Share

Bab 16

Auteur: Nanda
Rudi sibuk di luar sana untuk meminjam uang dengan teman dekat.

Akan tetapi, Rudi baru mengumpulkan seribu tahil, masih jauh dari belasan ribu tahil yang dibutuhkan untuk membiayai maskawin, mahar dan resepsi.

Tentu saja, jika Rudi bersedia merendahkan diri dan meminjam uang dengan keluarga bangsawan, meminjam dua atau puluh ribu tahil pun tidak jadi masalah. Rudi yang pulang membawa jasa sedang menjadi orang populer di pemerintahan sehingga banyak orang yang ingin menjilatnya.

Namun, Rudi merasa malu.

Meminjam uang adalah hal yang sensitif dan memalukan. Bagaimana mungkin Rudi mau kehilangan muka?

Setelah dipikir-pikir, Rudi lebih memilih untuk meminjam uang Intan. Kehilangan muka di depan Intan jauh lebih baik daripada kehilangan muka di depan orang lain.

Dalam perjalanan pulang, Rudi berpapasan dengan adiknya yang menunggang kuda. Sebelum dia sempat bertanya, Beni langsung berseru, "Kak Rudi, cepat pulang. Ibu nyaris mati karena Kak Intan."

Mendengar karena Intan lagi, Rudi bertanya dengan jengkel, "Dia kenapa lagi?"

Beni menjawab, "Dia menyuruh Tabib Riel berhenti mengobati Ibu."

Rudi berpikir ada masalah besar, ternyata tentang pengobatan ibunya. "Ada banyak tabib di ibu kota. Kalau Tabib Riel tidak mau datang, cari tabib lain saja. Kalau tidak, aku akan cari tabib keKaisaran."

Namun, hal ini mencerminkan betapa buruk kepribadian Intan sampai menghentikan pengobatan ibunya. Intan sangat terampil dalam taktik keji semacam itu.

Intan benar-benar kalah jauh dengan Linda. Linda selalu bertindak secara lugas dan tidak akan menggunakan taktik keji.

Mendengar jawaban Rudi, Beni berseru dengan cemas, "Itu tidak ada gunanya. Belum lama sejak Kak Rudi pergi, penyakit Ibu sudah kambuh. Kak Intan sudah cari beberapa tabib keKaisaran waktu itu, tapi tidak ada yang bisa mengobati Ibu. Sebaliknya, kondisi Ibu makin parah. Kemudian, setelah cari Tabib Riel dan makan pil mahal, Ibu berhasil diselamatkan dan berangsur-angsur membaik."

Seketika, tatapan mata Rudi penuh amarah. "Bagus! Dia mengancamku dengan keselamatan Ibu!"

Beni mengangguk. "Ya, dia masuk ke Istana dan mohon Yang Mulia, tapi Yang Mulia tidak setuju untuk tarik kembali dekret pernikahan kalian. Jadi, dia gunakan taktik ini untuk memaksa Kak Rudi jangan menikahi Jenderal Linda. Wanita itu benar-benar kejam."

Rudi langsung menunggang kuda ke Kediaman Jenderal dan mendatangi Kediaman Wanar.

Sebagai jenderal, Rudi sangat terampil dalam seni bela diri sehingga pintu Kediaman Wanar tidak akan bisa menghalanginya. Dia menendang pintu dan masuk ke dalam.

Intan sedang makan sup biji teratai. Mutiara memetik biji teratai segar dan membuatkan sup untuk Intan guna meredakan panas dalam.

Dengan sapuan tangan, Rudi menjatuhkan mangkuk putih berisikan sup biji teratai di depan Intan ke lantai.

"Intan!" seru Rudi sambil menggertakkan gigi. "Kamu tidak tahu batas, ya? Mau sampai kapan kamu bikin masalah? Mau bikin masalah apa lagi?"

"Mutiara!" Intan dengan tenang melihat pecahan mangkuk dan sup biji teratai yang berserakan di lantai. Dia merasa hasil jerih payah Mutiara telah disia-siakan. "Bersihkan pecahan mangkuk di lantai. Aku dan Jenderal mau bicara sebentar, kamu tidak perlu masuk."

Mutiara mengambil sapu untuk membersihkan pecahan mangkuk dan sup biji teratai, lalu keluar.

Intan mendongak pada Rudi yang tatapannya penuh amarah. "Tentang Tabib Riel?"

Rudi membentak, "Kamu masih berani tanya?"

Intan tersenyum dengan menawan. "Kenapa tidak berani? Tabib Riel sendiri yang tidak mau mengobati ibumu. Harusnya kalian yang introspeksi diri."

Rudi menyeletuk dengan sinis, "Buat apa kamu pura-pura? Kamu yang suruh Tabib Riel berhenti mengobati Ibu, jadi kamu bisa ancam aku untuk jangan menikahi Linda. Dasar wanita keji!"

"Intan, kuberi tahu saja, sekalipun aku tidak menikahi Linda, aku juga tidak akan bersikap baik padamu. Kamu membuatku jengkel dan jijik."

"Kalau tahu kamu adalah wanita yang licik dan kejam, aku tidak akan menikahimu. Aku benar-benar menyesal. Aku buta sekali waktu itu."

Intan mendongak seraya bertanya, "Lalu, kenapa kamu tidak menceraikanku?"

Rudi terkejut oleh pertanyaan tiba-tiba itu. "Apa?"

Intan beranjak dari kursinya dan mengulangi kata demi kata, "Aku bilang, kalau kamu jijik padaku, kenapa tidak menceraikanku? Kalau kamu sangat mencintai Linda dan ingin hidup bersama dengannya, aku adalah hambatan kalian. Kamu juga membenciku, kenapa kamu tidak menceraikanku?"

"Aku ...." Rudi terbengong. Dia tentu tidak akan menceraikan Intan.

Intan maju selangkah dengan ekspresi mengejek. "Tidak ada alasan untuk menceraikanku? Kuberi tahu saja, ada. Aku suka iri, tidak berbakti, tidak punya anak, kejam, suka gosip dan membangkang kerabat. Alasan yang mana saja sudah cukup untuk menceraikanku."

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 690

    Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 689

    Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 688

    Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 687

    Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 686

    Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 685

    Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status