part 19Aku telah memikirkan cara untuk membalas Mila, tentunya bukan diri ini yang akan melakukannya, melainkan Syasya. Mereka berdua sangat licik aku juga akan berbuat yang sama. Kami memesan gaun pengantin yang paling mahal. Perut Mila yang kian membesar membuat dirinya kerepotan hanya untuk berjalan. Ngapain juga dia bekerja di sini? Bukannya dia masih istri mas Aldi? Mila terus memperhatikanku sambil menulis alamat rumah Daren. Semoga saja dirinya tak dapat mengenaliku, kalau itu terjadi entah bagaimana rencana yang telah disusun."Kami akan kirim tepat waktu, terima kasih telah percaya dengan butik ini." Mila menyerahkan nota dan Ibu langsung mengambilnya. "Kita ke restoran dulu Ibu sudah lapar," ujarnya yang langsung mendapat anggukan dariku. Ibu berjalan duluan, tiba-tiba tangan kananku ada yang mencekal dengan kuat. Sontak aku melihatnya dan sedikit terkejut dengan perkataannya."Kamu pasti Ayu, jangan membohongiku kita berteman sudah lama. Aku yakin kalau itu kamu, meski
Ternyata Daren tidak mencium ku, ah dasar otakku sudah tak waras rasanya malu. "Ada kotoran di hijabmu," ujarnya dan berlalu. Pipiku terasa merah bagaimana bisa aku berpikir kalau Daren akan mencium? "Kenapa pipimu merah?" tanya Daren dengan entengnya. Sontak kupegang pipi ini."Daren jangan goda Ayu terus. Nanti juga kamu akan halal." Ibu menatap tajam anaknya."Aku tidak menggoda. Ayu seperti bidadari yang turun dari langit. Rasanya tak percaya bisa mendapatkan dirinya."Apaan sih gombal terus, apa tidak malu kan ada ibunya. Daren membuka ponselnya dia terlihat serius berbicara. Mungkin dari kantornya. Mengapa juga lama-lama di sini."Aku pergi dulu ya soalnya ada meeting di kantor pusat," ujarnya dengn buru-buru."Yasudah sana ngapain masih di sini," balas Ibu karena Daren masih betah duduk."Ada yang tertinggal, Bu?" jawabnya dengan sedikit khawatir"Apa?""Bidadariku takut ada yang ambil. Tolong jaga dia untukku, Bu."Ya ampun masih sempat-sempatnya gombal. Dia itu terbuat dar
Bab 21Hari pernikahanku akan digelar dengan mewah, aku sudah meminta untuk sederhana. Namun, ibunya Daren tak setuju beliau menginginkan pesta yang ramai. Banyak dikunjungi para pebisnis ternama, apalagi mereka keluarga terpandang. Mau tak mau harus menerimanya."Iya gimana baiknya saja, aku nurut." Daren masih keukeuh dengan keinginan ibunya. Aku melihat raut wajahnya sendu mungkin tak bisa menolak keinginan ibunya. Bukannya tak mau, tetapi aku malu karena ini bukan pernikahan pertama bagiku. Namun, bagi ibunya Daren ini pernikahan pertama bagi anaknya. "Maaf, ini bukan mauku. Namun, Ibu." Dia tertunduk lesu. Aku menggenggam tangannya dan tersenyum padanya kalau aku baik-baik saja. Sebenarnya bukan masalah pernikahan mewahnya, tetapi aku takut kalau tak bisa menjaga keharmonisan setelah menikah. Mau sederhana atau mewah, ya tetap saja sah. Kami saling beradu argumen tentang pesta yang sangat luar biasa. Tentunya akan memakan banyak biaya, mungkin baginya tak apa. Tak terasa bulir
Part 22"Heh Ayu, jangan pura-pura polos wanita ular sepertimu tak pantas mendapatkan kebahagiaan," ujarnya dengan menatap nyalang. Mila makin mendekat ke pelaminan. Orang-orang menatapku benci, pasti mereka mengira aku telah mendzoliminya. Seorang wanita hamil dengan penampilan acak-acakan, bahkan bajunya terlihat koyak sehingga terlihat kulit putih mulusnya. Pasti semuanya akan iba melihat seperti itu. Apalagi Mila mengeluarkan kata-kata tak sopan padaku. Akan tetapi, kenapa dengannya kenapa bisa penampilan Mila seperti itu? Banyak pertanyaan di benakku. Namun, bukan waktu yang tepat untuk bertanya. Lebih baik diam dan nyimak apa yang akan dia katakan."Dengar semuanya. Perempuan itu yang telah merebut kebahagiaan dariku. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, kini dia menikah dengan lelaki kaya. Aku pastikan setelah mendapatakan hartanya. Dia akan meninggalkan suami barunya. Begitu pula dengan pernikahan sebelumnya." Sorot matanya menatap tajam ada kilatan marah di sana. O, dia h
Bab 23 Dokter memutuskan untuk mengambil tindakan operasi Caesar. Karena kondisi janin harus segera diselamatkan. Tidak ada pilihan lain, aku dan mas Daren menyetujui permintaan dokter. Semoga Mila dan bayinya selamat.Tidak lama Mila sudah keluar dan akan dipindahkan ke ruangan operasi. Dia masih tidak sadarkan diri, wajahnya sangat pucat. Hatiku makin teriris melihat kondisinya."Maafkan aku Mila, aku tak mengetahui kalau dirimu akan seperti itu," sesalku.Aku dan mas Daren mengikuti di samping brangkar. Namun, tiba-tiba tangan ini dipegang dengan erat oleh Mila. "Mila, kamu harus kuat demi anakmu, aku akan menemani sampai kalian selamat." Aku melihat sudut mata Mila mengeluarkan cairan bening. Kuhapus dengan pelan seraya berkata, "Aku akan selalu di sini bersamamu. Kita masih teman." Aku tak kuasa melihatnya yang lemah tak berdaya apalagi tengah berjuang untuk melahirkan anaknya. "Kamu harus hidup, Mila. Kasihan anakmu kelak jika kamu tiada," gumamku pelan. Namun, sepertinya
part 24"Ayu," ucapnya lagi dengan suara bergetar. Dia berjalan mendekat, tetapi mas Daren langsung menghadang. "Mau ngapain kamu?" Suara baritonnya sangat tegas membuat bulukuduk berdiri. Mas Aldi, ya dia mantan suamiku yang telah berkhianat. Namun, kenapa harus dipertemukan saat ini. "Ja-jadi kamu masih hidup?" ujarnya lagi, tanpa menjawab pertanyaan mas Daren. Tanganku digengangam mas Daren dengan erat ada rasa kehangatan di hati ini mendapat perlakuan darinya. "Iya dia Ayu, istriku." Mas Daren menekankan setiap ucapannya. Wajah mas Aldi terlihat pucat pasi. Ada apa dengannya? Tidak mungkin kan kalau dia masih ada rasa … atau jangan-jangan ingin macam-macam padaku. Astaghfirullah"Syukurlah kamu masih hidup, aku mau minta maaf Yu. Kini hidupku tak tenang, selalu diteror hutang pinjol. Ini semua karena Syasya, dia selalu memojokanku untuk mendapatkan uang. Rumah yang dia ambil ---," "Mas," panggil seorang wanita yang duduk di kursi roda. Mataku membulat saat melihat orang it
Part 25Pandangan kami saling tatap entah kapan bibir itu meny*tu, aku terpejam sedikit terbuai dengan permainan suamiku. Walaupun terasa kaku, tetapi aku sangat menikmatinya. Degup jantungku bertalu-talu saat tangan kekar itu masuk ke celah yang di tutupi kain. Benda ke*y*l yang tidak terlalu besar. Namun, cukup pas berada digenggamannya. Tanpa terasa bibirku mengeluarkan suara indah yang membuat suamiku makin menggila. "Bolehkah Mas memintanya?" tanyanya dengan lembut. Aku hanya mengangguk pelan. Mengapa bilang dulu tidak langsung saja. Wajah ini mungkin merah merona bak kepiting rebus. Sebelum memulai, mas Daren membaca doa terlebih dahulu. Dia memang agamis sekali, tidak lama kami melakukannya. Aku meringis menahan nyeri. Tiba-tiba mas Daren menghentikan aktivitasnya. "Kenapa Sayang? Apa Mas menyakitimu?" Aku menggeleng seraya tersenyum. Menatap tubuh p*l*s itu yang penuh dengan peluh. Aku terlelap terlebih dahulu, sebelum tidur mas Daren sempat menci*m keningku lama"Terima
Part 26Akhirnya yang kutakutkan terjadi. Mila menjambak sanggul yang indah itu dan kini tergerai acak - acakan. "Dasar wanita tua, ayo lawan aku." Mila terus menjambak dengan kasar, aku pun tak tinggal diam dan segera melerai mereka. Syasya hanya acuh melihat kami seperti ini. Astagfirullah bukannya dia bibinya? Lalu kenapa diam saja. "Sya tolong aku pisahkan mereka," ujarku. Namun pengakuannya membuatku jengkel. "Kamu tidak lihat kalau aku gak ada kaki Ini juga salahmu, terus gimana caranya coba melerai mereka yang ada aku yang kena amukan." Dengan santainya berkata demikian, tanpa melihat sedikitpun ke arah kami. Entah mengapa, aku sudah tak menemukan sosok Syasya yang penyayang darinya.Seenggaknya dia berteriak meminta tolong karena aku sibuk memisahkan mereka. "Mil, sudah. Kamu 'kan baru operasi, aku takut kamu kenapa-kenapa." Aku terus saja melerai mereka mencoba membawa Mila untuk menjauh dari wanita gemuk itu. Akhirnya aku berhasil walaupun badanku kena pukulan bibinya