"Maaf."
Kata itu yang selalu muncul dari belah bibir Hari setelah melukai hati dan fisik istrinya. Seakan dengan satu kata ajaib itu semuanya terlupakan begitu saja. Belum lagi kebiasaan Hari yang akan menambah alasan berupa menyalahkan Ghea sebagai pemicu amarahnya. "Aku gak akan sampai main tangan kalau kamu gak ganggu dan ikut campur dengan urusanku di luar rumah." "Aku ikut campur apa sih, Mas? Aku hanya bertanya karena kamu lagi-lagi pulang dini hari dalam kondisi mabuk seperti ini. Apa aku salah sebagai istri peduli dan menanyakan kegiatan suami-" Hari mencengkeram rahang Ghea sampai istrinya itu tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Baru saja dia meminta maaf, tapi tangannya sudah kembali menyapa, yang sayangnya bukan dengan kelembutan dan kasih sayang. Tapi sebaliknya, selalu dengan kekerasan yang meninggalkan bekas memar di setiap tempat yang disentuh olehnya. Hari sama sekali tidak terganggu dengan ringis kesakitan Ghea yang meminta dilepaskan dengan tatapan memohon.Saat ini suaminya justru terlihat seperti seorang psikopat yang justru senang melihat Ghea merintih. "Kamu memang tidak bisa dikasih tau pakai mulut ya? Kalau aku bilang buat tidak mengganggu dan ikut campur, jadi lebih baik kamu diam. Atau kamu lebih suka dipaksa diam dengan cara seperti ini? Hem?" desis Hari dengan seringai mengerikan. Ghea berusaha menggelengkan kepalanya supaya sang suami mau melepaskan tangan dari wajahnya. Air mata kembali meleleh tanpa diminta sebagai respon rasa sakit yang dirasakan anggota tubuhnya. Ghea hanya berharap rahangnya baik-baik saja dan tidak ada pergeseran pada rahang yang dicengkeram. Ghea berusaha mendorong Hari dengan kedua tangannya tapi tidak kekuatannya tidak berarti apa-apa. Hari justru semakin semangat mengeratkan cengkeraman setiap Ghea melakukan perlawanan."Semakin kamu memberontak, maka semakin senang aku mengekangmu, Ghe!"Mendengar peringatan tegas dari suaminya membuat Ghea akhirnya memilih melemaskan badan dan tidak lagi melawan. Tidak lama setelah itu, Hari baru melepaskan tangannya dari rahang Ghea. "Sudah, tidurlah. Aku pun ingin kembali tidur."Hari mendorong Ghea hingga istrinya itu berjalan mundur beberapa langkah dari sisi samping ranjang yang diduduki Hari. Hari sudah hampir menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang dan kembali berbaring jika tidak kembali mendengar suara mengusik dari Ghea. Dasarnya Ghea masih keras kepala, baru sebentar lepas dari tangan suaminya, dia sudah kembali ingin membuat masalah dengan suaminya itu. "Kalau kamu gak cinta sama aku dan menikah karena terpaksa, lebih baik kau ceraikan aku saja, Mas!" Kali ini Ghea sudah bersiap untuk menghindar jika Hari kembali akan melakukan kekerasan padanya. Tapi yang ada, suaminya itu justru menertawakannya seakan permintaan cerainya hanyalah sebuah lelucon semata. Ghea sampai memicingkan mata saat melihat suaminya tertawa mengejek kepadanya. 'Apa yang lucu?' batin Ghea sangat kesal. Ghea menunggu suaminya berhenti tertawa dengan sendirinya. Kedua tangannya mengepal untuk menahan kekesalan karena merasa disepelekan. Selama ini Ghea memang berusaha memahami suaminya. Tapi setelah sebulan tidak ada respon positif sesuai harapannya, Ghea berpikir jika mungkin lebih baik untuk berpisah dan dirinya hidup sendiri sekalipun harus mengurus mamanya seorang diri. Itu jauh lebih baik daripada punya keluarga baru tapi hanya pajangan semata. Apalagi sikap suaminya tidak pernah bisa baik kepadanya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Ghea saat ini."Kamu mau kita cerai?" ulang Hari setelah tawanya mereda. Ghea mengangguk dengan yakin. "Jika kamu tidak bisa bersikap baik padaku. Aku pikir menjadi janda tidak akan jadi masalah," tandas Ghea masih dengan sikap percaya diri. "Dan rela tidak bisa bertemu dengan mamamu selamanya?" Ghea membulatkan kedua bola matanya. "Apa maksudmu?" "Nasib mamamu ada di tanganku, Ghe. Kalau kamu mau lepas dari genggamanku, maka itu sama halnya kamu siap kehilangan mamamu untuk selamanya," desis Hari memperingatkan. Ghea kembali mengepalkan kedua tangannya. Amarah untuk suaminya semakin besar. 'Bisa-bisanya dia mengancamku dengan menjadikan mama sebagai alasan.' Karena diselimuti dengan amarah, Ghea dengan berani maju beberapa langkah hingga kini kembali berhadapan dengan suaminya dalam jarak yang sangat dekat. Ghea juga berani mengacungkan jari telunjuknya di wajah dingin suaminya. Meluapkan amarah yang sudah membara pada Hari."Aku gak nyangka kalau kamu se-abusive itu, Mas! Sebenarnya tujuan kamu menikahiku apa? Bukankah kalian sudah mendapatkan seluruh harta keluargaku? Aku tidak akan mengambilnya lagi asal kalian melepaskan aku dan mamaku." Hari kembali menyeringai. Melihat keberanian Ghea melawannya membuatnya bersemangat. Hari menarik rambut belakang Ghea hingga kepalanya menengadah ke atas. Mendekatkan bibirnya ke telinga Ghea dan membisikkan sesuatu dengan desisan penuh ancaman. "Sayangnya aku masih butuh kamu menjadi istriku. Jadi, jangan harap kamu bisa bercerai denganku atau kamu akan melihat mamamu mati di depan matamu sendiri." Kemudian Hari melepas jambakannya dan kembali naik ke peraduan. Menyamankan diri di dalam selimut yang ditariknya hingga atas dada. Kemudian memejamkan mata seakan di dekatnya tidak ada siapa-siapa sehingga bisa tidur dengan tenang. Ghea melihat Hari yang memejamkan mata dalam damai dengan hati bergemuruh. Ingin rasanya mengambil bantal di sebelah pria itu kemudian menikamnya hingga habis napas. Dengan begitu dia bisa terbebas dari pria itu untuk selamanya. Sayangnya, Ghea masih teringat akan dosa besar saat menghilangkan nyawa seseorang dengan sengaja. Apalagi kedua orang tuanya pasti akan kecewa jika Ghea sampai benar-benar melakukannya. 'Papa yang di Surga, tolong katakan padaku apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku jelas tidak punya kekuatan apapun saat ini untuk melawannya. Aku yang begitu bodoh terlalu percaya pada mereka sampai menyerahkan harta mama papa untuk dikelola oleh mereka. Sekarang, aku bahkan tidak punya apa-apa selain diriku sendiri. Dan mama, aku menyesal sekali mempercayakan mama pada mereka. Maafkan aku, Ma! Maafkan kebodohanku!'Pagi harinya, Hari bersikap biasa kepada Ghea seakan tidak terjadi apa-apa semalam tadi. Ghea sendiri memilih diam karena suaranya hanya akan membuat luka di atas tubuhnya semakin bertambah. Sebulan menikah dengan Hari sudah cukup membuat Ghea hafal dengan kelakuan suaminya yang ringan tangan. Kesalahan kecil yang dibuat Ghea hanya akan membuat tangan dan kakinya berbicara. Kemudian mulutnya meminta maaf tapi juga masih menyalahkan Ghea sebagai penyebabnya. Ghea tahu Hari tidak pernah sungguh-sungguh saat meminta maaf. Karena setelah itu, Hari sama sekali tidak ada rasa canggung untuk mengulangi kekasarannya. Seakan dia tidak merasa salah sedikitpun. "Baiklah, sepertinya aku harus main cantik untuk melawan Mas Hari. Aku gak boleh ceroboh dan gegabah hingga menjadikanku seperti samsak tinju hidup baginya. Ya. Aku harus lebih tangguh lagi dalam menghadapinya.""Pakai baju dan perhiasan itu untuk acara jamuan makan malam bersama kolega bisnisku nanti malam. Kamu akan aku jemput jam 7 malam," ujar Hari sebelum pergi ke kantor sambil meletakkan paper bag berisi gaun malam dan satu set perhiasan yang hanya diberikan di saat ada pertemuan penting seperti ini. Hari memang iblis bertopeng malaikat. Di depan orang lain, dia akan menunjukkan istrinya sebagai kebanggaan. Memujanya seakan dirinya adalah pria paling beruntung yang dipilih menjadi pendamping seorang Putri Gautama. Hari selalu memuji dan menunjukkan kecantikan Ghea di depan banyak orang. Dia juga akan bersikap romantis dan perhatian jika sedang melakukan pencitraan. Padahal saat di rumah atau saat hanya berdua dengan istrinya, dia tidak akan segan-segan menyakiti fisik maupun psikis istrinya. Ghea hanya bisa mengambil napas panjang saat harus kembali dibuat muak dengan pencitraan yang akan dilakukan suaminya. Sandiwara dengan senyum bahagia harus menghiasi wajahnya nanti malam. Ghea s
"Pasang senyummu lebar-lebar. Jangan sampai ada yang menganggap kamu tidak bahagia hidup denganku!" Ghea hanya diam menyimak bisikan suaminya saat mereka akan masuk ke dalam hall hotel tempat jamuan para pengusaha dilaksanakan. Hari mengalungkan lengan di pinggang supaya Ghea bisa menggandengnya dengan mesra selama mereka berada di pesta. Sekilas, Ghea dan Hari akan terlihat seperti pasangan pasutri yang serasi dan berbahagia. Si cantik dan si tampan yang sama-sama bersinar dengan prestasi dan kecerdasannya. Meskipun Ghea tidak bekerja setelah lulus S2, tapi kepandaian dan keahliannya cukup di kenal di dunia kesehatan. Bahkan tidak jarang tawaran pekerjaan diterima Ghea meski selalu berakhir penolakan secara halus karena Hari melarangnya bekerja. Kepada pihak rumah sakit yang menawarkan pekerjaan kepada istrinya, Hari biasanya menolak dengan alasan tidak ingin istrinya kelelahan karena mereka ingin segera diberikan momongan meski belum lama menikah. Padahal Hari hanya tidak ingin
"Aku beneran disuruh resign?" tanya Frans mulai pucat mendengar candaan Abimanyu yang sama sekali tidak terdengar lucu baginya. Bagaimana akan terasa lucu jika tampang Abimanyu saat mengatakan dua kalimat tersebut terlihat begitu kaku dan lurus tanpa ada senyum sedikitpun? "Emang aku tadi nyuruh resign?" "Sial!" umpat Frans dengan dengkusan yang khas. Dia sudah terpancing dengan permainan kata-kata dari pemilik rumah sakit terbesar di negaranya. Jelas-jelas Abimanyu tidak menyuruh, hanya mempersilakan jika Frans memang berkeinginan untuk resign. Jika Frans tidak ingin, maka seharusnya dia tidak perlu kepikiran apalagi takut kehilangan pekerjaan. Jika tidak sedang berada di acara formal, sudah pasti Frans akan menendang bokong Abimanyu atau bahkan memukul kepalanya. Sayangnya meski seakrab itu dengan sang direktur rumah sakit, tapi Frans tidak mungkin melakukan itu di depan umum. Lagi-lagi tingkah mereka mengundang tawa yang lain. Hanya Ghea yang tidak merasa senang karena harapa
"Kamu gak apa-apa kan, Ghe?" tanya Frans terlihat khawatir ketika sudah puas memarahi pelayan yang dengan cerobohnya menumpahkan minuman kepada Ghea. "Aku gak apa-apa, Kak. Cuma basah sedikit, ini akan kering dengan cepat, jangan khawatir dan jangan memarahi pelayannya lagi. Aku yakin dia gak sengaja." "Beruntung kamu karena Ibu Ghea terlalu baik," gumam Frans masih kesal kepada si pelayan. Pelayan wanita yang melakukan kesalahan sudah berulang kali meminta maaf dan Ghea sampai tidak tega mendengarnya dimarahi oleh Frans. "Sudah, Kak. Biarkan dia kembali bekerja. Aku yakin setelah ini dia akan bekerja dengan lebih hati-hati, bukankah begitu, Mbak?" "Benar, Bu. Sekali lagi saya mohon maaf," cicitnya sambil menundukkan kepala, sama sekali tidak berani mengangkat wajah. Mereka pun membiarkan pelayan wanita kembali ke tempatnya untuk melanjutkan pekerjaan tanpa memperpanjang masalah. Abimanyu hanya diam memperhatikan dengan pikiran yang sudah terganggu sejak melihat bekas luka di bet
Abimanyu membawa Keiza ke tempat jamuan. Awalnya gadis itu tidak berminat ikut ke jamuan orang dewasa yang mungkin akan menjemukan baginya karena pembahasan yang pasti hanya berputar di masalah bisnis dan sejenisnya.Sayangnya di rumah sedang sepi karena ditinggalkan kedua orang tuanya yang sedang honeymoon ke Maladewa, untuk yang kesekian kalinya. Sehingga membuat Keiza memilih untuk menyusul kakaknya juga. "Halo, Cantik! Aduh adik gemes tumben-tumbenan mau ikut ke jamuan makan malam?" goda Eldi yang sudah bergabung di tempat Frans dan Abimanyu tadi duduk.Eldi si Dokter Bedah sekaligus penanggung jawab IGD Medica Center memang paling suka menggoda adiknya Abimanyu. Keiza sendiri juga suka menanggapinya dengan menistakan Eldi layaknya kakak sendiri. "Iya dong. Kan adik gemes mau ketemu sama Om Eldi," kekeh Keiza menuai gelak tawa puas di bibir Frans yang mendengarnya. "Sembarangan! Suka gak ada rem ya itu bibir kalau udah nistain aku!
Seperti dugaan Ghea di awal, suaminya kembali pulang dini hari dalam kondisi setengah sadar karena mabuk. Bahkan sejak membuka pintu kamar, Hari sudah meracau sendiri dengan suara yang samar dan sesekali menabrak pegangan sofa karena penglihatannya yang kabur. Ghea sudah ingin beranjak dan membantu, tapi lekas diurungkan karena ingat kejadian terakhir yang membuatnya kembali menjadi pelampiasan emosi suaminya. 'Abaikan saja, Ghea! Anggap saja kamu gak lihat dia pulang. Biar saja dia anggap kamu sudah tidur. Itu lebih baik daripada bertingkah bodoh hanya untuk memperlihatkan diri yang tidak dihargai suamimu itu,' batin Ghea dalam hatinya. Ghea kembali memejamkan mata tanpa mengubah posisi tidur. Langkah suaminya terdengar semakin dekat. Suara random yang keluar dari mulutnya juga makin terdengar jelas. Meski apa yang dikatakan oleh Hari sama sekali tidak dimengerti oleh Ghea. "Huhh, cewek gak ada guna ini sudah tidur ternyata! Baguslah, daripad
Hari merasa gamang. Dia seperti ingat jika semalam sudah berbicara terlalu banyak tentang rahasia kejahatannya. Tapi Hari tidak bisa mengingat dengan jelas, apakah itu sungguhan diucapkan lidahnya, atau hanya dalam mimpi dan khayalannya saja. Untuk itu, Hari memilih bertanya langsung pada yang bersangkutan. Meskipun saat melihat sikap Ghea yang masih baik padanya, Hari merasa Ghea masih tidak tahu apa-apa tentang kejadian dibalik kematian orang tuanya. Apalagi jawaban dari yang ditanya memang mendukung asumsinya. "Semalam? Bukankah aku sudah bilang kalau semalam aku tidur nyenyak sampai tidak tahu kapan kamu pulang. Dan aku pun baru bangun beberapa saat yang lalu dan tidak mendengar kamu berkata apapun, selain dengkuran halus." Hari terlihat lega. Kemudian menerima minuman yang diulurkan istrinya dan meminta Ghea untuk melepaskan sepatu yang masih membungkus telapak kakinya. Ghea mendengus dalam hati namun tetap melakukan tugasnya. Hari pun me
Ghea berjingkat saking terkejutnya. Waktu sudah hampir tengah hari dan Ghea baru selesai memasak setelah seharian membersihkan seluruh bagian dalam maupun luar rumah yang seharusnya dikerjakan Mak Ijah. Tapi karena mendapatkan tugas lain untuk mengantar lukisan ke Galeri, jadilah Ghea yang menggantikan tugas bersih-bersihnya. "Kamu mau minta izin apa, Ghe?" ulang Hari karena istrinya hanya diam dan terlihat gusar. Ghea memutar cepat otaknya supaya menemukan alasan bagus untuk membujuk suaminya. Ghea bisa merasakan mood suaminya cukup baik setelah cukup istirahat sejak semalam. Ghea berharap kali ini dia beruntung bisa membujuk suaminya, tentu saja dengan bumbu alasan yang akan memberikan untung kepadanya. "izin untuk melamar pekerjaan di Medica Center, Mas," ucap Ghea takut-takut. "Tidak!" tegas Hari menolak secara langsung. "Kamu tidak aku izinkan bekerja dimanapun. Tetap di rumah dan menurut dengan apa yang aku