Share

02. Om Yang Meresahkan

Aluna masih mencengkeram kuat tongkat kakinya walaupun tubuhnya terlihat sedikit bergetar, napas yang  masih naik turun tetapi pertarungan dengan pria mata keranjang itu tidak membuatnya lemah dan takut, berusaha melindungi harga dirinya yang ingin direnggut paksa oleh pria itu.

“Aku memang Om nya Ardan tetapi usia kami terpaut tidak jauh dan wajahku tidak jauh berbeda dengan suamimu itu, seharusnya Mas Ardin menikahkan aku dengan kamu saja, ya walaupun kamu cacat seperti ini tetapi  cukup menjadi pemuas di ranjang hangatku, iya kan?” goda Ardi yang terus-menerus walaupun masih memegang kakinya yang sakit.

“Maaf Om jangan ganggu, aku masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, sekarang Om pergi dari sini dan jangan sampai Raina melihat Om ada di sini!"

“Raina sudah tidur, Sayang, dan tidak ada orang di rumah selain kita dan Mbak Rini, mungkin dia sudah tidur sambil mendengarkan musik di telinganya, lagian para pelayan sudah pergi semua jadi bagaimana kalau kita bermain sebentar? Kamu pasti suka,” godanya lagi.

Aluna tidak menanggapinya dia masih fokus dengan pekerjaannya sehingga membuat Ardi terlihat tidak suka diabaikan.

Rahangnya mengeras, tangannya mengepal, tatapan sangat tajam ke arah Aluna. Dengan napas memburu dia mengambil tongkat penyangga kakinya dan membuangnya.

“Om kembalikan tongkatku!” teriak Aluna histeris.

“Kenapa? Apakah kamu susah berjalan sekarang? Benar kata Ardan kamu itu sudah cacat, miskin dan meninggikan harga dirimu! Ayuk ambil tongkat ini dan mendekat kepadaku, Sayang! Sudah aku bilang aku tidak suka penolakan dan kamu sudah terang-terangan menolak aku dan kamu harus mendapat hukuman!”

“Om kembalikan tongkatku atau kalau tidak!”

“Kalau tidak apa Sayang, kamu mau melakukan apa? Aku menjadi penasaran,” ejeknya dengan tersenyum nakal.

“Om, aku ini istri dari keponakan kamu yang arogan itu, tetapi dia tidak pernah main fisik seperti ini, bahkan dia jijik menyentuhku tetapi aku lebih jijik jika tubuh ini aku berikan kepada kamu!" sungut Aluna.

Aluna mendekat dan mereka saling menatap, tetapi tiba-tiba ...

Terdengar teriakan keras dari suara Ardi yang meraung kesakitan, dan meninggalkan luka cukup serius sampai mengeluarkan cairan berwarna merah di bagian hidungnya.

Rupanya Aluna sudah menyiapkan diri  jika Ardi kembali memeluknya, diam-diam wanita berhijab itu di tangannya sudah  mengambil ulakan kecil yang terbuat dari batu, lalu menyelipkan di pakaian gamisnya. Dan benar saja Ardi menyerangnya kembali dan rasa percaya yang tinggi dia langsung memukul hidung  Ardi sehingga meninggalkan sebuah luka di sana.

“Aku memang cacat Om, tetapi pikiranku tidak cacat, jadi berpikirlah dua kali untuk mendekatiku lagi!” ancam Aluna.

“Kamu akan membayar semua ini Aluna, sepetinya hidungku patah dan darah! Aluna, dasar wanita cacat!”

“Aku pastikan kamu akan keluar dari rumah ini dan diceraikan oleh Ardan, aku pasti membalasmu!” teriaknya dan pergi meninggalkan dapur itu sambil memegang hidungnya yang sudah mengeluarkan banyak darah.

Aluna lemas dan membiarkan tubuhnya merosot  jatuh ke lantai. Tanpa terasa bulir-bulir air matanya jatuh kembali. Aluna menangis histeris. Ketidak sempurnaan kakinya telah di jauhi oleh suaminya sendiri dan dimanfaatkan oleh orang lain.

***

Sebuah tangan kecil itu memberikan sapu tangan berwarna putih. Aluna mengambilnya dan mengelap air mata yang jatuh ke pipi mulusnya. Aluna mendongkak,  dan gadis kecil itu tersenyum, lalu memeluk dengan hangat.

“Tante, maafkan sikap papa ya  setelah kepergian Mama setahun  tahun yang lalu, sikap papa memang berubah dan papa sepertinya juga tidak menyayangi Raina lagi, apakah karena kita wanita lemah ya Tante?” tanya gadis kecil itu yang kini sudah berusia sepuluh tahun itu dengan wajah muram.

“Sayang kenapa bicara seperti itu, papa pasti sayang sama Raina hanya caranya saja yang berbeda, kita sebagai wanita jangan mau diremehkan jika tidak suka maka kita harus mengumpulkan keberanian untuk melawannya.”

“Apakah Raina melihat semuanya tadi?”  tanya Aluna penasaran.

“Maafkan Raina Tante, karena tidak bisa membantu Tante, Raina takut dengan papa, dia seperti singa,” celetuknya.

Aluna memeluk tubuh gadis kecil itu dengan hangat.

“Sudahlah jangan kamu pikirkan, Sayang, Tante bisa kok menjaga diri Tante sendiri buktinya Tante bisa melawan papa kamu yang bertubuh besar,” jawabnya lagi.

“Oh ya Sayang maukah kamu melakukan satu hal untuk Tante?” tanyanya lagi.

“Dengan senang hati  Tante,  Raina pasti akan bantu biar usia Raina masih sepuluh   tahun, tetapi Raina sangat pintar dan mengerti apa yang kalian bicarakan,” pujinya sendiri dengan penuh percaya diri.

“Sekarang katakan apa yang ingin Raina, bantu?” tanyanya bersemangat.

“Sayang, Tante hanya meminta kamu untuk tidak memberitahukan kejadian yang Raina lihat tadi, berjanjilah sama Tante, mau kan?”

“Apa maksud Tante? Tidak, Raina harus memberitahukan kepada Om Ardan tentang masalah ini, agar papa tidak lagi bersikap tidak sopan sama Tante,” protesnya kesal.

“Sayang, dengarkan Tante dulu, kamu tahu kan mereka tidak menyukai Tante di sini apalagi sikap Om Ardan yang terlampau dingin, mereka tidak akan percaya dan Tante nggak mau ada keributan di rumah ini. Om Ardan akan menyalahkan Tante karena mencari kesempatan untuk menggoda papa kamu, tolong bantu Tante, Sayang, kamu mau kan?” bujuk Aluna  memberikan pengertian.

Wajah Raina semakin sayu dia lalu memeluk Luna dengan hangat.

“Tante sama baiknya dengan mama dia terlalu lembut untuk papa, dan sekarang Raina tidak kesepian lagi ada Tante sebagai pengganti mama, baiklah  sesuai keinginan Tante. Raina sayang banget sama Tante, tolong jangan tinggalkan Raina.”

“Iya Sayang, Tante akan selalu ada untukmu.”

“Oh ya Tante besok ada acara di sekolah, apakah Tante mau datang?”

“Kenapa dengan Papa?”

“Pasti dia tidak mau hadir dalam acara sekolahnya Raina apalagi Oma dan Tante Sari , mereka  pasti tidak mau datang, biasanya Mbok Darmi atau Mbak Sarah keponakannya  Mbok Asih  yang datang mewakili orang tua,” ucapnya menunduk.

“Sayang jangan sedih ya, nanti Tante yang akan datang ke sekolah kamu,” jawab Aluna penuh keyakinan.

“Sungguh?”

“Apakah Tante pernah berbohong sama kamu?”

“Terima kasih, Tante." Raina memeluk dan mencium pipi Aluna dan pergi kembali ke kamarnya.

Aluna tersenyum melihat tingkah gadis kecil itu, setidaknya ada yang peduli dengan kehadirannya di rumah besar itu.

***

Menjelang pagi, seperti biasa Aluna akan bangun lebih pagi dari orang rumah. Sudah banyak pelayan dengan pekerjaan masing-masing tetapi sebagai mertua dia ingin menantunya bekerja agar tenaganya bisa dipakai dan tidak santai di rumah.

Para pelayan tidak bisa membantah, walaupun mereka  juga merasa kasihan, tetapi mereka sangat takut dan masih butuh pekerjaan. Mereka bisa saja membantah dan keluar dari sana tetapi jangan harap  bisa mencari pekerjaan di luar karena Bu Rini akan menyebarluaskan ke tempat lain untuk tidak menerima orang yang membangkang.

Semua berkumpul di meja makan, hanya dentingan sendok dan garpu terdengar. Mereka menikmati hidangan yang di suguhkan oleh Aluna. Tidak ada yang protes karena masakan Aluna sangat cocok di lidah mereka.

Namun, tidak dengan Ardan yang memilih sarapan dengan roti selai, dia tidak pernah menyentuh masakan istrinya walaupun hidungnya selalu mencium harum masakan itu tetapi dia tetap  tidak tergoda.

Lain halnya dengan Ardi yang sangat menikmatinya, sesekali wajahnya melirik Aluna  dan tersenyum nakal.

“Kenapa hidung kamu, Ardi?” tanya Rini saat memperhatikan hidung  adik iparnya itu tertempel perban.

Semua menatap heran ke arah Ardi.

“Oh ini tadi malam saat pulang ada kucing  nggak tahu tiba-tiba saja dia naik dan mencakar hidungku, Mbak,” jawabannya berbohong.

"Papa sih nakal, mungkin kucing itu tahu  kalau papa jahat sama orang lain makanya di cakar sama kucing,” sahut Raina disertai gelak tawa  membuat yang lainnya ikut tertawa.

“Oh ya bisa jadi, Raina," timpa Sari lagi dengan berusaha menahan tawa saat melihat ekspresi wajah Ardi berubah.

Ardi hanya diam dan menatap tajam ke arah Aluna yang sudah membuat luka gores di hidungnya.

“Kamu sudah membuat aku malu Aluna, mereka menertawakan aku, aku akan membuatmu membayar semua ini, tunggu saja jangan panggil aku Ardi jika  tidak bisa menaklukkan gadis mana pun, apa lagi kamu hanya seorang wanita cacat," batinnya berkata.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yeni_Lestari87
ardi minta diketok ih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status