Share

Bab 08

Author: Ririn Irma
last update Last Updated: 2022-10-02 08:51:41

Sontak Dewa melompat ke arahku. "Eh, jangan. Jangan. Ya udah aku beliin, tapi tunggu aku mandi dulu." Dia langsung beranjak ke kamar mandi.

Seketika aku tertawa puas. Pokoknya akan terus kukerjai dia selama masih memperlakukanku tidak baik.

Setelah cukup lama menunggu, Dewa keluar dari kamar mandi. Melihatnya datang, seketika aku bernapas lega karena segera mendapat bala bantuan.

"Nyusahin aja, sih, kamu." Dewa menggerutu sambil menyisir rambutnya.

Aku hanya diam. Dalam hati juga merasa kasihan harus menyuruhnya seperti itu. Tapi, kalau bukan dia siapa lagi yang menolongku?

"Pasti kamu sengaja ngerjain aku, kan?" lanjutnya lagi. Kali ini dia mengambil tas, lalu memasukkan ponsel ke dalamnya.

"Ya, daripada aku laporin Mami kalo kamu di sini sama Nindi? Pilih mana?" 

Dewa sontak menghadap ke arahku. "Dasar, perempuan licik." Dia langsung keluar begitu saja.

"Cepetan! Jangan lama-lama!" Aku berteriak dari dalam. Entah dia mendengar atau tidak karena bersamaan dengan pintu yang tertutup keras.

Selama menunggu Dewa, aku tak berani duduk karena khawatir akan tembus. Selama itu pula aku hanya berdiri. Berkali-kali kulihat jam, tapi Dewa tak kunjung datang.

"Beli di mana dia? Perasaan tadi kulihat di seberang jalan ada Adamart, tapi kenapa dia lama sekali?" omelku sendiri.

Kemudian, kuambil ponsel. Segera kukirim pesan W******p. Namun, setelah menunggu cukup lama pesanku tak kunjung dibaca. Pikiranku seketika teringat Nindi. Apa jangan-jangan dia bertemu dengan wanita itu terlebih dahulu? Kalau sampai benar dugaanku, awas saja.

Karena tak sabar menunggu, segera kuhubungi Dewa. Tapi, dia tak menjawab panggilanku. Aku makin mengomel tidak jelas. Sebenarnya dia ke mana? Apa jangan-jangan dia tersesat dan tak tahu arah jalan pulang? Ah, kenapa tiba-tiba aku jadi ingat lagu itu? 

"Dewa. Kamu di mana? Dengan siapa? Dan berbuat apa?" Ah, kenapa malah jadi ingat lagu itu juga? Kemudian, kutimang-timang ponsel yang berada di tanganku.

Seketika ponselku bergetar. Mataku sigap mengarah pada benda tersebut. Masuk sebuah pesan balasan dari Dewa. Hatiku perlahan tenang. Ternyata dia dalam keadaan baik-baik alias tidak tersesat.

Udah, kamu tenang aja di sana. Jangan ganggu aku dulu.

Membaca pesan itu, aku jadi kesal. Bagaimana bisa dia memintaku tenang sementara keadaanku darurat? Dasar lelaki, tak pernah tahu rasanya ketika wanita mendapat PMS. Menyebalkan.

Cepet pulang. Aku mau pake pembalutnya. 

Balasku. Tak lama pesanku berubah centang berwarna biru. Tampak di sana Dewa sedang mengetik.

TRING! Pesan balasan dari dia pun kembali masuk.

Malas. Aku mau pacaran sama Nindi dulu. Siapa suruh kamu kerjain aku buat beliin pembalut?

Kutarik napas dalam-dalam. Kuatur napas sebaik mungkin. Sabar Furi, sabar. Otakku terus berpikir bagaimana caranya agar Dewa segera kembali membawa pembalut untukku. Seketika aku menjentikkan jari, lalu segera mengiriminya pesan.

Please. Kamu balik dulu anterin pembalutku, habis itu kamu ke sana lagi, deh.

Dewa segera membaca pesanku. Pesan balasan dari dia pun masuk lagi.

Iya, deh. Tunggu bentar. Dasar perempuan ngeselin.

Aku seketika tersenyum puas. Ternyata usahaku tidak sia-sia. Dewa akhirnya menuruti permintaanku. Namun, tak akan kubiarkan dia pergi lagi dengan wanita tak tahu malu itu. Ha-ha.

Tak berselang lama pintu terbuka. Dewa telah datang. Dia langsung melempar plastik berisi pembalut tepat di wajahku. Sepertinya Dewa sangat kesal padaku.

"Makasih, ya," ucapku halus.

"Makasih, makasih. Dasar perempuan ngeselin. Kenapa, sih, kamu ganggu terus rencanaku sama Nindi? Tau gak, gara-gara WA kamu tadi Nindi jadi marah sama aku. Apalagi dia liat pembalut di tasku. Arrrggghhh!" Dewa seketika mengacak rambutnya dengan sangat kasar.

Aku berpura-pura memasang wajah iba. Kemudian, kuhampiri Dewa. "Duh, maafin aku, ya. Lain kali gak aku ulangi lagi, kok." Tapi, dalam hatiku ingin tertawa lepas.

"Dah, sana. Gak usah banyak bacot. Cepetan ganti baju." Dia mendorong badanku menjauhinya.

Aku segera beranjak ke kamar mandi. Setelah itu, aku kembali menghampiri Dewa. Dia tampak fokus memainkan ponsel. Tak berselang lama, terdengar suara ketukan pintu. Gegas aku menuju sumber suara.

"Maaf, Mbak, saya cuma mau menginformasikan kalau dari pihak resort nanti malam akan menyediakan dinner istimewa buat Mbak dan suami." Seorang wanita mengenakan baju seperti kebaya khas Bali.

"Oh, iya, Mbak. Makasih, ya, infonya."

Setelah itu, karyawan resort berlalu. Aku pun segera menutup pintu kembali. Kulihat Dewa memperhatikan ke arahku.

"Siapa tadi? Ada apa?" Dewa menaikkan sedikit kepalanya.

"Oh, itu tadi mbaknya ngasih tau kalau nanti malam ada dinner istimewa buat kita."

Sontak wajah Dewa berubah semringah. Tangannya pun seketika menepuk tempat tidur. "Ah, kesempatan."

Melihatnya seperti itu, aku hanya menggeleng. Kutahu dia sedang menyusun rencana bersama Nindi. Namun, tak akan kubiarkan dua manusia tak tahu diri itu berbahagia di atas penderitaanku. Akan kukawal terus pergerakan mereka.

"Sayang, ntar malam bisa gak kita dinner bareng? Kebetulan dari ressort nyediain dinner." Suara Dewa sedang berbicara di telepon. Siapa lagi kalau bukan Nindi yang dia hubungi.

"Tenang, Sayang. Furi itu gak masalah. Dia sudah setuju dengan permainanku. Kita bersenang-senang dan nikmati liburan ini saja, Sayangku." Kembali Dewa bersuara.

Mendengar ucapannya, hatiku terasa nyeri. Lagi-lagi Dewa sengaja mengumbar kemesraan dengan wanita tak tahu malu itu. Namun, aku berusaha sekuat mungkin bersikap biasa.

***

Acara makan malam pun berlangsung. Ketika sedang menunggu berbagai hidangan berdatangan, tiba-tiba Nindi menghampiri kami. Dewa langsung menyambut wanita itu dengan kecupan. Astaga, benar-benar memalukan.

Di sela-sela kami menikmati makan malam, Dewa dan Nindi tak henti bermesraan. Mereka tampak romantis tanpa sedikit pun menjaga perasaanku. Meski begitu, aku tetap berusaha tenang. Padahal di dalam sini telah berapi-api karena terbakar api cemburu.

Sambil melihat Dewa dan Nindi yang semakin tak beradab itu, aku terus memikirkan cara untuk memberi pelajaran untuk mereka. Kebetulan acara makan kami dilakukan di saung yang berada di tepi sawah. Nuansa remang-remang makin menambah keromantisan. Seketika ide cemerlang melintas di pikiran.

"Dewa, kalian apa gak pengen mengabadikan momen ini? Kalau mau, sini, biar aku yang fotoin kalian. Tuh, di pinggir sawah sana bagus pemandangannya," saranku pada mereka.

Sontak Dewa dan Nindi menatapku. "Iya, Yang. Itu ide bagus." Mereka kembali saling berpandangan. Nindi terlihat sangat semringah.

Kemudian, Nindi menyerahkan ponselnya padaku. Dewa pun segera menggandeng kekasihnya itu menuju tempat yang kumaksud.

"Fotonya yang bagus, ya. Awas kalau hasilnya jelek." Dewa memberiku penekanan.

Seketika kuacungkan jari jempol padanya. "Tenang aja. Satu, dua, tiga." 

CEKREK!

Aku telah mengambil foto mereka. Setelah itu, mereka memintaku mengulangi lagi dengan berbagai pose. Kemudian, aku segera mengambil ponsel dan berpura-pura seolah ada telepon masuk.

"Maaf, bentar dulu. Aku liat telepon dari siapa ini."

"Eh, dari Mami," lanjutku lagi. Sejenak kulihat ke arah Dewa, raut wajahnya tampak kebingungan.

"Iya, Mi. Bentar dulu." Aku berpura-pura seperti sedang berbicara dengan Mami.

Perlahan aku berjalan mendekati Dewa. "Mami mau bicara sama kamu katanya." 

Ketika hendak memberikan ponsel pada Dewa, dengan sengaja kusenggol lengan Nindi hingga membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Eh, tolong! Tolong!" Dia berteriak kebingungan.

 Namun, tak ada yang menolongnya karena Dewa sedang sibuk dengan ponselku.

Alhasil wanita tak tahu malu itu terjatuh di sawah. Dalam hati aku sangat puas, rencanaku berjalan mulus.

 "Ya ampun, Mbak Cantik. Kok, bisa sampe nyemplung di sawah?" Aku pura-pura histeris. Saatnya berdrama!

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 102

    Mataku mendadak terbuka ketika mendengar pengumuman olahraga dari masjid. Sigap aku beringsut seraya mengusap-ngusap mata. Berkali-kali kututup mulut karena menguap. Di saat sedang enak-enaknya istirahat, harus terbangun untuk mengikuti kegiatan. Ah, nikmatnya menjadi istri tentara.Segera kulihat jam di ponsel, ternyata telah memasuki waktu asar. Segera kutunaikan salat empat rakaat tersebut, lalu bersiap-siap pergi ke kompi. Tak lama kemudian, ponselku berdering tanda pesan masuk.[Jangan lupa olahraga di kompi]Isi pesan dari Dewa. Ya, suamiku itu belum pulang kantor karena harus lembur lagi. Maklum, Dewa saat ini sedang BP di Staf Pers sehingga sedikit sibuk mengurusi data personil di batalyon ini.Setelah membaca, segera kukirim pesan balasan. [Oke, ini lagi siap-siap]Kemudian, pesanku hanya dibalas dengan emoticon jempol.Setelah semua beres, aku keluar dan mengenakan sepatu. Tampak tetangga berlalu-lalang di jalan mengenakan seragam olahraga, termasuk tetangga sebelahku. Rupan

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 101

    "Kamu kenapa, sih? Ketawa aja, nanti dikira kita ngapain lagi," kata Dewa sambil menatapku heran."Itu, lho. Aku ingat Bu Dar. Lucu banget, ya, dia." Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Eh, apa iya dia satu kompi dengan kita?"Dewa mengangguk, lalu gantian tertawa. "Kenapa?" "Males aja ketemu dia lagi. Dia pasti bakal resek sama aku. Tau gak, tadi pertemuan dia bertengkar sama Bu Soni gara-gara air minum. Kalau gak ingat dia senior, mungkin udah aku siram pake air Bu Dar," sahutku seraya memberi tahu kejadian saat pertemuan tadi."Gak boleh gitu. Biarin aja dia berkembang. Intinya bukan kita yang duluan." Lagi-lagi Dewa menasihatiku. Ya, suamiku itu tidak suka jika aku ingin membalas perbuatan jahat orang."Eh, si Abang Ganjen tadi ngomong apa aja di luar? Dia gak main mata lagi sama kamu, kan?" Dewa segera mengalihkan pembicaraan.Aku langsung memasang wajah memelas. "Ya ampun, Om Ferdi itu kasian banget. Ternyata dia itu sakit saraf. Kamu juga, sih, kenapa gak kasih tau aku."Wajah De

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 100

    Spontan kutowel lengan tetanggaku itu. "Ah, Bu Soni malah ngeledek saya." Kemudian, aku segera pamit pulang karena teringat Dewa yang sedang makan di rumah."Makasih, ya, Tante Dewa.""Sama-sama, Bu Son." Kemudian, aku keluar dari rumah Bu Soni.Ketika di luar, kusempatkan menoleh ke arah sebelah. Tampak Om Ferdi sedang duduk di teras. Kali ini dia diam, tidak menyapaku lagi. Seketika aku merasa iba. Selama ini telah salah sangka padanya, padahal dia sedang sakit.Aku pun bergegas melompat tembok pembatas antara rumahku dan rumah Bu Soni. Begitu hendak masuk, suara Bu Dar mengejutkanku."Wah, yang ditunjuk jadi pengurus cabang. Gak ada acara makan-makan gitu?" celetuk Bu Dar dari teras rumahnya. Sepertinya dia baru saja pulang.Aku seketika menahan langkah dan berdiri di depan pintu seraya tersenyum ke arah tetangga kepoku itu."Siapa yang mau diangkat jadi pengurus cabang, Bulek?" tanya Om Ferdi."Siapa lagi kalau bukan tetangga kita yang cantik itu." Lagi-lagi Bu Dar menimpali sambi

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 99

    Tepat jam setengah delapan malam, Dewa pun pulang. Kulihat wajahnya tampak berminyak. Pakaian yang pagi tadi dikenakan telah berubah menjadi kusut. Sepertinya suamiku itu benar-benar sibuk di kantor."Udah pulang?" Kusodorkan tangan seraya mendekatkan kening.Dewa seketika menyambar keningku. Kemudian, aku bergegas ke dapur seraya mengambilkannya air minum. Setelah itu, aku kembali memberikan pada suamiku. Dia Kun segera meneguk air minum hingga tandas."Kamu tadi pulang jam berapa?" tanya Dewa sambil memelukku dan menuntun masuk kamar."Pas magrib tadi. Aku udah masak lho.""Masak apa?" Dewa memandangiku lekat."Masak tongseng sapi," jawabku sambil terkekeh."Kok malah ketawa?" Dewa masih memandangku intens."Soalnya gak tau enak apa enggak." Aku bergegas ke dapur dan menyiapkan makan malam.Tak berselang lama, Dewa menghampiriku. Dia membuka tudung saji, sementara tangan kanannya melingkar di pundakku. Kemudian, kuambil piring dan meletakkan nasi serta tongseng.Selajutnya, Dewa dud

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 98

    Segera kuambil ponsel, lalu kubuka semua hasil tangkapan layar yang dikirim Dewa padaku. Melihat gambar tersebut, Winda seketika tampak lemas. Wajahnya yang tadi bengis, kini berubah menjadi seperti mayat hidup. Rasakan!Sesaat kemudian, dia kembali menampilkan wajah bengisnya. "Kurang ajar kamu. Kamu tau rumahku dari mana?"Aku terbahak seketika. "Kamu mau tau? Yang SMS-an kemarin malam itu bukan Dewa, tapi aku."Sontak Winda membalikkan badan menghadap ke arahku. Wajahnya benar-benar merah padam."Kamu mau macem-macem lagi? Apa perlu sekarang aku panggil suamimu?"Namun, wanita tak tahu malu itu justru menantangku. "Semakin kamu seperti ini, semakin aku ganggu suamimu."Mendengar ucapannya barusan, aku lunglai seketika. Tapi, segera kuputar otak untuk menghadapi wanita gatal itu. Mulai kuredam sedikit amarahku. Ya, aku baru sadar, orang seperti Winda sepertinya tidak bisa dikasar. Lagi pula kalau diriku memaksakan ribut di rumah wanita itu, pasti akan menambah masalah baru. Apalagi

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 97

    "Ibu-ibu, terima kasih atas kerjasamanya hari ini, ya? Kalau yang mau pulang, silakan pulang. Biar kursi sama bunganya nanti diangkatin sama om bujangan aja." Ibu Ketua kembali bersuara.Aku pun bernapas lega. Setelah berpamitan, aku melangkah keluar. Kemudian, segera kuhubungi Dewa lagi. Beberapa kali bunyi nada sambung, teleponku pun terhubung."Kamu dari mana aja, sih? Aku telepon gak diangkat-angkat. Perasaan tadi aku liat ibu-ibu udah pulang pertemuan. Kamu, kok, belum pulang? Tadi aku ngecek ke rumah, kamu gak ada. Kamu di mana?" cerocos Dewa bak kereta api dari seberang.Sejenak aku berhenti di depan pintu aula. "Woi, ngomong itu pake koma."Namun, Dewa justru meledekku. "Gak mau, kalau koma nanti aku gak bisa liat wajahmu yang cantik lagi."Aku seketika tergelak. Alamak, sejak kapan Dewa bisa menggombal? "Tanda koma. Bukan koma, gak sadarkan diri." Balasku seraya meledeknya kembali."Iya, iya, Sayangku. Kamu sekarang di mana?" Dewa bertanya ulang."Aku masih di aula. Eh, tau g

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status