Share

Bab 15

Author: Nanda
Diana tidak percaya Riel tidak mau datang karena Riel baru saja memberinya obat dan imbauan kemarin. Seketika, Diana mengutus pelayan ke Toko Obat Pinsi untuk mengundang Riel. Alhasil, Riel sama sekali tidak keluar, hanya menyampaikan pesan melalui tabib jaga.

Pengurus menyampaikan pesan itu secara lengkap kepada Diana yang kemudian membuatnya marah besar.

Tabib jaga itu menyampaikan pesan dari Riel, "Ke depannya, kalian tidak perlu datang lagi untuk mengundangku. Perbuatan Keluarga Wijaya sangat tidak bermoral. Mengobati orang tidak bermoral akan membuat umur hidupku jadi pendek. Aku tidak mau mati lebih awal."

Diana membentak dengan marah, "Pasti Intan yang suruh Tabib Riel berhenti mengobatiku. Tak disangka, kejam sekali dia! Saat dia baru dinikahi waktu itu, aku pikir dia lembut dan soleh. Sepanjang tahun ini, juga tidak kelihatan dia ternyata begitu kejam. Dia ingin aku mati! Aku akan mati tanpa obat dari Tabib Riel!"

Javier berdiri di samping tanpa berkomentar, tetapi dalam hatinya juga jengkel. Menurutnya, Intan tidak lagi patuh seperti dulu. Awalnya, dia berpikir Intan hanya mengambek sebentar. Alhasil, kali ini Intan memutuskan obat istrinya. Ini keterlaluan.

Javier memerintahkan putra bungsunya, Beni, "Panggil kakakmu pulang. Apa pun caranya, suruh istrinya berhenti membuat masalah. Kalau tidak, ibumu bisa mati."

"Baik!" Beni segera berlari keluar. Sebelumnya, dia merasa Intan cukup baik. Dia tidak menyangka Intan akan begitu kejam.

Sementara itu, Shayna mendatangi Kediaman Wanar dengan marah, tetapi tidak bisa masuk.

Shayna berdiri di depan pintu dengan gusar dan berteriak, "Intan, keluar!"

"Tidak heran Kak Rudi suka Linda. Linda tidak akan bermain trik sepertimu. Pantas kamu dicampakkan oleh Kak Rudi."

"Intan, jangan sembunyi saja! Ini Kediaman Jenderal! Kalau bisa, sembunyi saja selamanya! Beraninya kamu mau bunuh ibu mertuamu! Kurang ajar!"

Mutiara berseru di dalam Kediaman Wanar, "Kemarin Nona Shayna bilang mau kembalikan barang, bukan? Ayo kembalikan dulu!"

Shayna membantah dengan sarkas, "Apa-apaan? Dia yang memberikan semua itu padaku, mana bisa dia minta kembali?"

Sebenarnya, Shayna ingin mengembalikan barang-barang itu. Namun, kebanyakan aksesori dan pakaiannya adalah pemberian Intan. Jika dikembalikan semua, dia tidak punya banyak aksesori dan pakaian yang bagus. Dia tidak mau berpakaian sederhana saat bepergian keluar. Oleh sebab itu, dia tidak jadi mengembalikan barang-barang.

Mutiara berseru dengan tenang, "Kalau begitu, jangan maki orang setelah mengambil barangnya."

Shayna terdiam. Lalu, dia berteriak, "Suruh dia tunggu saja, Kak Rudi pasti akan menceraikannnya setelah pulang."

Setelah itu, Shayna pergi dengan gusar.

Mutiara juga masuk ke dalam dengan marah. "Dasar orang-orang serakah. Nona benar, pergi ke mana pun lebih baik daripada tinggal di sini. Kenapa dekret cerai dari Yang Mulia belum turun?"

Intan tersenyum. Lalu, dia melompat untuk mengambil sebuah kotak dari atas lemari.

Begitu dibuka, isinya adalah sehelai cambuk merah yang sudah lama tidak dipakai.

Cambuk itu diberikan kepadanya oleh guru sebelum dia pergi dan tidak lagi dipakai sejak dia menikah dengan Keluarga Wijaya. Selain meditasi setiap hari, Intan tidak lagi berlatih seni bela diri.

"Nona mau kelahi dengan siapa?" Dulu, Mutiara-lah yang menemani Intan ke Gunung Pir dan melayani selama bertahun-tahun di sana. Dia tahu seberapa hebat Intan dalam seni bela diri.

"Bukan, hanya lihat saja." Intan mengelus cambuk merah itu. Dalam masa berkabung, sekalipun ingin berkelahi, dia tidak akan menggunakan cambuk ini. "Setelah pergi dari Keluarga Wijaya, kita perbaiki kediaman kita, lalu ke Gunung Pir untuk tengok Guru."

"Baik." Mutiara bergembira. Bagus kalau pulang ke Gunung Pir karena semua orang di sana sangat baik kepada Intan dan menyayanginya.

Intan memasukkan cambuk merah ke dalam kotak, tetapi tidak menaruh kotak itu ke atas lemari lagi. Itu akan dibawa pergi sehingga tidak perlu ditaruh ke atas.

"Ibu harusnya tidak akan menyalahkanku. Bagaimanapun, aku sudah menikah. Rudi-lah yang mengecewakanku," gumam Intan.

Mata Mutiara menjadi merah. "Kalau Nyonya tahu, Nyonya hanya akan marah pada orang-orang di Kediaman Jenderal. Nyonya tidak akan menyalahkan Nona."

Intan menghela napas. "Menikah bukanlah takdir putri Keluarga Belima."

Mutiara terisak-isak. "Mereka yang tidak tahu betapa baiknya Nona. Soal strategi dan seni bela diri, Linda kalah jauh dengan Nona. Kalau bukan karena Jenderal dan Nyonya tidak tega membiarkan Nona ke medan perang, mana ada tempat bagi Linda?"

Intan tertawa. "Aku selalu yang terbaik di hatimu."

"Tentu saja!" Mutiara mendongakkan kepala, hidungnya memerah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 690

    Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 689

    Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 688

    Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 687

    Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 686

    Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 685

    Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status