共有

Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu
Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu
作者: Meriatih Fadilah

01. Sikap Dingin

last update 最終更新日: 2022-11-14 21:46:44

“Mas mau ke mana?” tanya wanita itu dengan senyuman merekah.

“Apakah aku harus menjawab pertanyaanmu?” tanya balik pria tinggi itu yang telah menjadi suaminya enam bulan yang lalu.

“Aku hanya ingin tahu saja,” jawabnya pelan sambil menatap dari pantulan cermin hias wajah suaminya yang sedang merapikan jas kebanggaannya.

Apakah ini suatu keberuntungan memiliki seorang suami yang tampan dan pintar, mungkin nilainya jika diberi angka dari satu sampai sepuluh adalah sembilan menurutnya.

Wanita itu tersenyum kecil, walaupun senyuman itu tidak ada harganya di mata suaminya, tetapi dia tetap memperlihatkan senyuman itu dengan tulus. Sekilas Ardan meliriknya tetapi setelah itu dia acuh kembali dan meninggalkan Aluna berdiri seperti patung di kamarnya.

Sakit tetapi itu sudah biasa bagi Aluna dan tidak mau membenci sikap suaminya, dia sadar akan hal itu mungkin jika di posisinya pasti akan sama seperti dia.

Dengan melangkah pelan Aluna berusaha mengikuti Ardan walaupun itu tidak mungkin, dia akan tertinggal di belakang.  Ardan yang sudah sampai di ruang keluarga menyapa mereka semua.

“Selamat malam, Ma,” sapa Ardan dan mencium pipi Rini yang sedang asyik menonton televisi.

“Selamat malam, Sayang, malam ini kamu mau ke mana, tampan sekali, ada jamuan makan malam?” tanya Rini tersenyum dan bangga melihat penampilan putra kesayangannya itu.

“Ardan ada acara di kalangan bisnis, hari ini Ardan  akan mendapatkan penghargaan sebagai CEO termuda yang berprestasi dan pastinya akan banyak orang penting di sana,” jelasnya terlihat bahagia.

“Wah selamat ya Mas, dan bolehkah aku ikut?” tanya Aluna menyahut yang sudah sampai di ruang tengah keluarga.

Rini menoleh bersamaan dengan Ardan, mengamati penampilan wanita muda itu dan tersenyum mengejek.

“Apa aku nggak salah dengar Aluna? Kamu sudah tahu jawaban apa yang pantas untukmu!” hardiknya yang terlihat kesal.

“Kita sudah menikah Mas, apakah Mas masih tidak bisa menerimaku apa adanya?” tanya balik Aluna walaupun sudah tahu jawaban apa yang akan dia dengar.

“Ayolah Aluna, jangan bahas itu lagi, kita sama-sama tahu kalau pernikahan ini hanya sementara, kita ini dijodohkan dan aku tidak mencintaimu, bahkan aku merasa tidak berselera untuk menyentuh tubuhmu, kamu tahu kan kenapa?” Jawaban itu sangat menyakitkan di hati Aluna, kedua matanya pun mulai berembun tetapi dia harus menahannya.

“A-apa karena aku ...?” bibirnya kembali bergetar.

“Ya Aluna kamu tidak utuh, cacat walaupun wajahmu cantik tetapi kamu cacat, aku tidak suka melihatnya, aku membencinya sampai  saat ini!”

“Kita menikah hanya untuk Papa, kamu memang istriku tetapi bukan cintaku!”  Pria tampan itu lalu meninggalkannya begitu saja dan tidak ingin berdebat lagi.

Aluna akan kembali diam jika suaminya sudah menyatakan penolakan secara terang-terangan. Dia akan mengurung dirinya di kamar dan berteman  dengan bulir-bulir air matanya. Sudah sering Aluna mendapatkan kata-kata kasar, hinaan ataupun caci maki dari pria yang bergelar suaminya. Haruskah menyalahkan takdir sedangkan dia pun juga tidak tahu takdir akan membuatnya lebih menderita tinggal bersama mereka atau ada suatu harapan kebahagiaan yang akan dia renggut dalam dekapannya? Pikiran Aluna berkecamuk tetapi jawaban itu yang selalu dia dengar hanya satu kata "CACAT".

“Lebih baik kamu di rumah saja Aluna, tidak perlu keluar, sudah cukup cibiran dari orang luar kalau saya mempunyai menantu cacat dan miskin. Seharusnya kamu bersyukur bisa dinikahkan dengan anak saya dari keluarga Batara, kamu itu sudah miskin dan cacat jangan meminta lebih dari kami.”

“Bahkan saya tidak sudi mempunyai cucu dari rahim kamu, Mama takut kalau nasibnya akan sama dengan kamu yang juga cacat permanen.” Ucapannya begitu santai  tetapi sangat menyakitkan di dengar oleh Aluna, tetapi dia harus bersikap tenang untuk  menghadapi orang-orang yang tidak suka dengannya.

“Apakah Mama sudah selesai untuk menghina Aluna?” tanyanya dengan nada bergetar.

“Sudah dan itu sangat puas.” Rini berjalan meninggalkan Aluna, tapi sedetik kemudian dia berbalik. “Mbok Darmi sedang cuti selama dua minggu, jadi kamu pasti tahu ‘kan apa yang harus kamu lakukan di rumah ini?” Rini bersidekap sambil memandang rendah Aluna. Jika kamu mau dianggap sebagai menantu di rumah ini, bersikap seperti menantu pada umumnya yang bisa menyenangkan hati mertuanya. Kamu paham, ‘kan? Buatlah dirimu berguna. Pakai tongkatmu dulu, terlalu mahal untuk membelikanmu lagi kaki palsu, buang-buang uang.

Sana pergi ke dapur! Dan ingat Aluna, jangan sampai meminta pelayan lain untuk membantumu.

Kalau saya tahu mereka membantumu, saya tidak segan untuk menghukum atau memecat mereka. Saya harap kamu pintar dan mengerti apa yang saya katakan.”

“Dasar menantu tak berguna!” hardiknya dan pergi dari tempat itu.

Aluna menghela napas panjang, dia tidak  ingin membantah baginya percuma saja berbicara dengan mertuanya itu yang memang tidak menyukai Aluna sebagai menantunya apalagi karena fisik yang dimiliki oleh wanita cantik itu membuat Bu Rini malu dan jijik untuk diterima  di dalam keluarganya. Aluna harus bisa berbesar hati dan meyakinkan dirinya kalau ini adalah sebuah ujian yang harus dia jalankan tanpa mengeluh walaupun rasa sakit itu selalu akan berakar.

Aluna ingin sekali berjalan normal dengan kaki palsu yang diberikan oleh ayah mertuanya tetapi entah kenapa kaki palsu itu sudah  tidak bisa dipakai lagi sehingga Bu Rini membuangnya.

Pak Ardin sedang keluar kota untuk beberapa bulan sehingga dia jarang ada di rumah. Bu Rini tidak suka bepergian dinas dengan suaminya yang membosankan, karena tidak bisa belanja sepuasnya bersama putri kesayangannya yang bernama Sari.

Rumah tampak sepi, para pelayan sudah kembali ke tempat mereka di belakang. Aluna berjalan menuju dapur yang luas, dan betapa terkejutnya saat melihat begitu banyak pekerjaan di dapur yang belum diselesaikan.

Mereka sengaja melakukan semua ini agar Aluna bekerja di malam hari. Dengan semangat Aluna membersihkan dapur itu tanpa mengeluh, tetapi beberapa menit kemudian tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang.

Aluna terkejut dan berusaha melepaskan pelukan itu sekuat tenaga, tetapi kekuatan begitu besar sehingga Aluna kewalahan menghadapi orang itu.

“Ada apa, Sayang kenapa kamu harus berontak? Kamu tidak bisa menjauh dariku,” hembusan napasnya terasa dekat wajah Aluna, membuatnya ketakutan.

“Lepas!”Aluna berontak berusaha kembali untuk bisa lepas darinya.

“Kenapa kamu kaget? Ayolah Aluna, kamu pasti tidak mendapat jatah dari suamimu, kan? Bagaimana kalau aku saja yang memberikannya? Aku juga kesepian!" hardiknya yang mulai kesal.

“Lebih baik Om pergi dari sini,” teriaknya dan memukul kaki Ardi itu dengan tongkat kakinya dengan kuat. Seketika pelukan itu terlepas dan Ardi mengerang kesakitan.

“Augh ... Kamu keterlaluan Aluna!” teriaknya sambil menahan sakit.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
コメント (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si aluna tau diri dikit boleh juga tuh. jgn kebanyakan berharap
goodnovel comment avatar
Yeni_Lestari87
ini om om minta digeplak pake sendok kayu
すべてのコメントを表示

最新チャプター

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    122. Aku Mencintaimu Aluna

    Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    121. Minta Izin

    Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    120. Masa Lalu

    Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    119. Tertidur Di Kantor

    Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    118. Naik Mobil Mewah

    Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    117. Di mana Naya

    Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status