Share

Bab 6. Melihat Sendiri

"Kamu gak apa-apa kan, Ghe?" tanya Frans terlihat khawatir ketika sudah puas memarahi pelayan yang dengan cerobohnya menumpahkan minuman kepada Ghea. 

"Aku gak apa-apa, Kak. Cuma basah sedikit, ini akan kering dengan cepat, jangan khawatir dan jangan memarahi pelayannya lagi. Aku yakin dia gak sengaja." 

"Beruntung kamu karena Ibu Ghea terlalu baik," gumam Frans masih kesal kepada si pelayan. 

Pelayan wanita yang melakukan kesalahan sudah berulang kali meminta maaf dan Ghea sampai tidak tega mendengarnya dimarahi oleh Frans. 

"Sudah, Kak. Biarkan dia kembali bekerja. Aku yakin setelah ini dia akan bekerja dengan lebih hati-hati, bukankah begitu, Mbak?" 

"Benar, Bu. Sekali lagi saya mohon maaf," cicitnya sambil menundukkan kepala, sama sekali tidak berani mengangkat wajah. 

Mereka pun membiarkan pelayan wanita kembali ke tempatnya untuk melanjutkan pekerjaan tanpa memperpanjang masalah. Abimanyu hanya diam memperhatikan dengan pikiran yang sudah terganggu sejak melihat bekas luka di betis Ghea. 

'Aku yakin ada yang gak beres sama wanita ini. Tapi siapa yang membuat bekas luka itu. Itu seperti bekas cambukan,' batin Abimanyu sangat yakin.

Sebagai dokter yang mempelajari ilmu kedokteran yang spesifik di bagian forensik bertahun-tahun, juga dengan pengalaman menangani berbagai kasus kekerasan, penganiayaan hingga pembunuhan, Abimanyu cukup familiar dengan bekas luka yang ada di kaki Ghea. 

Abimanyu terus memandang Ghea dengan tatapan tajam sedangkan Ghea berusaha menghindar karena tidak mau ada pembahasan mengenai apa yang tidak sengaja diperlihatkan di depan dokter forensik tersebut.

"Sayang, sepertinya kita harus pulang sekarang karena setelah ini masih ada yang harus aku kerjakan bersama Jodi," pinta Hari begitu kembali menghampiri istrinya. 

Untuk pertama kalinya Ghea merasa senang akan kedatangan Hari meski keramahannya hanya sandiwara semata. Setidaknya dengan ajakan pergi tersebut, Ghea bisa terhindar dari tatapan mengintimidasi dan mungkin saja cecaran pertanyaan dari Abimanyu yang masih memasang wajah curiga. 

Ghea hanya berharap Abimanyu tidak menceritakan apa yang dilihatnya tadi kepada Frans. Karena jelas Frans terlalu berlebihan jika sudah berkaitan dengannya. Tapi Ghea cukup yakin jika Abimanyu bukan tipe orang yang suka membicarakan orang lain di belakang. 

'Semoga saja Pak Abi tidak mengingat kejadian tadi lagi di masa depan,' batin Ghea setelah melihat suaminya selesai berpamitan kepada yang lain. 

Ghea hanya menganggukkan kepala singkat sebelum tangannya ditarik lembut suaminya menjauh dari perkumpulan. 

Kelembutan Hari hanya bertahan hingga keduanya sampai di depan hotel. Karena setelahnya Hari kembali menghempas tangan yang tadi dibawanya melingkari lengannya dengan kasar. Ghea sampai tersentak meski sudah biasa diperlakukan seperti itu. 

"Kamu pulanglah naik taksi. Langsung pulang dan jangan kemana-mana. Aku ada urusan sebentar sama Jodi." 

Perintah yang bersifat mutlak itu tidak bisa dibantah Ghea sedikit pun. Kendati demikian, Ghea justru merasa senang karena tidak adanya Hari mulai dinikmatinya sebagai momen me time yang tenang daripada saat ada suaminya hanya dijadikan pelampiasan amarah yang mengganggunya. 

Apalagi Ghea bisa mencium aura tidak enak dari sang suami. Entah masalah apa yang saat ini sedang dihadapi Hari Hardana. Tapi raut wajah tidak sedap jelas menguar di sekitarnya. Jika berlama-lama dekat dengan pria itu, Ghea bisa terancam menjadi samsak hidup bagi si pria gila itu. 

"Kamu dengar gak aku bilang apa?" hardik Hari saat Ghea masih tidak bergeming karena nyaris melamun andai saja tidak merasakan tarikan kasar di rambutnya. 

"I-iya, Mas. Aku dengar," rintih Ghea yang merasa rambutnya seakan ingin lepas dari kulit kepalanya. 

Hari sangat gegabah melakukan hal itu di tempat umum. Meski terlihat lengang, sejatinya ada sepasang manik mata yang memantau mereka sejak keluar dari lobby hotel. 

"Instingku gak pernah salah," gumamnya pelan. 

Pria yang bersembunyi di balik pilar besar hanya bisa menyaksikan sepasang pasutri yang di acara pesta terlihat mesra, tapi begitu keluar dari hotel mewah tersebut menampakkan hubungan yang sebenarnya. 

"Kenapa wanita itu bodoh sekali? Mau-maunya dia hidup sama pria kasar seperti suaminya. Ini bahkan masih di ruang terbuka yang bisa kapan saja dipergoki orang lain. Bagaimana jika mereka hanya berdua di rumah mereka? Aku yakin luka di betisnya tadi pun perbuatan suaminya sendiri," gumam Abimanyu yang menyimpulkan dari dua kejadian yang dilihatnya sendiri. 

Meskipun begitu, Abimanyu tidak bisa berbuat lebih apalagi belum punya kesempatan untuk bertanya secara langsung pada yang bersangkutan untuk mengkonfirmasi asumsinya yang diyakini dengan sangat. 

Tapi tidak lama setelah itu, muncul sosok yang ditunggu dan dijadikan alasan oleh Abimanyu untuk keluar sebentar. Dia adalah Keiza Liza Lim. Adik perempuan Abimanyu di pernikahan kedua mamanya dengan sang papa sambung. Gadis kecil kesayangan Keluarga Lim terutama Abimanyu, sang kakak yang sangat protektif. 

"Oppa!" seru Keiza begitu Abimanyu keluar dari balik pilar. 

"Hm, Yeo Dongsaeng!" balas Abimanyu menyambut adiknya dalam pelukan. 

Keiza memang biasa menggunakan sapaan dengan bahasa Korea karena selain memang memiliki darah keturunan dari negara sana, Keiza peminat nomor satu drama korea atau yang biasa disebut K-Drama Lover oleh orang sekitar. 

Mau tidak mau, Abimanyu pun menurut saat diminta memanggilnya dengan sapaan dari negara sama juga. Adik perempuannya yang masih duduk di bangku sekolah tingkat atas itu memang tidak bisa dibantah. Terlalu dimanja meskipun sebenarnya anak yang baik. 

"Kenapa wajahmu seperti itu, hem?" tanya Abimanyu setelah mengurai pelukan.

"Aku baru saja bertemu dengan wanita cantik dan seksi di depan. Sayangnya dia terlihat sedih dan sepertinya habis menangis." 

Abimanyu mengernyit karena adiknya begitu random bercerita. Kalau memang ada perempuan cantik bersedih yang ditemui sang adik, lantas kenapa harus dipikirkan jika tidak dikenal? Kira-kira seperti itu maksud dari kernyitan di dahi Abimanyu saat ini. 

Keiza yang paham dengan rasa penasaran sang kakak akhirnya menjelaskan dengan gamblang hingga membuat Abimanyu menganga setelahnya. 

"Ya aku jadi mikir aja sih, jangan-jangan dia dibuat sedih sama orang yang tidak tepat. Maksud aku, kalau aja wanita cantik itu sama Oppaku yang paling ganteng ini, pasti aku bakalan seneng banget karena jadi punya Eonni yang cantik dan seksi." 

Keiza menggelayuti lengan Abimanyu dengan posesif sampai kemudian kembali membujuk untuk segera mencarikan kakak ipar yang cantik dan seksi seperti wanita yang ditemuinya tadi.

"Ayo dong, Kak. Jangan kerja terus. Cari pasangan biar aku cepat punya Eonni juga kayak Oyi. Dia selalu pamer bisa ke salon atau shopping sama Eonni Nori." 

Nori adalah anak pertama Robin (asisten sekaligus sepupu dari Liam, papa Keiza dan Abimanyu). Sedangkan Oyi adalah anak keduanya, alias adiknya Nori. 

Keiza selalu iri pada Oyi yang punya kakak perempuan. Dia menginginkan juga tapi ditakdirkan hanya memiliki kakak laki-laki. Untuk itu Keiza sangat ingin kakaknya segera menikah. 

Abimanyu mendengus sebal. "Kalau begitu, kenapa tadi kamu tidak meminta wanita yang kamu temui untuk menikahi Oppamu ini?" sarkas Abimanyu. 

"Aku akan melakukannya ketika kami kembali dipertemukan," kekeh Keiza sangat puas membuat kakaknya melengos. 

Dian Matahati

Note :  Oppa = Kakak laki-laki (bisa juga sebagai panggilan sayang pada kekasih pria) Yeo Dongsaeng = Adik perempuan yang diucapkan oleh kakak laki-laki Eonni = Kakak perempuan yang diucapkan oleh adik perempuan. 

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status