“Selamat malam, Reg, akhirnya kamu datang,” Nicholas mengembangkan senyum sesaat, namun senyuman itu seolah lenyap saat dia melihat Axel ada disampingku, tepatnya, aku yang menggandeng lengan Axel penuh percaya diri.
Dan tentunya Axel tidak pernah pergi sendiri. Dulu aku bahkan tidak pernah menyadari karena menganggapnya bukan orang yang penting untuk diperhatikan. Namun, sekarang, di kehidupanku yang kedua, apapun tentang Axel sekecil-kecilnya, akan aku perhatikan. Di belakang kami ada beberapa orang pengawal yang mengikuti juga tentu saja orang kepercayaan Axel, Billy yang selalu ada disampingnya. Billy sebenarnya juga tidak percaya dengan perubahan sikapku yang bertolak belakang. Tapi, semua diabaikan ketika Axel memberikan kode untuk mengikuti segala keinginanku. Axel seolah membiarkanku untuk melakukan hal apapun dan dia sedang mengawasiku. Axel seperti ingin mengetahui tipu daya apa yang sedang ku mainkan. “Ada apa ini? Kenapa kau membawanya? Bukankah kau tahu ini adalah acara pribadi kita. Aku sudah merencanakan lama untuk memberikan kejutan ini,” Nicholas tampak tidak setuju dan tatapannya terus terpi-cing pada Axel. “Benar sekali sayang, bukannya kalian sudah merencanakan ini lama?” Tiba-tiba saja papaku menyela bicara. Dalam kehidupan lalu, papaku proaktif mendukung hubungan kami. Dia selalu membantu Nicholas dan juga Minna untuk membuat kami dekat. Padahal papa pasti tahu kalau Minna adalah kekasih Nicholas. Setelah kematianku, aku berpikir, semua orang di sekelilingku ternyata berkomplot untuk mengambil harta peninggalan kakekku, Thomson. Aku terlalu bodoh dan lugu mau saja diperdaya oleh mereka. “Hmm, aku nggak sengaja ketemu Axel, Pah dan aku ingin memperkenalkan Axel juga pada Papa,” Aku tentu saja tidak akan ragu untuk mengubah segalanya. Takdirku kali ini harus berubah. Aku tidak ingin menjadi istri Nicholas lagi. Aku hanya ingin menjadi nyonya Axel Witsel Witzelm di kehidupan keduaku. Axel sedikit mengerutkan kening ketika aku berkata, dia mungkin benar-benar berpikir kalau aku memang sedang memanfaatkannya. “Hah? Tak sengaja? Apa kamu nggak salah bicara, Regi? Aku ini ada hal yang serius ingin ku sampaikan dan kamu bawa orang luar di acara istimewa kita,” Nick terdengar geram, dia benar-benar menyipitkan mata menatap Axel kesal, tapi Axel sendiri tidak sedikitpun gentar. “Maafkan aku, Nick, sebenarnya aku juga ingin menyampaikan sesuatu dan aku nggak tahu seberapa ini ada acara istimewa apa?” Aku berkata seolah memang tidak mengetahui rencana mereka. “Nggak mungkin kamu nggak tahu kan Regi? Bukankah kita sudah membahas ini satu minggu yang lalu. Lalu kenapa sekarang kamu seenaknya saja membawa dia!” Ketus Nick lagi, dia emosi tapi tetap harus meredam. Nick sudah pasti tidak boleh kehilangan diriku. “Iya sayang, bukannya adikmu juga sudah bilang katanya ini semua kemauanmu,” papaku lagi-lagi ikut campur. Dan … cihh! Aku kesal sekali papa dengan santai menyebut anak selingkuh itu sebagai adikku. Minna bukan siapa-siapa. Dia hanya orang luar yang dibawa papaku demi untuk menguras semua harta peninggalan kakek dan mamaku. “Maafkan aku, Pah … mmm … sepertinya aku berubah pikiran. Aku nggak tau kenapa, aku … nggak tertarik lagi dengan Nick. Aku merasa gak pantas untuk Nick …,” ocehku makin tidak jelas. Aku sengaja membuat diriku terlihat plin-plan. Biar mereka berpikir dan menebak-nebak sendiri kenapa aku bisa berubah. Tapi, aku tetap harus mempunyai alasan yang tepat untuk menolak semua rencana Nick, Minna dan papaku. Terlihat ibu tiriku, Sandra menyenggol lengan papa. Mungkin kalau aku yang dulu tidak akan menyadari itu. “Ada apa sayang? Apa kalian sedang bertengkar?” Sandra kini ikut berbicara seolah mereka semua menyerangku secara beruntun, lalu dia menoleh tajam pada Nick dengan kode yang mungkin dulu aku tidak akan pernah sadari. “Jangan bilang kamu sibuk dan nggak memberikan kabar lagi pada Regi, Nick? Apa kau juga lupa meneleponnya?” desak Sandra. Hah, aku hampir gila mendengar ucapan dari ibu tiriku yang tidak tahu malu itu. Bisa-bisanya dia mengungkit hal seperti itu disaat ini. Dia seolah memberikan perhatian, tapi sebenar sedang mempermalukan diriku. Bodoh dan gilanya aku yang dulu adalah saat Nick tidak memberikan kabar seharian aku akan uring-uringan. Tidak mau melakukan apapun atau makan. Aku sering sekali curhat dengan Minna. Apalagi kalau Nick tidak menelpon ku sehari saja. Aku pasti badmood dan bertingkah seperti anak kecil. Selalu membanting barang jika kesal. Semua itu pun karena hasutan dari Minna. Dia bilang aku harus bersikap seperti itu di depan Nick agar Nick terus memperhatikan diriku. Juga membuat Nick tetap disisi dengan cara kekanakan seperti itu. Benar-benar memalukan kalau diingat lagi. Aku bertingkah seperti itu, tapi sebenarnya dalam jebakan juga genggam mereka. Aku dikendalikan seperti boneka. Karena setelah itu Minna akan merayuku untuk pergi jalan-jalan ke mall dan membeli barang-barang yang dia inginkan. Aku juga tidak tahu kenapa aku jadi bodoh saat itu. Pergi bersama mereka. Namun, sebenarnya aku yang menjadi pembantu mereka. Aku yang membelikan semua barang untuk Minna, tapi aku juga yang menjadi pembantu membawaku semua barangnya. “En–enggak! Nggak seperti itu. Aku memang sudah bosan saja, Ma. Aku ingin mencoba membuka pertemanan yang lain sebelum benar-benar menjalin suatu hubungan yang serius. Bukankah ini harus aku pikirkan lagi, agar jangan salah menilai kebaikan seseorang!” Ucapku Mereka semua saling menatap. “Apa aku nggak boleh mencari teman lain, Pah? Bukannya papa bilang, berteman dengan siapapun aku boleh? Papa kan bilang sendiri kalau aku bebas memilih teman!” Aku membalikkan semua ucapan papaku dimasa lalu. Alibi yang papa gunakan saat Minna memperkenalkan aku pada Nicholas adalah seperti itu. “Kata papa, bertemanlah dengan siapapun. Aku masih muda juga kan, Pah!” lanjutku tidak berhenti diucapkan tadi. “Mmm, ah, itu … Papa pikir kamu sudah cukup berteman dengan Minna dan Nicholas. Bukankah kalian sangat akur dan akrab,” rasanya papa sedikit kesal mendengar ucapanku dan Axel tetap menyimak semua. “Ehem!” Axel berdehem. “Eh, aku nggak bermaksud begitu kok. Itu kan dulu, tapi sekarang nggak apa-apa dong Pah, aku mengajak Axel kesini.” Tanpa ragu aku menggandeng kembali lengan Axel yang sempat aku lepas karena beradu debat bersama mereka. Aku harus melepaskan semua keraguan Axel. Axel harus percaya kalau aku ingin memulai hubungan dengannya. Ini serius dan tidak main-main. Aku tidak boleh melepaskan kesempatan emas ini. Meskipun raut semua wajah para penghianatan itu kesal dan dongkol. Aku tetap tidak boleh mundur lagi. Mereka semua harus membayarnya. Satu persatu. Pelan-pelan. Dan aku akan pastikan kali ini aku bahagia. Aku tidak akan mati seperti kehidupan sebelumnya. “Ayo, katanya mau makan malam. Nanti hidangannya keburu dingin,” sekarang aku menurunkan tanganku ke jemari Axel. Berkata dengan lembut sambil menatap matanya tanpa ragu. Aku ingin sekali Axel melihat semua ketulusanku. Aku tidak sedang main-main. Kali ini aku hanya ingin menggenggam tangannya.Aku merasakan tubuhku terpilih oleh tubuh Nicholas. Memang terkejut, tapi setidaknya aku masih berharap Axel bisa menyelamatkan kita semua. Billy langsung berlari ke arah Renata. Renata sudah pingsan dan Billy segera mengangkat tubuhnya. Di saat Nicholas tersungkur karena pukulan Axel, Axel tanpa ragu menarik tubuh Nicholas hingga dia berlawanan mendekati api. Lalu dengan cepat dia mengambil sisa bahan bakar yang masih ada. Kemudian Axel menyiram bahan bakar tersebut ke tubuh Nicolas. Sebelum adegan menyelamatkanku, Axel masih geram dan dia menghajar Nicholas habis-habisan. Setelah berhasil menyelamatkan Renata, Billy segera kembali ke dalam. "Nggak, aku nggak mau keluar, aku ingin tetap disini. Aku ingin menjalani keselamatan Axel!"Kataku menolak saat Billy akan mengangkat tubuhku. Aku hanya ingin selamat dan keluar bersama Axel. "Sudahlah ikan buntal, yang penting kau selamat dulu. Aku akan menyelamatkan dia setelah menyelamatkanmu!"Billy menjamin dan dia tidak boleh me
Rena masih terdiam. Dia mana mungkin tega melakukannya."Kenapa kau diam, cepat siram bahan bakar itu pada mereka. Aku akan memberikan pelajaran pada laki-laki bR3 n9 53k yang sudah berani mengambil istriku," ucap Nick penuh penekanan."Apalagi dia sudah berani menyentuh istriku. Istriku, Regina hanya bisa menjadi milikku," ucap Nick terdengar penuh kemurkaan. Dia terlihat seperti benar-benar mencintaiku. Kalau ini di kehidupan lalu, mungkin saja aku sudah benar-benar tertipu.Aku harus bisa membujuk dan meredakan emosinya. Tidak boleh ada hal yang buruk lagi yang menimpa Axel ku."I--ini gila, ini melanggar hukum. Ini nggak boleh dilakukan!" spontan Rena menolak dan memberanikan diri menjawab.Langkah cepat dari Nick dan tamparan sudah melayang di wajah Renata. Seperti dugaanku dia benar-benar tidak mempunyai perasaan. Dia iblis yang berbalut tubuh manusia. Harusnya aku menyadari itu. Kalau Minna dulu tidak menyembah aku, mungkin saja hal seperti ini bisa aku hindari. Tubuh Re
Aku benar-benar tidak salah melihat. Itu adalah Axel, Renata dan si ikan julung-julung.Mereka benar-benar datang untuk menyelamatkanku. Di kehidupan kali ini, aku tidak sendirian lagi. Aku benar-benar terharu melihat kedatangan mereka. Nick terkejut dan segera berbalik. Melihat kedatangan tersebut. Dia terlihat tidak senang."Lepaskan istriku!" teriakan Axel bergema dengan geram.Dia terlihat kesal saat melihatku dipeluk oleh Nick.Nick menyeringai dan sedikit mengejek. Dia merasa sudah menang satu langkah karena sudah bisa merebut hatiku kembali."Istrimu? Cih, kau tidak salah sebut. Seharusnya ini dia sekarang adalah istriku. Kau yang merebutnya dariku!" cara bicara Nick benar-benar seperti orang yang sangat mencintaiku juga cemburu."Lepaskan dia, kau tidak berhak menyentuhnya!" kata Axel semakin geram dan dia tidak ragu untuk melangkah."Hahaha, melepaskannya? Jangan mimpi. Dia ini sudah setuju untuk kembali padaku. Kau sama sekali tidak berhak untuk mengaturnya!" dengus Nick
Seluruh tubuhku terasa lemas. Aku membuka mata perlahan dan mengamati sekitar. Baunya sedikit menyengat di hidung dan aku merasa ada berada di dalam gudang. “Bukankah ini …,” mataku terkejut ketika benar-benar sudah melihat keadaan sekitar. “Nggak mungkin. Nggak mungkin aku kembali kesini!” batinku mulai bergemuruh.Perasaanku benar-benar tidak nyaman.Kemudian aku menyusun beberapa kejadian sebelum aku berada di tempat ini.“Berarti tadi aku di culik dan yang menculikku …,” pikiranku terhenti. Ketika melihat orang di hadapanku. Tangan dan kakiku diikat. “Kamu sudah bangun, Regina, sayangku!” saat mendengar suara tidak asing itu aku benar-benar yakin, dia adalah Nicolas.Aku ingin mengumpulkan tenaga, tapi entah kenapa tubuhku masih terasa lemah.Sepertinya ini obat yang dulu pernah aku rasakan. Di kelas mendekat dan mencengkram rahangku. “Kau, apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan aku!” Aku ingin sekali meneriakinya. Namun, suaraku tidak bisa terlalu keras.“Hah, aku benar-ben
“Sayang, kita sarapan dulu!” ucap Axel.Dia terlihat sudah menyiapkan sesuatu di meja makan.“Aku sarapan di luar saja bareng Rena,” kataku, karena aku sudah mengirimkan pesan pada Rena untuk sarapan dan ngobrol sebentar sebelum jam pelajaran.“Kok di luar, jam kuliah kamu agak siang kan? Kenapa harus sama temanmu sih?”Axel memeluk pinggangku dari belakang. Menyandarkan kepalanya di bahu.“Kamu kan semalam sudah janji nggak akan protes. Apalagi semalam aku sudah menyetujui semua kemauan mu,” aku mengingatkan agar Axel tidak melupakan janji semalam.“Tapi, apa temanmu itu lebih penting dariku?” Sepertinya Axel sedang cemburu.“Nggak gitu sayang, tapi aku benar-benar harus bicara dengannya. Aku hanya nggak mau dia ditipu oleh si ikan julung-julung itu!” Aku sedikit ketus berkata tentang Billy. Axel membalikkan tubuhku dan menatap mataku. “Apa kamu begitu mencemaskan temanmu itu? Percayalah, Billy tidak akan menipunya. Dan dia sudah bertanggung jawab kan?”“Iya, tanggung jawab sih ta
Aku mendekati Rena lagi dan mencoba menarik tangannya.“Rena, jangan takut. Aku pasti akan membelamu. Katakan saja kalau kamu ingin pergi darinya sekarang, aku bisa lakukan. Kita nggak usah tinggal disini. Aku punya uang dan kaya. Kita bisa pergi dari sini,” ucapku membuat keduanya mendelik.“Eh, enak saja. Tidak bisa begitu, sayang!” protes Axel. Dia yang ribut lebih dulu dan menarik tanganku.“Aku nggak mau disini kalau temanku diperlakukan buruk olehnya. Dia ini nggak baik buat Rena. Sedangkan kamu nggak bisa membelaku,” aku segera menepis tangan Axel. Menolaknya.“Aku tidak setuju. Kamu tidak boleh pergi dari sini. Kamu kan sudah berjanji padaku.”Axel menggenggam tanganku.Kembali berbalik pada Rena dan menarik tangannya.“Kamu nggak usah takut, Rena. Kita nggak perlu tergantung dengan laki—laki. Aku bisa menjamin semuanya. Ayo, kita pergi dari sini. Kamu nggak usah takut.”Aku memberi keyakinan dan menarik kembali pada Renata.Rena sempat tertegun dan tersenyum lalu mengangguk.