik lengannya Grace ke dalam rumah.Hingga di dalam rumah tersebut ada 2 laki-laki biasa yang sepertinya pengawal seseorang dan ada juga 1 orang yang berperawakan tinggi namun ia sudah sangat paruh baya, lebih tua dari Edwin lalu.Akan tetapi, Ibunya menarik Grace ke dalam kamarnya Grace, ia tidak mengenalkan Grace dengan 3 laki-laki yang ada di ruang tamunya tersebut.“Lepas,
“Grace!”“Apa sih, Bu? Grace mau ke kampus.”“Astaga, tapi besok hari pernikahanmu, bagaimana bisa kamu malah pergi.”“Masih besok, dan hari ini aku harus kuliah!”“Ingat, kamu tidak akan pernah bisa kabur, sekali pun kabur, pengawal Tuan Maverick pasti menemukanmu.”Grace tidak ingin ambil pusing, ia sangat enggan berdebat dengan Ibunya di pagi hari. Sebenarnya Grace sangat terpukul dengan keputusan yang diambil oleh Ibunya, dengan sengaja dan tidak berat hati Ibunya bahkan tega sekali memberikannya pada Tuan Maverick yang sama sekali tidak dikenalnya.Hari ini mungkin akan menjadi hari terakhir bagi Grace untuk bekerja karena nantinya ia akan pindah dari sana, ia pun juga tidak tahu jika nantinya akan diperbolehkan bekerja atau tidak. Namun, yang saat ini dibayangkan oleh Grace hanyalah siksaan saja yang akan menerpanya.Belum saja menikah, Grace sudah memiliki bayangan yang sangat buruk, belum lagi ia menikah dengan laki-laki paruh baya yang sepatutnya mungkin menjadi Ayah atau pun
Hari pernikahan sudah tiba, tepat pukul tujuh pagi Grace sudah berada di depan cermin ruangan yang lain. ia sudah harus bersiap berdandan dan mengenakan gaun yang cukup terbuka tersebut.Namun, semakin lama ternyata Grace tidak pergi dari sana. ia hanya dipotret saja dengan banyak gaya namun tidak ada tanda-tanda sama sekali ada Tuan Maverick yang akan menikah dengannya.“Pernikahan sudah dilangsungkan, Non Grace sekarang sudah resmi menjadi istri dari pemilik rumah ini.”“Hah? Bagaimana bisa? Dari tadi saja aku di sini sama kalian, bahkan aku hanya berfoto bagaimana bisa aku sudah menikah dengan Tuan kalian?” tanya Grace yang sangat tidak percaya.Beberapa orang yang ada di sana hanya tersenyum saja, sepertinya mereka memang sudah mengetahui apa yang direncanakan oleh Tuannya. Hanya Grace sendiri yang tidak mengetahui apa-apa sama sekali.“Pernikahan dilangsungkan tanpa ada Non Grace di sana, tetapi memang sudah resmi. Semuanya sudah diatur. Sekarang hanyalah sesi pemotretan biasa, d
“Kamu jangan macam-macam!”“Memangnya kenapa lagi? Apa salahnya aku membuka baju di kamarku sendiri?”Saat itu Liam sepertinya senang sekali mendekati dan membuat Grace marah, perlu diketahui jika tubuh Grace mungkin memang sesuai dengan tipe dari Liam. Ia memiliki paras yang cantik, cukup mulus dan tinggi semampai.Apalagi saat ini ia hanya mengenakan pakaian yang cukup minim, membuat Liam sepertinya senang saja menggoda Grace, ia tahu jika Grace sudah ketakutan juga padanya.“Kamu tahu ada perempuan di kamarmu, seharusnya jangan buka baju sembarangan!”“Aku gerah, lagi pula kamu istriku bukan?”“Aku saja bahkan tidak menganggapku sebagai suami.”Entah mengapa saat itu Liam mulai mendekati Grace kembali, ia menatapnya cukup tajam dan dengan sengaja mendorong Grace hingga tertidur di atas tempat tidur. Sekarang tepatnya Liam sudam berada di atas tubuh Grace.Bukan main Grace membelalakan matanya. Ia snagat terkejut dengan kejadian tersebut, bagaimana pun ia tidak mau memberikan masa
Saat itu mata Grace cukup memandangi orang yang baru saja memasuki rumah Liam. Orang tersebut adalah Tuan Maverick, laki-laki yang pada bayangan Grace akan menjadi suaminya. Namun ternyata semuanya salah. “Bagaimana dengan putraku? Apakah tidak menolak jika dinikahi olehnya?” “Kamu punya mulut gunakan untuk menjawab, bukan hanya diam saja!” bentak Liam dengan kasar pada Grace. “Liam, pelan sedikit, tidak perlu mengerluarkan tenaga yang banyak untuk berbicara dengan gadis ini.” Grace sedikit menghela napasnya, ia kebingungan dengan tingkah dari Tuan Maverick seolah membantunya, namun di sisi lain Tuan Maverick lah yang membuat hidup Grace menjadi tidak karuan seperti ini. Sepertinya pagi itu Tuan Maverick memang memiliki kepentingan dengan Liam, setelah Liam membentak Grace tidak lama kemudian Tuan Maverick meminta Liam berbicara dengannya di ruangann lain. Ruang kerja lantai 1 “Sudah kamu apakan santapan yang Ayah berikan untukmu?” “Belum aku sentuh sama sekali, belum berminat.
“Enggak usah jauh-jauh bayanginnya bagaimana. Yang jelas enggak ada kecocokan sama sekali, antara aku sama dia itu. Orang itu benar-benar benci juga dengaku, sama saja aku juga benci. Bahkan di rumah dia rasanya kepala ingin pecah.”“Bahaya kalau telingamu bisa pecah. Tapi, gimana dengan pekerjaan kamu?”“Oh itu rencananya nanti pulang kuliah mau ke sana.”“Masih lanjut kerja?”Grace sedikit menggelengkan kepalanya, ia bingung juga dengan apa yang akan ia lakukan berikutnya. Ia masih mempertimbangkan bagaimana nantinya akan melanjutkan pekerjaan paruh waktu dan tetap berkuliahnya.Setelah sore itu selesai, ia habiskan hampir 1 harinya untuk berkuliah dan sorenya sengaja ia segera pergi ke minimarket tempatnya bekerja. Sebelum sampai ke tempat, Grace sudah diberi lambaian tangan oleh Melani, sang pemilik toko tersebut. dengan balasan lambaian tangan juga senyuman Grace kembali menyapanya.“Aku kira kamu enggak akan ke sini, soalnya beberapa menit lagi kamu enggak ke sini aku mau tut
“Pekerjaanmu terlalu rendah sekali, Grace.”“Pekerjaan yang rendah itu pekerjaan Ibuku! Kamu jangan samakan aku dan dia.”“Kamu dan Ibumu apa bedanya?”Air muka Grace terlihat sangat mengumumkan amarah sekali. Ia tidak senang jika Liam selalu menyamakan dirinya dengan Ibunya. Meskipun Grace lahir dari Rahim Ibunya langsung, sikapnya sangat jauh berbeda sekali, sikapnya seperti langit dan bumi. Jika Grace berani melawan Liam habis-habisan, ia ingin sekali untuk menampar mulut Liam yang tidak pernah berbicara yang baik-baik padanya.“Jaga mulutmu, Liam. Aku memang lahir dari Ibuku seorang pramuria, tapi sampai hari ini aku memang masih menjaga diriku dengan baik!”“Oh ya? Bisa buktikan?” tantang Liam.Wajah Grace kembali terlihat muram, ia segera pergi ke kamarnya, membanting pintu kamarnya dengan keras sekali, sampai membuat Liam menggelengkan kepalanya. Anehnya, Grace memnag marah namun ia hanya kembali pada kamar yang ada di rumahnya Liam, bukan kabur dari rumahnya Liam.Hal baru yan
Melihat Melani memperhatikan arah Liam, begitupun dengan Grace. ia melihat Liam yang sering melirik jam tangannya, seolah memberikan kode pada Grace untuk segera bergegas.Grace pun menganggukkan kepalanya.“Iya, dia orangnya, Kak.”Entah mengapa Melani malah menghela napasnya dan memperhatikan Grace kembali. Saat itu Grace tidak memiliki banyak waktu untuk berbincang-bincang lebih lama dengan Melani.“Kak, aku benar-benar minta maaf atas semua kesalahan dan tindakan selama kerja di sini, dan terima kasih banyak sudah menganggap Grace sebagai adik kakak sendiri. Mulai hari ini Grace tidak bisa lagi kerja di sini, Kak.”“Sebenarnya kakak sudah nyaman kamu kerja di sini. kalau begini, kakak jadi sulit mengetahui kondisimu.”“Bagaimana lagi, Kak. Mungkin nanti suatu saat aku bisa bebas dari sana.”Melihat gerak gerik Liam yang sudah tak tenang menatap Grace, kini perlahan Grace berpamitan. Mereka sempat berpelukan dahulu sebelum akhirnya Grace meninggalkan toko tersebut. Setelah Grace s