Share

Bab 07

Setelah pintu mobil mewah bergeser menutup, Pak Sopir melaju pelan. Kulihat Nindi masih mematung di sana. Sepertinya dia sangat kesal. Rencana bulan madunya bersama Dewa tergerus sia-sia.

Sementara Dewa duduk manis mengenakan kacamata hitam sambil memainkan ponsel. Dia fokus pada benda di tangannya tanpa memperhatikan keberadaanku. Kami seperti orang yang tak saling mengenal.

Namun, aku tak peduli. Diriku fokus menikmati suasana kota Bali. Sepanjang jalan yang kami lalui sangat tenang dan lengang. Berbeda jauh dengan suasana di ibukota.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, Pak Sopir membawa kami ke sebuah resort. Pasalnya tempat kami menginap tersebut telah disiapkan oleh Papi. Ya, mertuaku itu memang telah lama bergelut di dunia bisnis kuliner dan mempunyai banyak rekanan di seluruh kota.

Ketika sampai di resort yang berada di daerah Ubud, lelaki berseragam hitam tadi membukakan pintu mobil. Kemudian, aku dan Dewa turun. Tampak di depan sana kami telah disambut oleh owner juga beberapa karyawannya.

Mereka sangat ramah dan sopan. Seragamnya pun menunjukkan identitas kota ini. Kemudian, salah satu karyawan mengalungkan bunga padaku juga Dewa. Aku seketika merasa bak ratu. Kami diperlakukan sangat istimewa. Namun sayang, pernikahanku tak seistimewa perlakuan mereka.

Setelah itu, mereka mengarahkan kami ke tempat di mana kami harus menginap. Suasana resort-nya berbeda dengan resort-resort pada umumnya. Lokasi di pertengahan sawah yang membuat kesan tradional dan alami, tapi menenangkan.

"Jangan bangga kamu. Kamu bisa seperti ini juga karena nikah sama aku," bisik Dewa ketika kami berjalan menuju kamar.

"Enak aja. Kamu juga bisa kayak gini karena nikah sama aku. Coba aja kalo kamu nentang Papi, terus nikahin si Glowing itu. Gak bakalan diperlakukan istimewa gini. Jelek-jelek gini kesayangan Papi sama Mami kamu," balasku tak mau kalah.

"Baguslah kalo kamu sadar diri. Jelek, jorok, bau. Gak ada istimewanya." Dewa mempercepat langkahnya meninggalkanku berjalan di belakang.

"Awas, ya. Sekarang kamu hina aku. Awas kalo sampe jatuh cinta." Aku berteriak dari belakang. Masa bodoh dengan karyawan resort yang mendengar perdebatan kami.

Sontak Dewa menghentikkan langkahnya dan menoleh ke arahku. "Gak bakalan." Kemudian, dia menjulurkan lidahnya dan kembali berjalan meninggalkanku.

Ketika tiba di depan kamar. Karyawan yang mengantar kami telah membukakan pintu. Aku sangat terpukau dengan suasananya. Wangi pengharum ruangan aromatherapy seketika menguar ke indera penciuman. Aku makin merasa tenang dan nyaman. Ternyata mertuaku tak salah memilihkan lokasi.

"Selamat bersenang-senang. Maaf, saya pamit dulu," kata salah satu karyawan sambil menyerahkan kunci.

"Terima kasih, Mas." Tanpa sengaja aku dan Dewa menjawab bersamaan. Setelah itu, kami hendak bersamaan masuk. Namun, sejenak langkahku terhenti, lalu saling pandang.

"Apa, sih. Ikut-ikutan aja terus," omel Dewa. Dia terlihat sangat kesal.

"Kamu yang ikut-ikutan. Orang aku mau masuk, kok."

"Ya udah, kamu duluan." Akhirnya Dewa yang mengalah dan mempersilakanku masuk terlebih dahulu.

Setelah berada di dalam, mataku tak henti memindai seluruh ruangan. Kemudian, aku mengarah ke jendela dan membuka gorden. Lagi-lagi aku disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Hamparan padi terbentang luas menyejukkan mata.

"Ah, sial! Rencanaku sama Nindi gagal total!" Terdengar Dewa mendengkus kasar. 

Spontan pandanganku mengarah padanya. Kulihat Dewa merebahkan badannya di atas kasur tanpa melepas sepatu dan posisi tangan memegangi kepalanya. Aku hanya diam memperhatikan tingkahnya yang seperti orang frustrasi. Jika kuladeni ucapannya, kami bisa saja berdebat. Percuma.

"Pasti kamu senang, kan, liat rencanaku sama Nindi gagal?" Dewa kembali bersuara.

"Gak salah denger?" Aku perlahan berjalan mendekati Dewa.

Dia masih berbaring menatap langit-langit kamar. Entah apa yang dia pikirkan. Ah, pasti dia sedang memikirkan kekasih hatinya itu.

"Udahlah, terima dengan ikhlas aja pernikahan ini. Daripada kayak gini terus, kamu yang susah." 

Spontan Dewa bangun dan langsung berdiri tepat di hadapanku. "Apa kamu bilang? Terima pernikahan ini? Gila. Kamu nyuruh aku nerima pernikahan dengan orang yang aku gak cinta? Kamu itu benar-benar udah gak waras." Dia menyilangkan kedua jari telunjuknya di kening.

Belum sempat kubalas ucapannya, ponselku mendadak berdering. Gegas aku menuju sumber suara dan mengambil benda tersebut dari dalam tas. Sontak mataku melebar ketika melihat Mami melakukan panggilan video.

"Mami, video call."

Dewa langsung membawaku duduk di tepi ranjang. Sejenak kuarahkan pandangan padanya. Namun, dia justru membalas tatapanku sangat tidak bersahabat.

"Jangan GR kamu. Ingat, ini cuma sandiwara. Ikuti permainanku."

"Oke, aku akan ikuti permainanmu." Tanganku langsung menggeser tombol hijau ke atas dan panggilan video dari Mami langsung terhubung.

"Kita udah nyampe resort, Mi. Di sini pemandangannya bagus banget. Owner sama karyawannya juga ramah-ramah," ucapku mengawali percakapan. Kulihat Mami di sana seperti mengamati sesuatu.

"Halo, Mi. Iya, Mi, di sini enak banget." Tiba-tiba Dewa merangkul pundakku. Namun, aku tak bisa berkutik karena kutahu ini bagian dari permainannya.

"Ya ampun, Mami senang banget kalo liat kalian berdua mesra seperti itu," timpal Mami dengan raut wajah semringah.

Dewa seketika merapikan anak rambutku yang berantakan. Dia juga mengusap kepalaku sangat lembut. Ah, dasar. Meski begitu, entah kenapa aku sangat menikmati setiap perlakuan palsunya.

"Ya udah kalo gitu, kalian lanjutin lagi senang-senangnya." Mami langsung mengakhiri panggilan.

Setelah itu, Dewa mendorongku agar menjauh. "Sana! Itu tadi cuma akting. Jangan ke-GR-an kamu."

Aku pun berjalan menjauhinya. "Kamu juga jangan ambil kesempatan dalam kesempitan. Alasan akting padahal mau megang-megang." Aku tak mau kalah. Namun, masih kurasakan tangan kekarnya ketika membelaiku tadi.

Dewa makin melebarkan matanya. "Gak bakalan. Mau kamu kayak apa juga aku gak bakal tertarik. Manusia gak ada istimewanya."

"Ah, sialan! Di ruangan ini gak ada sofa," lanjut Dewa dengan nada setengah emosi.

Mataku ikut memindai ke sekitar. Aku juga baru sadar di ruangan seluas ini tak ada sofa di dalamnya. Ya Tuhan, bagaimana ini? Apa harus kami tidur dalam satu ranjang? Ah, tidak. Tak akan kubiarkan hal itu terjadi. Bagaimana pun caranya akan kubuat Dewa yang tidur di lantai.

Mendadak aku ingin buang air kecil. Kebetulan badanku juga terasa gerah. Langsung saja kuambil baju handuk dan sekalian mandi. 

Ketika di dalam toilet, aku tercengang. "Astaga. Aku halangan. Mana gak bawa pembalut lagi." Aku terus menggerutu.

Usai mandi, aku segera keluar mengenakan baju handuk. Diriku mondar-mandir tak tenang. Ingin meminta tolong pada Dewa, tapi malu. Pasti juga dia tak akan mau jika kumintai pertolongan.

"Kamu kenapa mondar-mandir aja di sana?" Dewa rupanya memperhatikanku.

Aku hanya diam, tak menanggapi ucapannya sepatah kata. Entah kenapa bibirku terasa kelu. Aku sangat malu jika harus mengutarakan apa yang sedang kualami.

Namun, jika aku terus-terusan seperti ini tak akan kutemui jalan keluar. Akhirnya, kutarik napas dalam-dalam dan memberanikan diri untuk memberi tahu Dewa.

"Dewa."

"Hem." Dewa menjawab tanpa sedikit pun menoleh padaku. Dia masih asyik memainkan ponsel sambil duduk di tepi ranjang.

"Kenapa?" lanjutnya lagi. Namun, kali ini dia menoleh ke arahku.

"Aku bisa minta tolong gak?"

Matanya kian melebar. "Minta tolong apa?"

"Aku dapet. Terus aku gak bawa pembalut. Bisa gak kamu tolong beliin aku?"

Mata Dewa makin melotot hingga hampir terlepas dari rongganya. "Pembalut? Astaga! Gak, gak mau. Kamu suruh aja karyawan resort ini." Dia terang-terangan menolak.

"Gak enak, masa orang lain yang beliin aku pembalut?"

"Terus apa bedanya juga sama aku?" timpal Dewa ketus.

"Kamu, kan---" Ucapanku seketika terhenti.

"Apa? Kamu mau bilang aku suamimu? Ingat, ya! Pernikahan ini cuma sementara."

Aku telah kehabisan akal. Akhirnya, kupakai jurus pamungkasku. "Ya udah, kalo gitu aku laporin ke Mami."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
tentara tp.koq gitu..anak mami...hehe
goodnovel comment avatar
Virafdylan S Saban
cerita apaan kayak bgni,bkin muntah SJ,abal²
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status