Share

Aku Istrimu, Bukan Samsak Tinju
Aku Istrimu, Bukan Samsak Tinju
Author: Dian Matahati

Bab 1. Suami Temperamental

BRAKK!! 

Pintu dibanting dengan keras oleh Hari hingga membuat Ghea yang tidak sengaja tertidur di sofa ruang tamu saat menunggu suaminya pulang menjadi tersentak. 

"Kamu baru pulang, Mas?" tanya Ghea dengan suara serak. 

Ghea menatap jam dinding yang sudah menunjuk ke angka dua dini hari. Bergantian menatap suaminya yang baru pulang dengan berjalan sempoyongan. 

"Kamu mabuk lagi, Mas?" cecar Ghea sambil menghampiri Hari untuk membantunya berjalan karena takut suaminya terjatuh. 

Bukannya berterima kasih karena sudah dipedulikan oleh Ghea, Hari justru marah-marah dan merasa Ghea mengganggunya. Bukan hanya marah, Hari bahkan dengan ringannya melayangkan tangan melukai wajah Ghea. 

"Aahh!" ringis Ghea merasa sudut bibirnya mengeluarkan cairan merah. 

"A-aku hanya ingin membantumu, Mas," ucap Ghea dengan suara terbata. 

Ini bukan kali pertama Ghea mendapatkan kekerasan fisik dari suaminya. Setiap kali Hari mabuk, atau sedang tidak enak hatinya, Ghea selalu menjadi pelampiasan atas emosinya. 

Hari berjalan mendekat ke arah Ghea yang tadi tersungkur setelah dipukul olehnya. Mencengkram kerah baju tidur yang dipakai Ghea hingga terasa sesak untuk bernapas. 

"Jangan campuri urusanku! Apalagi kalau kamu sampai berani melarang-larang aku melakukan apa yang aku mau," desisnya mengancam Ghea. 

Ghea hanya bisa mengangguk tanpa mengeluarkan suara. Hari baru melepaskan cengkramannya setelah melihat wajah merah istrinya yang hampir kehabisan napas. Ghea terbatuk hebat setelah bebas dari cengkraman suaminya. 

Menatap punggung suaminya yang berjalan meninggalkannya menuju kamar mereka dengan langkah gontai. Ghea hanya bisa menangis tanpa suara dan mengusap kasar air mata yang membasahi wajah. 

"Kenapa ini semua harus terjadi padaku? Apa salahku, Mas? Padahal aku sudah berusaha untuk mencintaimu dengan tulus dan menjadi istri yang baik. Tapi kamu tidak pernah menganggapku seperti istri yang seharusnya. Kenapa kamu menikahiku jika hanya ingin menyakitiku seperti ini, Mas?" 

Ghea terus menangis dengan kepalanya yang ramai mengenang masa indah sebelum kejadian tragis menimpa keluarganya. 

Ghea adalah putri tunggal dari Keluarga Gautama yang merupakan pemilik perusahaan farmasi Gauta Farma. Perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, utamanya industri barang konsumsi yaitu jenis obat-obatan. 

Kejadian naas harus dilalui Keluarga Gautama saat mereka akan mendatangi dan merayakan acara kelulusan S2 Ghea yang akan mendapatkan gelar Magister Manajemen Farmacy (M.Pharm.) di salah satu kampus terbaik di Indonesia. 

Sebuah kecelakaan lalu lintas karena rem blong membuat kedua orang tua Ghea yang seharusnya mendatangi gedung tempat Ghea wisuda, justru lebih dulu dilarikan ke rumah sakit dengan kondisi fatal keduanya. 

Ghea sendiri hanya bisa dibuat resah karena acara wisuda yang seharusnya menyenangkan berubah hampa tanpa kehadiran kedua orang tua yang ditunggu sejak tadi. 

Ghea belum mengetahui kabar tragis yang dialami kedua orang tuanya. Pihak kampus sengaja menunda informasi tersebut karena Ghea merupakan salah satu mahasiswa pasca sarjana berprestasi yang akan dipanggil ke podium untuk dipamerkan sebagai teladan. 

Ghea baru tahu tentang kecelakaan yang dialami oleh orang tuanya setelah acara wisuda selesai. Kebahagiaan Ghea seketika sirna melihat kedua orang tuanya berada di meja operasi mempertahankan nyawa. 

Sayangnya, Ghea harus berbesar hati mendapatkan kabar buruk jika Gautama — papanya Ghea harus meninggal di meja operasi. Kemudian untuk mamanya sendiri, harus menjadi pasien vegetatif setelah menjalani operasi. 

"Tidak! Papa…. Mama…. Ghea masih butuh kalian…"

Di saat Ghea dalam kondisi terpuruk, Keluarga Hardana yang merupakan rekan kerja sekaligus sahabat dari orang tuanya lah yang paling banyak mendampingi. Bahkan mereka juga langsung melamar Ghea untuk menikah dengan anak sulung mereka yang bernama Hari Hardana, dengan alasan sudah dijodohkan sejak lama oleh mereka para orang tua. 

"Menikahlah dengan Hari, Ghe! Kamu tidak mungkin melewati masa sulit ini sendirian. Papamu pasti mau kamu ada yang menjaga setelah kepergiannya. Dan keluarga kami jelas yang selama ini paling dekat dengan keluargamu. Bukankah selama ini kami para orang tua sudah sering membicarakan perjodohan antara kamu dengan Hari?"

Ghea yang sedang terpuruk tidak punya alasan untuk menolak saat dikatakan bisa jadi itu adalah keinginan terakhir dari kedua tuanya. Tanpa Ghea tahu, jika tujuan dari pernikahannya itu hanyalah demi keuntungan bisnis untuk mereka semata. 

Ghea mengusap air matanya dengan kasar. Tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan yang akan melemahkan dirinya. Masih ada sang mama yang harus diperjuangkan kesembuhannya. 

Keluarga Hardana berjanji padanya akan membawa mamanya berobat ke Singapura hingga sembuh, jika mau menikah dengan Hari Hardana. Untuk itulah Ghea menerima pinangan dari Keluarga Hardana meski sebenarnya Ghea merasa belum siap untuk menikah. 

Tapi sekali lagi hanya demi mamanya. Ghea bertekad untuk mengabdi kepada Keluarga Hardana supaya mamanya tetap baik-baik saja dan kemudian kembali ke pelukannya. Sekalipun itu artinya Ghea juga harus bersabar dengan sifat temperamental suaminya. 

"Aku gak boleh lemah. Aku harus bertahan demi mama. Aku yakin kerasnya hati Mas Hari pasti akan luluh juga jika aku terus memberinya perhatian dan kasih sayang yang tulus. Ya. Aku yakin aku hanya butuh waktu lebih lama untuk meluluhkan hati Mas Hari."

Ghea bangun dari tempatnya bersimpuh. Kemudian berjalan menuju kamar dimana suaminya sudah terbaring dengan sangat berantakan. Bajunya belum diganti dan sepatunya pun tidak dilepas dahulu saat naik ke ranjang. Hari sudah terlelap dengan tubuh tengkurap di atas kasur.

Ghea dengan telaten mengurus suaminya yang tadi sudah memukulnya karena sedang mabuk. Melepaskan alas kaki dan hendak mengganti baju setelah badannya pun dibersihkan dengan kain dan air hangat di ember kecil. 

Tapi belum sampai Ghea mengganti baju suaminya dengan yang bersih, Hari sudah terbangun dan muntah-muntah. Ghea dibuat kembali membersihkan dan Hari hanya memperhatikannya dalam diam karena kepalanya masih terasa berdenyut hebat. 

"Kenapa kamu menangis, Ghe? Kamu gak ikhlas mengurus suami sendiri?" gumam Hari dengan suara yang agak samar. 

Sebenarnya Ghea sudah tidak menangis lagi. Tapi karena sebelum masuk ke kamar sempat menangis sejadinya saat mengingat kedua orang tuanya, membuat kedua mata Ghea masih merah hingga sekarang. Dan itu tidak luput dari pandangan Hari saat Ghea membantunya memakai piyama tidur setelah membersihkan bekas muntahannya. 

"Aku tidak menangis, Mas," jawab Ghea masih dengan suara serak tanpa menghentikan gerakan tangan yang sedang mengancingkan piyama sang suami. 

"Matamu merah." 

"Itu karena kamu tadi memukul dan mencekik ku, Mas. Ingat kan?" 

"Maaf. Aku tidak bisa mengendalikan diri saat aku sedang mabuk. Lain kali jangan menegurku saat aku sedang mabuk." 

"Tapi ini sudah ketujuh kalinya kamu seperti ini dalam sebulan pernikahan kita, Mas. Apa sebenarnya kamu terpaksa menikahi denganku?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status