Keheningan masih menggantung di udara, setelah Abimanyu dengan jujur mengungkapkan cintanya. Ghea menatap pria itu lama, seolah ingin memastikan setiap kata yang terucap benar-benar keluar dari hati. “Aku…” suara Ghea bergetar, tapi ia tidak mengalihkan pandangan. “Aku mau menikah denganmu, Bi. Karena aku juga cinta padamu.” Tatapannya melembut, namun ada kerikil kecil di dasar hatinya yang perlu ia keluarkan. “Tapi jujur, sempat ada ketakutan dalam diriku. Aku khawatir kalau alasanmu menikahiku hanya karena rasa bersalah atas apa yang terjadi di masa lalu, antara orang tua kita.” Abimanyu mencondongkan tubuh, meraih tangan Ghea, menggenggamnya erat seolah tidak ingin dilepaskan. “Ghea, kalau hanya karena rasa bersalah, aku tidak akan berani minta kamu jadi istriku. Aku mencintaimu. Dengan cara yang bahkan aku sendiri nggak pernah rasakan sebelumnya. Aku ingin menua bersamamu, apa pun yang terjadi.” Ghea menutup mata sejenak, merasakan kehangatan genggaman itu. Ketulusan dalam
Jam di dinding lobi Gauta Farma baru saja menunjuk angka empat sore ketika Abimanyu memarkir mobilnya di depan gedung yang menjulang dengan kaca-kaca besar berkilauan. Dari balik kemudi, matanya sempat menangkap sosok Ghea yang melangkah keluar dari pintu utama dengan setelan kerja sederhana namun elegan: blouse putih dengan rok pensil abu-abu. Rambut panjangnya tergerai lembut, sesekali tertiup angin sore Jakarta yang mulai padam.Ada sesuatu yang selalu membuat Abimanyu sulit mengalihkan pandangan dari perempuan itu. Bukan hanya karena kecantikan yang tampak, tetapi juga aura tenang yang selalu membuatnya merasa… pulang.“Maaf nunggu lama, ya?” tanya Ghea sambil membuka pintu mobil. Senyum tipisnya seperti biasa—bisa meluruhkan benteng keras di hati Abimanyu.“Enggak, aku juga baru aja sampai,” jawab Abimanyu, mencoba terdengar santai meskipun sebenarnya sudah menunggu hampir sepuluh menit.Mobil itu pun melaju pelan meninggalkan gedung Gauta Farma. Sepanjang perjalanan, keduanya s
“Kamu kenapa, Sayang?” Gita melihat Ghea seperti tidak nafsu makan. Makanan di atas piringnya hanya diaduk tanpa berniat dimasukkan ke mulut. “Apa ada masalah yang kamu sembunyikan dari Mama?” tanya Gita lagi, karena Ghea masih bergeming. “Sebenarnya …,” Ghea menjeda ucapannya. “Sebenarnya ada apa, Sayang?” Ghea menatap mata mamanya yang menunggu jawaban. Dengan ragu-ragu, Ghea pun bercerita tentang ajakan Abimanyu untuk bertemu dengannya, dan belum dibalas olehnya. “Sebenarnya Abi ngajak ketemu, Ma. Dan aku belum kasih jawaban dari kemarin.” “Loh, memangnya kenapa? Kamu gak mau ketemu sama dia?”“Aku … bingung, Ma. Aku gak tau gimana dengan perasaanku ini. Aku pengen ketemu dia, tapi aku takut.” “Takut? Takut kenapa?” “Aku takut kebawa perasaan, Ma.”Gita akhirnya paham. Seorang wanita, saat merasa jatuh hati pada seorang pria, tetapi tidak yakin jika perasaannya berbalas, pasti akan merasakan keresahan yang teramat sangat. Dan itulah yang sedang dirasakan Ghea saat ini. “K
Abimanyu hanya terdiam saat ditandaskan dengan pernyataan tegas Gita. Keterdiamannya menjadi asumsi mereka yang melihat, jika cinta tidak benar-benar ada untuk Ghea. “Saya sangat berterima kasih dan mengapresiasi semua bantuan kamu untuk saya dan putri saya, Nak. Namun, jika balasannya adalah pernikahan tanpa cinta, saya minta maaf lebih baik kami membalas budi dengan cara lain. Saya tidak bisa mempertaruhkan kebahagiaan putri saya. Menebus semua kesakitannya saat menikah dengan orang yang sebelumnya saja, saya tidak bisa. Mana mungkin saya akan membiarkannya mengulang kesalahan yang sama.”“Tante, Oppa-ku gak akan nyakitin Eonni Ghea. Aku kenal dia siapa. Dia gak akan memperlakukan Eonni Ghea dengan buruk, Tante.” Keiza yang tidak tahan melihat Abimanyu tanpa pembelaan, akhirnya bersuara lebih dulu. Liam memegang lengan putrinya untuk menghentikan perkataannya karena yang lebih berhak berbicaralah ada Abimanyu sendiri. Barulah Keiza tidak melanjutkan bujukannya. “Saya tau nak, Kei
Kabar tentang hukuman yang dijatuhkan untuk Sanjaya sudah sampai di telinga Alea yang masih di Penang bersama putrinya. Tentu saja berita itu menjadi berita buruk karena lamanya hukuman yang diterima sang suami tidak main-main. “Bagaimana mungkin aku bisa melewati sepuluh tahun tanpa kamu, Mas?” ratapnya. Walaupun Abimanyu memang sudah mengcover segala biaya hidup dan berobat Qila, tetapi dukungan secara moril dan kebersamaan dengan sang suami tentu saja akan dirindukan Alea. Apalagi mendampingi pengobatan panjang putri mereka satu-satunya. Alea terpaksa menyembunyikan kondisi yang sebenarnya pada sang suami dari Qila. Dia tidak mau proses pengobatan putrinya menjadi terganggu jika tahu papanya mendekam di penjara. Apalagi jika tahu alasan papanya sampai dipenjara adalah demi biaya pengobatannya ke Penang selama ini. “Ma.” Alea menoleh dan menghapus air matanya sebelum menghampiri putrinya yang baru terbangun. Dia tidak mau sang anak sampai tahu jika dirinya baru saja menangis. A
Sejak dari persidangan, Ghea menjadi lebih pendiam. Gita yang merupakan ibu kandungnya tentu saja sangat peka akan perubahan putri semata wayangnya. “Mama perhatikan, kamu sepertinya agak berbeda, Sayang. Apa ada yang sedang kamu pikirkan?” tanyanya. Gita hanya menggeleng kecil. “Jujur sama Mama. Apa ini soal putranya Zahera?” “Dari pertama Mama selalu panggil Pak Abi dengan sebutan anaknya Nyonya Zahera, kenapa gak sebut anaknya Tuan Liam? Apa karena Mama sudah tahu kalau Pak Abi Itu bukan putra kandungnya Tuan Liam?” “Mama memang sudah tahu, tapi Mama juga gak tahu siapa papa kandungnya, karena Zahera gak pernah cerita dan Mama juga gak mau tanya karena takut membuatnya teringat masa lalu.” Gita pun menceritakan tentang alasan perceraian Zahera dengan papa kandungnya Abimanyu versi yang dia ketahui. Tentang pengkhianatan Sanjaya pada Zahera selama mereka menikah, dan baru diketahui saat Abimanyu sudah sekolah SD. “Sejak resmi bercerai, setahu Mama mereka memang kehilangan komu