Share

Bab 2. Hubungan Abusive

Author: Dian Matahati
last update Huling Na-update: 2023-10-30 13:11:05

"Maaf." 

Kata itu yang selalu muncul dari belah bibir Hari setelah melukai hati dan fisik istrinya. Seakan dengan satu kata ajaib itu semuanya terlupakan begitu saja. Belum lagi kebiasaan Hari yang akan menambah alasan berupa menyalahkan Ghea sebagai pemicu amarahnya. 

"Aku gak akan sampai main tangan kalau kamu gak ganggu dan ikut campur dengan urusanku di luar rumah." 

"Aku ikut campur apa sih, Mas? Aku hanya bertanya karena kamu lagi-lagi pulang dini hari dalam kondisi mabuk seperti ini. Apa aku salah sebagai istri peduli dan menanyakan kegiatan suami-" 

Hari mencengkeram rahang Ghea sampai istrinya itu tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Baru saja dia meminta maaf, tapi tangannya sudah kembali menyapa, yang sayangnya bukan dengan kelembutan dan kasih sayang. 

Tapi sebaliknya, selalu dengan kekerasan yang meninggalkan bekas memar di setiap tempat yang disentuh olehnya. Hari sama sekali tidak terganggu dengan ringis kesakitan Ghea yang meminta dilepaskan dengan tatapan memohon.

Saat ini suaminya justru terlihat seperti seorang psikopat yang justru senang melihat Ghea merintih. 

"Kamu memang tidak bisa dikasih tau pakai mulut ya? Kalau aku bilang buat tidak mengganggu dan ikut campur, jadi lebih baik kamu diam. Atau kamu lebih suka dipaksa diam dengan cara seperti ini? Hem?" desis Hari dengan seringai mengerikan. 

Ghea berusaha menggelengkan kepalanya supaya sang suami mau melepaskan tangan dari wajahnya. Air mata kembali meleleh tanpa diminta sebagai respon rasa sakit yang dirasakan anggota tubuhnya. 

Ghea hanya berharap rahangnya baik-baik saja dan tidak ada pergeseran pada rahang yang dicengkeram. Ghea berusaha mendorong Hari dengan kedua tangannya tapi tidak kekuatannya tidak berarti apa-apa. Hari justru semakin semangat mengeratkan cengkeraman setiap Ghea melakukan perlawanan.

"Semakin kamu memberontak, maka semakin senang aku mengekangmu, Ghe!"

Mendengar peringatan tegas dari suaminya membuat Ghea akhirnya memilih melemaskan badan dan tidak lagi melawan. Tidak lama setelah itu, Hari baru melepaskan tangannya dari rahang Ghea. 

"Sudah, tidurlah. Aku pun ingin kembali tidur."

Hari mendorong Ghea hingga istrinya itu berjalan mundur beberapa langkah dari sisi samping ranjang yang diduduki Hari. Hari sudah hampir menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang dan kembali berbaring jika tidak kembali mendengar suara mengusik dari Ghea. 

Dasarnya Ghea masih keras kepala, baru sebentar lepas dari tangan suaminya, dia sudah kembali ingin membuat masalah dengan suaminya itu. 

"Kalau kamu gak cinta sama aku dan menikah karena terpaksa, lebih baik kau ceraikan aku saja, Mas!" 

Kali ini Ghea sudah bersiap untuk menghindar jika Hari kembali akan melakukan kekerasan padanya. 

Tapi yang ada, suaminya itu justru menertawakannya seakan permintaan cerainya hanyalah sebuah lelucon semata. Ghea sampai memicingkan mata saat melihat suaminya tertawa mengejek kepadanya. 

'Apa yang lucu?' batin Ghea sangat kesal. 

Ghea menunggu suaminya berhenti tertawa dengan sendirinya. Kedua tangannya mengepal untuk menahan kekesalan karena merasa disepelekan. 

Selama ini Ghea memang berusaha memahami suaminya. Tapi setelah sebulan tidak ada respon positif sesuai harapannya, Ghea berpikir jika mungkin lebih baik untuk berpisah dan dirinya hidup sendiri sekalipun harus mengurus mamanya seorang diri. 

Itu jauh lebih baik daripada punya keluarga baru tapi hanya pajangan semata. Apalagi sikap suaminya tidak pernah bisa baik kepadanya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Ghea saat ini.

"Kamu mau kita cerai?" ulang Hari setelah tawanya mereda. 

Ghea mengangguk dengan yakin. "Jika kamu tidak bisa bersikap baik padaku. Aku pikir menjadi janda tidak akan jadi masalah," tandas Ghea masih dengan sikap percaya diri. 

"Dan rela tidak bisa bertemu dengan mamamu selamanya?" 

Ghea membulatkan kedua bola matanya. 

"Apa maksudmu?" 

"Nasib mamamu ada di tanganku, Ghe. Kalau kamu mau lepas dari genggamanku, maka itu sama halnya kamu siap kehilangan mamamu untuk selamanya," desis Hari memperingatkan. 

Ghea kembali mengepalkan kedua tangannya. Amarah untuk suaminya semakin besar. 

'Bisa-bisanya dia mengancamku dengan menjadikan mama sebagai alasan.' 

Karena diselimuti dengan amarah, Ghea dengan berani maju beberapa langkah hingga kini kembali berhadapan dengan suaminya dalam jarak yang sangat dekat. Ghea juga berani mengacungkan jari telunjuknya di wajah dingin suaminya. Meluapkan amarah yang sudah membara pada Hari.

"Aku gak nyangka kalau kamu se-abusive itu, Mas! Sebenarnya tujuan kamu menikahiku apa? Bukankah kalian sudah mendapatkan seluruh harta keluargaku? Aku tidak akan mengambilnya lagi asal kalian melepaskan aku dan mamaku." 

Hari kembali menyeringai. Melihat keberanian Ghea melawannya membuatnya bersemangat. Hari menarik rambut belakang Ghea hingga kepalanya menengadah ke atas. Mendekatkan bibirnya ke telinga Ghea dan membisikkan sesuatu dengan desisan penuh ancaman. 

"Sayangnya aku masih butuh kamu menjadi istriku. Jadi, jangan harap kamu bisa bercerai denganku atau kamu akan melihat mamamu mati di depan matamu sendiri." 

Kemudian Hari melepas jambakannya dan kembali naik ke peraduan. Menyamankan diri di dalam selimut yang ditariknya hingga atas dada. Kemudian memejamkan mata seakan di dekatnya tidak ada siapa-siapa sehingga bisa tidur dengan tenang. 

Ghea melihat Hari yang memejamkan mata dalam damai dengan hati bergemuruh. Ingin rasanya mengambil bantal di sebelah pria itu kemudian menikamnya hingga habis napas. Dengan begitu dia bisa terbebas dari pria itu untuk selamanya. 

Sayangnya, Ghea masih teringat akan dosa besar saat menghilangkan nyawa seseorang dengan sengaja. Apalagi kedua orang tuanya pasti akan kecewa jika Ghea sampai benar-benar melakukannya. 

'Papa yang di Surga, tolong katakan padaku apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku jelas tidak punya kekuatan apapun saat ini untuk melawannya. Aku yang begitu bodoh terlalu percaya pada mereka sampai menyerahkan harta mama papa untuk dikelola oleh mereka. Sekarang, aku bahkan tidak punya apa-apa selain diriku sendiri. Dan mama, aku menyesal sekali mempercayakan mama pada mereka. Maafkan aku, Ma! Maafkan kebodohanku!'

Pagi harinya, Hari bersikap biasa kepada Ghea seakan tidak terjadi apa-apa semalam tadi. Ghea sendiri memilih diam karena suaranya hanya akan membuat luka di atas tubuhnya semakin bertambah. 

Sebulan menikah dengan Hari sudah cukup membuat Ghea hafal dengan kelakuan suaminya yang ringan tangan. Kesalahan kecil yang dibuat Ghea hanya akan membuat tangan dan kakinya berbicara. 

Kemudian mulutnya meminta maaf tapi juga masih menyalahkan Ghea sebagai penyebabnya. Ghea tahu Hari tidak pernah sungguh-sungguh saat meminta maaf. Karena setelah itu, Hari sama sekali tidak ada rasa canggung untuk mengulangi kekasarannya. Seakan dia tidak merasa salah sedikitpun. 

"Baiklah, sepertinya aku harus main cantik untuk melawan Mas Hari. Aku gak boleh ceroboh dan gegabah hingga menjadikanku seperti samsak tinju hidup baginya. Ya. Aku harus lebih tangguh lagi dalam menghadapinya."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aku Istrimu, Bukan Samsak Tinju   Bab 78. Akhir

    Keheningan masih menggantung di udara, setelah Abimanyu dengan jujur mengungkapkan cintanya. Ghea menatap pria itu lama, seolah ingin memastikan setiap kata yang terucap benar-benar keluar dari hati. “Aku…” suara Ghea bergetar, tapi ia tidak mengalihkan pandangan. “Aku mau menikah denganmu, Bi. Karena aku juga cinta padamu.” Tatapannya melembut, namun ada kerikil kecil di dasar hatinya yang perlu ia keluarkan. “Tapi jujur, sempat ada ketakutan dalam diriku. Aku khawatir kalau alasanmu menikahiku hanya karena rasa bersalah atas apa yang terjadi di masa lalu, antara orang tua kita.” Abimanyu mencondongkan tubuh, meraih tangan Ghea, menggenggamnya erat seolah tidak ingin dilepaskan. “Ghea, kalau hanya karena rasa bersalah, aku tidak akan berani minta kamu jadi istriku. Aku mencintaimu. Dengan cara yang bahkan aku sendiri nggak pernah rasakan sebelumnya. Aku ingin menua bersamamu, apa pun yang terjadi.” Ghea menutup mata sejenak, merasakan kehangatan genggaman itu. Ketulusan dalam

  • Aku Istrimu, Bukan Samsak Tinju   Bab 77. Menuju Akhir

    Jam di dinding lobi Gauta Farma baru saja menunjuk angka empat sore ketika Abimanyu memarkir mobilnya di depan gedung yang menjulang dengan kaca-kaca besar berkilauan. Dari balik kemudi, matanya sempat menangkap sosok Ghea yang melangkah keluar dari pintu utama dengan setelan kerja sederhana namun elegan: blouse putih dengan rok pensil abu-abu. Rambut panjangnya tergerai lembut, sesekali tertiup angin sore Jakarta yang mulai padam.Ada sesuatu yang selalu membuat Abimanyu sulit mengalihkan pandangan dari perempuan itu. Bukan hanya karena kecantikan yang tampak, tetapi juga aura tenang yang selalu membuatnya merasa… pulang.“Maaf nunggu lama, ya?” tanya Ghea sambil membuka pintu mobil. Senyum tipisnya seperti biasa—bisa meluruhkan benteng keras di hati Abimanyu.“Enggak, aku juga baru aja sampai,” jawab Abimanyu, mencoba terdengar santai meskipun sebenarnya sudah menunggu hampir sepuluh menit.Mobil itu pun melaju pelan meninggalkan gedung Gauta Farma. Sepanjang perjalanan, keduanya s

  • Aku Istrimu, Bukan Samsak Tinju   Bab 76. Jawaban Ghea

    “Kamu kenapa, Sayang?” Gita melihat Ghea seperti tidak nafsu makan. Makanan di atas piringnya hanya diaduk tanpa berniat dimasukkan ke mulut. “Apa ada masalah yang kamu sembunyikan dari Mama?” tanya Gita lagi, karena Ghea masih bergeming. “Sebenarnya …,” Ghea menjeda ucapannya. “Sebenarnya ada apa, Sayang?” Ghea menatap mata mamanya yang menunggu jawaban. Dengan ragu-ragu, Ghea pun bercerita tentang ajakan Abimanyu untuk bertemu dengannya, dan belum dibalas olehnya. “Sebenarnya Abi ngajak ketemu, Ma. Dan aku belum kasih jawaban dari kemarin.” “Loh, memangnya kenapa? Kamu gak mau ketemu sama dia?”“Aku … bingung, Ma. Aku gak tau gimana dengan perasaanku ini. Aku pengen ketemu dia, tapi aku takut.” “Takut? Takut kenapa?” “Aku takut kebawa perasaan, Ma.”Gita akhirnya paham. Seorang wanita, saat merasa jatuh hati pada seorang pria, tetapi tidak yakin jika perasaannya berbalas, pasti akan merasakan keresahan yang teramat sangat. Dan itulah yang sedang dirasakan Ghea saat ini. “K

  • Aku Istrimu, Bukan Samsak Tinju   Bab 75. Ajakan Bertemu

    Abimanyu hanya terdiam saat ditandaskan dengan pernyataan tegas Gita. Keterdiamannya menjadi asumsi mereka yang melihat, jika cinta tidak benar-benar ada untuk Ghea. “Saya sangat berterima kasih dan mengapresiasi semua bantuan kamu untuk saya dan putri saya, Nak. Namun, jika balasannya adalah pernikahan tanpa cinta, saya minta maaf lebih baik kami membalas budi dengan cara lain. Saya tidak bisa mempertaruhkan kebahagiaan putri saya. Menebus semua kesakitannya saat menikah dengan orang yang sebelumnya saja, saya tidak bisa. Mana mungkin saya akan membiarkannya mengulang kesalahan yang sama.”“Tante, Oppa-ku gak akan nyakitin Eonni Ghea. Aku kenal dia siapa. Dia gak akan memperlakukan Eonni Ghea dengan buruk, Tante.” Keiza yang tidak tahan melihat Abimanyu tanpa pembelaan, akhirnya bersuara lebih dulu. Liam memegang lengan putrinya untuk menghentikan perkataannya karena yang lebih berhak berbicaralah ada Abimanyu sendiri. Barulah Keiza tidak melanjutkan bujukannya. “Saya tau nak, Kei

  • Aku Istrimu, Bukan Samsak Tinju   Bab 74. Tindakan Gita

    Kabar tentang hukuman yang dijatuhkan untuk Sanjaya sudah sampai di telinga Alea yang masih di Penang bersama putrinya. Tentu saja berita itu menjadi berita buruk karena lamanya hukuman yang diterima sang suami tidak main-main. “Bagaimana mungkin aku bisa melewati sepuluh tahun tanpa kamu, Mas?” ratapnya. Walaupun Abimanyu memang sudah mengcover segala biaya hidup dan berobat Qila, tetapi dukungan secara moril dan kebersamaan dengan sang suami tentu saja akan dirindukan Alea. Apalagi mendampingi pengobatan panjang putri mereka satu-satunya. Alea terpaksa menyembunyikan kondisi yang sebenarnya pada sang suami dari Qila. Dia tidak mau proses pengobatan putrinya menjadi terganggu jika tahu papanya mendekam di penjara. Apalagi jika tahu alasan papanya sampai dipenjara adalah demi biaya pengobatannya ke Penang selama ini. “Ma.” Alea menoleh dan menghapus air matanya sebelum menghampiri putrinya yang baru terbangun. Dia tidak mau sang anak sampai tahu jika dirinya baru saja menangis. A

  • Aku Istrimu, Bukan Samsak Tinju   Bab 73. Hukuman

    Sejak dari persidangan, Ghea menjadi lebih pendiam. Gita yang merupakan ibu kandungnya tentu saja sangat peka akan perubahan putri semata wayangnya. “Mama perhatikan, kamu sepertinya agak berbeda, Sayang. Apa ada yang sedang kamu pikirkan?” tanyanya. Gita hanya menggeleng kecil. “Jujur sama Mama. Apa ini soal putranya Zahera?” “Dari pertama Mama selalu panggil Pak Abi dengan sebutan anaknya Nyonya Zahera, kenapa gak sebut anaknya Tuan Liam? Apa karena Mama sudah tahu kalau Pak Abi Itu bukan putra kandungnya Tuan Liam?” “Mama memang sudah tahu, tapi Mama juga gak tahu siapa papa kandungnya, karena Zahera gak pernah cerita dan Mama juga gak mau tanya karena takut membuatnya teringat masa lalu.” Gita pun menceritakan tentang alasan perceraian Zahera dengan papa kandungnya Abimanyu versi yang dia ketahui. Tentang pengkhianatan Sanjaya pada Zahera selama mereka menikah, dan baru diketahui saat Abimanyu sudah sekolah SD. “Sejak resmi bercerai, setahu Mama mereka memang kehilangan komu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status