Minna seperti banteng betina yang kesal. Dia menyeruduk mendahului kami duduk.
Aku sengaja membukakan kursi untuk Axel. Aku ingin menjamu dia sebagai tamu istimewaku dan perubahanku diperhatikan oleh mereka. Aku sangat yakin Nicholas kesal. Dia mengepal kedua tangannya ketika aku begitu perhatian pada Axel. Billy agak sedikit menjauh dari meja dan memantau situasi. “Apa kalian sudah memesan?” tanyaku sambil membuka buku menu tidak ingin lagi memperdulikan raut wajah mereka yang sudah seperti kukusan butut. Dari hal apapun, aku masih mengingat dengan jelas, mereka selalu ikut campur. Bahkan dalam hal makanan yang kumakan pun. Saat ini aku ingin semuanya berubah. Karena aku sudah tahu dari mulai makanan mereka meracuniku maka dari itu apapun yang sekarang akan masuk ke tubuhku, aku akan memilih dan memastikannya sendiri. Aku tidak akan membiarkan mereka turut campur. “Aku sudah memesan semua makanan kesukaanmu, Kakak,” ucap Minna, dia terlihat semakin kesal dan menyentuh tanganku. Minna selalu duduk di sebelahku dan Nicholas di sebelah Minna. Dulu aku selalu malu-malu dan Minna menjadi tameng juga penengah ku bersama dengan Nicholas. Aku selalu berpikir beruntung memiliki adik sebaik Minna. Namun, sekarang itu hanya alasan mereka agar tetap bisa bersama. Dan kebersamaan mereka sebelum bertemu denganku adalah bukti kalau mereka sudah sering melakukan hal terlarang di belakangku. “Lihatlah hidangan segera disajikan,” ucap Minna lagi saat melihat para pelayan yang masuk membawa kereta dorong makanan. Aku tahu itu semua bukan makanan kesukaanku. Itu adalah kesukaan Minna. “Aku mau tambah hidangan baru. Lagipula ada Axel disini,” ucapku menoleh pada Axel dan menggeser buku menu tadi kearahnya agar Axel memilih makanannya, “kita kan nggak tahu apa Axel suka dengan menu itu apa nggak. Kalian makan saja pesanannya. Aku dan Axel akan memilih menu lainnya,” ucapku sambil mempersilahkan mereka memulai untuk memakan pesanannya. “Tapi, Kak, ini cukup kok. Kalian bisa makan ini. Kita tinggal minta tambahan perlengkapan makannya saja,” Minna keberatan, aku tahu selain dia berencana menumpahkan sup panas ke tanganku. Semua makanan yang disiapkan khusus untukku sudah diberi sesuatu di dalamnya. “Mmm … tapi, tadi Axel bilang padaku kalau dia mau makan daging panggang. Di pesanan ini kan tidak ada daging panggang. Semuanya menu seafood. Axel nggak suka, dia alergi seafood,” ucapku beralasan padahal aku hanya mengarang dan Axel mengerutkan kening saat mendengar perkataan ku. “Kapan kalian sedekat itu? Sampai kau tahu makanan yang dia tidak suka?” Entah kenapa Nicholas terdengar cemburu saat melihat aku penuh perhatian pada Axel. “Hmm, maafkan aku, Nick, sebenarnya aku ingin cerita ini. Hanya saja aku merasa kemarin waktunya belum tepat,” ucapku melirik Axel dan tersenyum penuh arti padanya. Tidak ada suara atau penolakan apapun dari Axel. Dia seperti sedang menantikan aku bertingkah apa dihadapannya. Axel terlihat penasaran dengan semua rencanaku. “Aku nggak percaya. Jangan mengarang cerita, Regi. Aku tahu, aku salah kemarin tidak sempat menelponmu. Sungguh aku sibuk seharian kemarin untuk mempersiapkan kejutan ini. Aku ingin semuanya sempurna dan spesial. Karena aku ingin hari ini menjadi hari yang nggak terlupakan untuk hubungan kita,” jawab Nicholas terburu-buru. Sepertinya dia sudah bisa membaca gerakanku mengarah kemana. Nicholas sangat tahu kalau aku bukan tipe wanita seperti Minna. Minna akan berbicara dan bersikap polos, tapi sebenarnya dia sedang menebar jaring jerat pada setiap laki-laki yang di dekatnya. Hanya saja aku dulu bodoh tidak menyadari itu. Aku hanya percaya kalau adik angkatku itu seorang adik yang manis, baik hati dan selalu berada disisiku. “Apa ada masalah kalau aku dekat dengannya? Aku rasa itu haknya. Dia bisa berteman dengan siapapun dan melakukan apapun yang dia suka,” aku menoleh secara spontan pada suara bariton penuh pembelaan itu. Itu suara Axel. Dia sedang membelaku. Rasanya aku terharu dan ingin menangis. Dia benar-benar peduli padaku. Dia melawan balik ucapan Nicholas. “Cih, jangan sombong. Aku yakin Regi hanya tersesat dan diracuni olehmu. Aku tahu siapa Regi. Dia itu mencintaiku dan tidak bisa jauh dariku,” sahut Nicholas ketus dan menaikkan satu sudut bibirnya. Mencibir dan mengejek Axel. Axel menaikan rahangnya dan melipat kedua tangannya. “Kau yang jangan terlalu berharap. Semuanya bisa berubah. Begitu pun dengan hatinya!” Skakmat. Nicholas seperti mendapatkan tamparan dari Axel. Brak! Nicholas terpancing emosi dan menggebrak meja. “Aww! Sshh!!” Aku berdesis dan tanpa sadar Minna sudah berhasil menggeser mangkuk sup panas tadi, tapi aku hanya berhasil sedikit menghindari. Yang terkena kakiku. Axel spontan bangkit dan segera menarikku. “Kamu nggak apa-apa?” Tatapan Axel penuh khawatir dan segera berlutut memeriksa kakiku. Nicholas kalah cepat dengan Axel. Setidaknya aku mengubah takdirku. Harusnya sekarang aku diperhatikan oleh Nicholas, tapi kondisinya saat ini berbeda. “Kita ke rumah sakit, aku nggak mau kamu kenapa-kenapa!” Axel bangkit dan akan melakukan pergerakan lainnya. Namun, Nicholas berada di hadapan kami. “Biarkan aku yang urus semua. Kau bisa pergi. Ini adalah tanggung jawabku!” Kata Nick meraih tanganku yang satunya. Aku berada di tengah dan kedua tanganku dipegang oleh Axel dan Nick satu-satu. “Aku kesini bersamanya dan akan pulang mengantarnya. Jadi, dia sudah seharusnya bersamaku!” Axel tentu saja tidak akan mengalah. “Lepaskan tangannya. Aku adalah kekasihnya. Kau jangan ikut campur,” Nick menaikan nada suaranya dan memberikan klaim yang seharusnya tidak dia lakukan. Ya, kesalahanku adalah saat ini berstatus sebagai kekasih Nick. Itu yang tidak bisa aku hindari. Tapi, niat dan tekadku yang bulat membawa Axel ke hadapannya adalah untuk mencari alasan putus dengan Nick. “Tolong hentikan Nick, kakiku akan bertambah parah kalau terus mendengarkan ucapanmu. Jadi, aku mohon lepaskan tanganmu. Apa yang Axel katakan benar, aku datang bersama dengannya dan akan pulang pun dengannya,” tegasku. Menolak bersama Nick. Aku tidak akan mundur. Sekali maju tetap maju. Axel yang akan aku pertahankan kali ini. “Tapi, Reg?” “Sshh! Ahh! Tolong, aku kesakitan!” Aku mengabaikan Nick dan menghempaskan tangan Nick lalu meminta langkah selanjutnya dari Axel. Tidak perlu mendengarkan jawaban, Axel tidak berbicara lagi. Dia segera mengangkat tubuhku ala pengantin baru. Lalu dia menyuruh Billy mengekor dengan para pengawal yang dibawanya. Akhirnya aku bisa mengubah awal takdirku. Aku meninggalkan Nicholas, Minna, Papa dan ibu tiriku. Semua aku tinggalkan. Mereka hanya menatap kepergianku dengan tak percaya. Dan mereka langsung menghampiri Minna dan Nicholas. “Ada apa ini, Nick? Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa anak bodoh itu berubah pikiran?” Cerca ibu tiriku setelah aku benar-benar hilang dari pandangannya mereka. “Aku juga nggak tahu apa-apa, Mah. Ini seharusnya sesuai dengan rencana kita kan, Min?” Nicholas menatap Minna yang juga terlihat bingung. Termasuk papaku yang ikut garuk-garuk kepala. “Aku yakin tadi siang tidak ada hal yang aneh. Dia baik-baik saja dan sudah setuju untuk datang. Seharusnya hari ini adalah acara pertunangan kalian,” Minna yang sudah mulai frustasi melihat perubahanku. “Hah, dan kenapa juga Regina membawa laki-laki itu? Kamu sudah menjauhkan dia kan, Min?” Papaku mempertanyakan kedekatanku dengan Axel. “Yakin Pah, Aku nggak pernah sama sekali melihat dia bertemu dengannya. Dan apapun tentang si bodoh itu, dia pasti cerita padaku. Aku yakin, laki-laki itu yang mencuci otaknya, Pah,” Minna mulai gelisah dan mencari kesalahan pada Axel. “Ini nggak boleh terjadi sayang, kita harus bisa merayunya kembali. Aku nggak boleh gagal menjadi tunangannya!” Nick yang kesal mendengarnya semakin menggebu. “Tenang saja, sayang, aku akan pastikan mencari tahu semua. Cepat atau lambat dia pasti cerita padaku!” Minna dengan sorot tajam matanya masih mempercayai dirinya kalau aku pasti akan mencarinya kembali… ***“Dia bukan laki—laki setia, Minna. Papamu bukan laki—laki setia,” ucap Martha penuh penekanan.Sepertinya dia sudah sadar dengan apa yang dilakukannya pada ibuku.“Mama jangan bicara hal yang nggak masuk akal. Papa sangat menyayangi keluarganya,” Minna masih mengelak.“Nyatanya, kamu juga tahu. Kita ini juga hasil dari perselingkuhan, Minna!” Martha mengingatkan.“Nggak. Aku nggak percaya. Bukannya Mama bilang, Mama yang lebih dulu kenal papa. Kalau saja ibu Regina nggak hadir dikehidupan papa, itu semua nggak akan pernah terjadi,” Minna masih menentang semua ucapan ibunya.Dulu Martha pernah bercerita kalau dia adalah harusnya pasangan yang ditakdirkan. Ibuku lah yang merebut papanya.Semua adalah dusta yang diucapkan Martha.“Maafkan Mama, Minna, Mama memang salah. Mama yang berbohong padamu,” kata Martha.Minna tidak percaya. Sampai saat ini dia masih percaya kalau ibuku lah yang sudah merebut ayahnya. Seharusnya dulu ibunya bisa bahagia dengan ayahnya.“Nggak mungkin, Ma. Mama pas
Mataku membulat. Memikirkan hal itu saja sudah membuat otaku meledak. Bagaimana bisa seorang ikan julung-julung bersikap seperti itu terhadap Renata.“Jangan bilang kau semalam benar—benar bersamanya? Kau. Kau! Agh!” tanpa sadar aku memukul pundak Renata.Aku merasa memang tidak ada yang salah dengan ikan julung—julung. Tapi, karakter orang itu sepertinya tidak jauh dari sikap tuannya.“Itu nggak seperti yang kamu bayangkan, Regi. Sungguh. Aku nggak melakukan hal tersebut. Ini, ini hanya kecelakan yang nggak di sengaja,” wajah Rena sedikit merasa bersalah. Namun, dia memang tidak berniat menutupi hubungan.“Dasar laki—laki kurang ajar. Berani sekali dia mengambil keuntungan dari wanita lemah seperti dirimu. Tenang saja, aku pasti akan mencari keadilan buatmu. Aku nggak akan membiarkan dia bersikap seenaknya padamu,” tukasku dengan tekad membara.“Dasar ikan julung—julung nggak punya otak. Dia benar—benar memanfaatkan sikap lugu Renata,” batinku sedikit kesal.“Itu nggak sengaja Regi,
“Aduh kalian benar-benar gila ya. Sampai kapan kau ingin terus memaksaku seperti itu? Aku kan sudah katakan, aku tidak mencintai Nicholas lagi. Dia bukan apa-apa di hidupku.”Jawabanku terdengar ketus. Itu benar-benar membuat kepalaku semakin pusing. Sepertinya Minna tidak akan habis mengungkit tentang Nicholas.“Sudahlah Kak akhiri saja permainan tarik ulurmu. Nicholas akan tetap memaafkan asalkan Kakak kembali padanya!” Oceh Minna semakin tidak jelas.“Berapa kali lagi harus aku bilang, aku tidak suka Nick lagi. Dan sekarang,“ aku memperlihatkan cincin yang sudah bertengger di jari manisku.Seharusnya jika mereka mengerti bahasa manusia itu adalah jawaban yang sudah pasti. Kalau aku sudah menikah dengan Axel. Martha dan Minna melihat cincin di jari manisku. Mereka saling bertatapan dan sepertinya mereka sudah yakin kalau aku sekarang benar-benar serius dengan ucapanku.“ini tidak boleh terjadi. Kakak bodohku harus tetap menikah dengan Nicholas kalau tidak Nicholas akan melampiaskan
Rena mengangguk. Lalu Billy tanpa ragu melepaskan kaos Rena dan membuangnya ke lantai.“Jadi, yang ini sudah menjadi milikku kan? Enggh!!” De 54h Billy. Kedua tangannya sedang meremas dua bukit milik Rena.Kepala Rena menengadah keatas. Dia juga sedang menikmati pijatan dan R3 m45 an yang dilakukan oleh Billy.“Umm, Enggh! Jangan keras-keras, nanti sakit!” ucap Rena terdengar manja di telinga Billy.Billy menyeringai dan memajukan wajahnya. Kini meremas yang satu dan satunya lagi sedang dimasukkan ke dalam mulutnya.“Emmmm!!” lengguh Rena. Matanya masih terpejam menikmati setiap gerakan dari lidah hangat Billy.Billy melihat wajah Rena merona. Apalagi tubuhnya yang bergerak di pangkuan Billy membuat Billy kelabakan.Gesekan Rena membuat Billy terbakar. Gadis itu sudah tidak bisa diam. Pinggangnya ikut bergerak dengan ritme yang diberikan Billy.“Ouhhh!!” Billy membuat Rena terkejut. Billy men jilat meng H154p bukitnya satu satu dengan rakus.Dia sepertinya kehilangan kontrol hingga me
Ah, lepaskan dulu. Sakit tauk!” tiba-tiba saja Billy tertegun. Mendengar rengekan Rena seperti sesuatu hal baru untuknya.Dia benar-benar ingin mendengar gadis itu bersikap manja padanya seperti barusan.“Kau!” delik Billy.“Iya, tanggung jawab ya tanggung jawab. Memangnya apa saja yang kau rugikan!” Mendengar Renata menantang membuat mata Billy semakin mendelik.Grauk! Tiba-tiba Billy gregetan, dia menggigit leher Rena.“Agh! Sa–sakit tauk! Agh!” Entah dari mana keberanian Rena muncul, dia tanpa sadar menjambak rambut Billy hingga membuat laki-laki bertubuh besar yang hampir kehilangan kesadaran akibat ulah Rena melorot.Billy mengangkat kepala dan menatap Rena yang terlihat hampir mengeluarkan air mata.“Kalau mau balas dendam, pelan-pelan saja gigitnya. Jangan bikin kaget aku!” ucap Rena lirih seperti seseorang yang sedang memohon.“Hah, gila. Kenapa dia memperlihatkan wajahnya imutnya seperti ini. Aku benar-benar bisa gila!” rutuk Billy dihati.Tapi, dia malah tidak sadar setelah
Renata melirik lagi. Diam. Billy masih saja terdiam.Suara pintu mobil dibuka. Mata Renata berkeliaran sesaat. Ini parkiran mobil apartemen.“Kok kesini, Regi kan nggak ada disini. Dia mau ngapain ya?” kontan Rena terkejut saat dia bergelut dengan pikiran pintunya di buka oleh Billy.Bagi Rena tidak masuk akal. Apalagi kalau ke apartemen tidak ada diriku.“Sampai kapan aku harus memegangi pintu?” ucap Billy ketus karena masih belum keluar dari mobil. Dia mendekap tas yang dibawanya di pangkuan.“Ah maaf!” Rena segera turun dan mengikuti Billy yang berjalan mendahuluinya. Dia berjalan kearah lift.Namun, ternyata kamar apartemen yang dibuka bukanlah kamar milik Axel.“Aku tidak suka orang yang bau. Jadi, kau bersihkan dulu dirimu disitu!” ucap Billy dengan tolehan ke arah pintu yang ada di ujung di dalam kamar.Sejenak Rena mengamati kamar itu. Ruangannya rapi dan bersih. Penampakan kamar sudah pasti mencerminkan si pemilik.Rena terkejut karena Billy mulai membuka jas dan melemparkan
Billy baru saja menghentikan mobil saat Rena memintanya menepi.“Aku turun disini saja,” kata Rena, membuka sabuk pengaman dan dia turun tanpa mendengar jawaban dari Billy.Terlihat Rena buru—buru saat dia keluar dari mobil. Billy meliriknya, dia juga sepertinya malas bersama dengan Rena.Namun, dia melihat dari dalam mobil seorang dua orang laki—laki seperti sudah menunggu Renata di depan rumah tersebut.Saat Rena mendekat, dia mendapatkan tamparan. Dan membuat perasaan Billy sedikit tidak nyaman. Dia bukan tipe orang yang akan ikut campur dengan urusan seseorang.Tapi, entah kenapa ada perasaan nyes dan mengganggunya. Apa mungkin itu karena pesan dariku yang menyuruhnya mengantar Rena dengan selamat.“Huh! Dasar wanita . Benar—benar mengganggu saja!” cetus Billy menaikan sudut bibirnya kecut.Dan matanya melotot ketika Rena dipaksa pergi. Gadis itu sedang memberikan perlawanan.Spontan Billy membuka pintu dan membantingnya dengan kasar. Langkah besarnya seketika sudah berada di bel
Martha seperti orang linglung dan aku menyuruh Markus membubarkan semua. Yang paling penting kediaman ku sudah tahu siapa yang harus perintahnya di dengar.“Kau benar—benar menikah dengannya, Regi? Atau ini hanya sandiwara saja untuk membuat kami dan Nick marah,” ucap Martha dan menatapku juga Axel secara bergantian.“Untuk apa aku bersandiwara. Apa yang aku lakukan hari ini bukankah atas dasar kalian yang merencanakan semua. Karena aku sudah mengatakan, aku nggak suka lagi dengan Nick. Jadi, yang pasti akan jadi suamiku tentu saja, Axel!”Kataku tidak akan mundur dan Axel terlihat duduk dengan tenang. Dia merasa saat ini belum saatnya dia untuk berbicara.“Mama tidak setuju. Kamu sudah tahu kan, kamu sendiri yang bilang, hanya akan menikah dengan Nick. Ini pasti ulahnya. Sampai kau berubah seperti ini. Dia pasti penyebab hubungan kamu dan Nick berantakan!”Meski hati Martha sedang panas dan tidak baik—baik saja. Dia tetap mengedepankan semua rencana yang telah mereka susun.“Aku suda
“Ada apa? Kamu nggak suka?” kataku sedikit melonggo melihat sikap Axel yang berubah mood.Axel berbalik seolah mengabaikanku. Aku bingung.“Xel, kamu nggak suka? Kok nggak jawab!” kataku menarik lengan jasnya.“Terserah!” kecut Axel menjawab.Aku melirik ke arah Rena dan Billy. Mencoba mencari bantuan.Rena mendekat, dan berbisik.“Ya ampun, kamu ngambek?” ucapku buru—buru berjalan kehadapannya. Dia malah memalingkan wajah.“Kamu, jangan bilang, kamu cemburu dengan Rena?” kataku sambil membalikkan tubuh dan melihat reaksi wajahnya yang lucu. Persis seperti anak kecil, dia malah memalingkan wajahnya dariku.“Ihh … lucu banget sih kamu!” spontan aku mencubit kedua pipinya.Billy mendelik tidak percaya. Tuannya masih saja diam dan tidak marah.“Tuan, ah otak anda sepertinya sudah benar—benar rusak. Dia diam saja. Wanita itu memperlakukan tuan se enaknya sendiri!” gerutu Billy kesal sendiri dalam hati.Dan matanya semakin mendelik ketika tuannya merangkul tubuhku dengan erat.“Aku kan su