Share

Bab 7. Saksi Kunci yang Kabur

Abimanyu membawa Keiza ke tempat jamuan. Awalnya gadis itu tidak berminat ikut ke jamuan orang dewasa yang mungkin akan menjemukan baginya karena pembahasan yang pasti hanya berputar di masalah bisnis dan sejenisnya.

Sayangnya di rumah sedang sepi karena ditinggalkan kedua orang tuanya yang sedang honeymoon ke Maladewa, untuk yang kesekian kalinya. Sehingga membuat Keiza memilih untuk menyusul kakaknya juga. 

"Halo, Cantik! Aduh adik gemes tumben-tumbenan mau ikut ke jamuan makan malam?" goda Eldi yang sudah bergabung di tempat Frans dan Abimanyu tadi duduk.

Eldi si Dokter Bedah sekaligus penanggung jawab IGD Medica Center memang paling suka menggoda adiknya Abimanyu. Keiza sendiri juga suka menanggapinya dengan menistakan Eldi layaknya kakak sendiri. 

"Iya dong. Kan adik gemes mau ketemu sama Om Eldi," kekeh Keiza menuai gelak tawa puas di bibir Frans yang mendengarnya. 

"Sembarangan! Suka gak ada rem ya itu bibir kalau udah nistain aku! Kakakmu aja dipanggil Oppa mesra banget, giliran aku dipanggil Om! Gini-gini umurku sama kakakmu sama tau!" protes Eldi yang hanya dibalas gelak tawa oleh Keiza. 

"Wajah gak ada tulisan umurnya, Om," balas Keiza lagi masih belum puas mengerjai teman kakaknya. 

"Maksudnya wajahku kelihatan tua gitu?" cecar Eldi lagi. 

"Sudah, terima nasib aja lah, Di. Mukamu memang gak bisa bohong!" ledek Frans ikut-ikutan membantu Keiza dalam menjadikan Eldi sebagai bahan bulan-bulanan. 

Eldi mendengus karena merasa kalah dengan tim yang tidak seimbang. 'Dua lawan satu. Sungguh tidak adil,' rutuknya dalam hati. 

Beruntung Abimanyu cukup peka karena tidak lama kemudian menginterupsi untuk adiknya tidak melanjutkan candaan yang menjurus ke body shaming. 

"I'm just kidding, Oppa!" 

"Tetap saja tidak boleh bercanda dengan body shaming." 

"Iya, Oppa yang bawel!" 

"Hm, minta maaf dulu." 

"Minta maaf, Kak Eldi. Keiza cuma bercanda saja tadi," ucap Keiza dengan tulus. 

"Kakak tau kok. Dan sama sekali tidak masalah jika itu kamu, Adik gemes!" 

Suasana di jamuan kembali meriah dengan obrolan yang ternyata tidak seperti bayangan Keiza di awal. Teman-teman dari kakaknya tidak hanya membahas masalah pekerjaan dan bisnis. Mereka juga mengajak Keiza berbincang hingga gadis kecil itu bisa menikmati suasana jamuan tanpa canggung. 

Berbeda suasana dengan di sebuah apartemen yang baru saja dimasuki oleh dua orang pria dewasa. Hari sudah menampilkan wajah tegang sejak di hotel tempat jamuan. Berita yang dibawa Jodi ternyata cukup mengganggu suasana hatinya. 

"Kenapa dia bisa kabur sebelum dieksekusi? Bukankah harusnya dia baru keluar dari penjara besok?" 

"Sepertinya istri sopir truk itu memakai sebagian uang pemberian kita untuk menyuap petugas sipir supaya bisa mengeluarkannya hari ini. Itu pun sepertinya karena mereka tahu hari ini kamu sedang sibuk karena ada acara." 

"Maksud kamu, mereka tahu dengan rencana lanjutan kita?" 

"Ku rasa begitu," jawab Jodi apa adanya. 

Mereka sedang membicarakan sopir truk yang membantu mereka menyingkirkan kedua orang tua Ghea dengan kecelakaan lalu lintas yang sudah diatur oleh mereka. 

Rencananya, mereka akan menyingkirkan sopir truk itu untuk selamanya setelah besok dinyatakan bebas dari penjara. Sayangnya sebelum rencana itu berjalan lancar, si sopir justru sudah lebih dulu kabur yang diduga dibantu oleh istrinya. 

"Kemana mereka pergi?" tanya Hari lagi. 

"Penang." 

"Penang? Kenapa ke sana?" 

"Sepertinya mereka ingin menghabiskan uang pemberian kita untuk pengobatan putrinya yang sakit keras."

Hari kembali mengangguk paham. "Artinya kecil kemungkinan mereka akan kembali dan menampakkan wajahnya di depan kita. Aku rasa dia tidak akan membongkar kejahatan kita dengan sembarangan. Bukankah secara tidak langsung, kita sudah membantu pengobatan putrinya?" 

"Benar. Dan lagi, dengan membongkar kejadian yang sesungguhnya, sama saja dia kembali menyerahkan diri ke jeruji besi. Dia bisa ditahan sebentar karena bantuan kita dan karena dianggap tidak sengaja karena lalai. Tapi kalau dia mengatakan yang sebenarnya, jelas sama saja dia sedang bunuh diri, karena pembunuhan berencana hukumannya tidak main-main."

"Kamu benar. Orang normal pada umumnya sudah pasti tidak akan mengungkit kesalahannya yang sudah menghilangkan nyawa orang lain. Kalau begitu, kita biarkan saja mereka pergi jauh sejauh-jauhnya. Pastikan saja mereka tidak pernah menginjakkan kaki ke Indonesia lagi. Kalau perlu biar mereka sampai mati dengan putrinya di negeri orang." 

Wajah tegang Hari sudah mulai melentur. Kekhawatirannya saat mengetahui sopir truk yang menjadi saksi kunci dari kejahatannya kabur sudah mulai mereda. 

"Aku akan melakukannya dengan baik. Tenang saja." 

Hari mengulas senyum senang. Asistennya itu memang sangat bisa diandalkan. Apapun yang Hari butuhkan akan dengan rapi diselesaikan oleh Jodi tanpa kesalahan. 

Waktu Hari dalam sehari juga lebih banyak dihabiskan bersama Jodi. Kemana Hari pergi, pasti Jodi akan ikut dibawanya. Hari membawa Ghea hanya pada saat ada jamuan seperti tadi. Untuk urusan lain seperti perjalanan bisnis atau bertemu makan bersama klien lebih banyak Jodi yang menemani. 

"Baguslah. Aku bisa tidur nyenyak malam ini," sahut Hari dengan sangat lega. 

"Kamu yakin mau tidur malam ini?" 

Pertanyaan dengan seringai dari sang asisten sukses membuat Hari menarik sudut bibir ke atas. Dia seakan paham dengan kode yang dikatakan asistennya secara tersirat. Karena setelahnya, Hari pun menanyakan sesuatu secara implisit. 

"Bagaimana dengan produk baru yang dikirim? Apakah penjualan barang 'lainnya' lancar tanpa kendala?" 

"Tentu saja lancar seperti biasanya. Bahkan permintaan selanjutnya dipastikan akan melonjak pesat karena 'barang' kita sudah menembus pasaran di London. Aku juga sudah membawa sampel 'barangnya'. Tidakkah kamu mau mencobanya bersamaku? Ia bisa membuatmu tahan lama," bisik Jodi di akhir kalimatnya. 

Seringai miring terlihat jelas menghiasi wajah tegas Hari Hardana. Tawa renyah dari pria di sampingnya membuat tenggorokan kering dan mereka mulai menuang minuman memabukkan yang sudah tersedia di atas meja. 

Sedangkan di rumahnya sendiri, masih ada Ghea yang baru selesai mandi setelah berendam cukup lama di bathtub. Sejak perjalanan dari hotel, Ghea sudah membulatkan tekad untuk memanjakan diri setiap tidak ada Hari di rumah itu. 

Dia tidak bisa berharap dibahagiakan oleh orang lain bahkan suaminya sendiri. Jika dia ingin bahagia, maka dia harus berusaha sendiri. Dan memanjakan tubuhnya dengan berendam di air hangat dalam suasana yang tenang bisa menjadi salah satu caranya. 

"Aku yakin Mas Hari akan pulang dini hari lagi dan dalam keadaan mabuk seperti biasanya. Lebih baik aku mulai membiasakan untuk tidak perlu lagi menunggu apalagi menyambutnya. Ya. Kurasa itu pilihan paling baik untuk saat ini. Toh dia sendiri yang memintaku untuk tidak mempedulikan urusannya di luar rumah," gumam Ghea sambil mengeringkan rambut dengan hair dryer sebelum kemudian pergi tidur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status