Home / Rumah Tangga / Aku Masih Hidup, Mas / Bab 2 : Menangkap Basah

Share

Bab 2 : Menangkap Basah

Author: Diyah Islami
last update Last Updated: 2022-11-15 17:51:48

Alya menatap arloji di tangan kirinya sembari menatap hotel di depannya kini. Setelah kemarin ia melihat isi perpesanan milik Irfan. Ia menyadap aplikasi perpesanan laki-laki itu. 

Pagi tadi Irfan berpamitan ke luar kota padanya. Namun, tanpa laki-laki itu sadari, sejak kepergian Irfan, Alya sudah mengikutinya sampai ke hotel ini.

Irfan tak pernah pergi ke luar kota. Ia menginap bersama Ratih di salah satu hotel dekat perkampungan, agak jauh dari rumah mereka namun masih satu kota. Alya tahu itu rencana Irfan, agak tak diketahui olehnya.

Melihat isi pesan mereka tadi, membuatnya mual dan hampir tidak sanggup untuk menyetir. Alya menemukan fakta bahwa keduanya akan berada di hotel bersama pada malam hari setelah mengetahui keduanya pergi ke beberapa tempat satu harian ini. Bahkan Irfan dan Ratih pergi ke tempat yang tak pernah Alya datangi bersama laki-laki itu.

Ia mengatur nafas sembari mengeratkan pegangan pada kemudi. Perasaan gelisah, sedih dan kecewa meliputi dirinya. Ia menunggu lama sembari memendam rasa sakitnya untuk hal ini. 

Memergoki mereka, mengambil bukti yang kuat untuk menggugat cerai Irfan di pengadilan. Alya sudah mengumpulkan banyak foto. Juga meyakinkan dugaannya, kalau Irfan memang telah selingkuh dengan Ratih.

Beberapa saat kemudian, mobil Irfan masuk ke dalam hotel. Matanya memejam saat melihat Ratih duduk di samping Irfan. Rasa sakit seperti ditusuk ribuan jarum sangat membuatnya kacau.

Pandangannya nanar menatap Ratih dan Irfan yang berangkulan mesra masuk ke dalam hotel seolah tak ada yang memperhatikan mereka.

Alya tak bisa menunggu, memikirkan apa  yang dilakukan sahabat dan suaminya membuatnya murka. Ia memutar kemudi masuk ke pekarangan hotel.

Langkah lebarnya, menuntun ia menuju meja resepsionis. Seorang wanita dengan sanggul di kepala, ramah menyambutnya.

"Selamat malam, Ibu, ada yang bisa saya bantu?"

"Kamar atas nama Irfan Hartono."

"Ya?" tanya sang resepsionis itu dengan bingung.

"Lelaki itu, menginap di sini, kan?" 

"Ah." Resepsionis mengangguk. "Benar, Ibu, kalau begitu apa yang bis--"

"Berikan kunci cadangan kamar lelaki itu pada saya!"

"Maaf?" 

"Kamu gak dengar? Saya bilang, berikan kunci cadangan kamar lelaki itu pada saya!"

"Maaf Ibu, tapi itu melanggar ketentuan aturan di hotel kami. Setiap tamu memiliki privasi, kalau boleh tahu Ibu ini siap--"

"Saya istrinya! Cepat berikan!"

"Ya?"

"Kamu mempermainkan saya? Saya istri lelaki itu dan dia sedang bersama seorang wanita di dalam sana. Kamu mau saya tuntut ke manager kamu?"

"Ah, maaf, Bu, ini kuncinya!" Resepsionis tersebut menyerahkan kunci pada Alya dengan gelgapan, yang langsung di sambut wanita itu dengan cepat.

Sang resepsionis menggaruk rambutnya yang tak gatal. Ia tak mengerti apa yang baru saja ia alami tadi. Seseorang dengan nama Irfan telah memesan kamar dengan istrinya. Lalu seorang wanita lain datang mengaku sebagai istri dari lelaki itu.

Rumit, tapi ia tidak mau memperpanjang masalah. Itu urusan pribadi mereka, ia hanya bekerja melayani para tamu yang membutuhkan kamar saja.

Alya beranjak dengan langkah cepat menuju lift. Begitu lift terbuka Alya melangkah dengan cepat menuju kamar nomor 1012. Nomor yang tertera pada kunci yang ia pegang.

Ia mengatur nafas begitu sampai di depan kamar tersebut, berusaha menetralkan debar jantungnya yang menggila dan tangannya yang gemetar. Memikirkan apa yang dilakukan Ratih dan Irfan di dalam sana membuat pikirannya kacau.

Tangannya terulur membuka kunci pada kamar hotel, berdirinya hampir tidak seimbang saat melihat apa yang disuguhkan depan matanya saat ini.

Dua orang terdekatnya sedang bergumul di balik selimut tanpa tahu Alya sedang memperhatikan mereka. Hal itu membuat mata Alya memanas seketika, namun ia tak mau menghilangkan kesempatan. Ia harus bertindak cepat di saat seperti ini dan menghilangkan perasaan sedihnya.

Alya mengacak tas dengan gemetar yang tersampir di pundak tanpa melepas pandangan dari objek di hadapan. Diraihnya ponsel dengan mode kamera yang sudah aktif, berniat mengambil gambar. 

Cekrek!

Bunyi kamera dan flashlight yang menyala dari ponsel Alya menyadarkan mereka. Keduanya sontak menoleh. Pergulatan mesra itu tiba-tiba saja terlepas.

“Alya!” panggil Mas Irfan padanya. Ah, Alya bahkan lebih suka memanggil Irfan dengan sebutan laki-laki biadab sekarang.

“Al….” Ratih sahabatnya mematung. Ia merapikan rambutnya yang berantakan.

“Bagus!” Alya menatap keduanya dengan nanar. Irfan, suaminya dan Ratih, sahabatnya. “Harusnya aku percaya pada Fatih sejak awal,” ucapnya lirih dengan pandangan terluka sebelum kembali berbalik. 

Ingin rasanya ia mengamuk, menampar atau menjambak rambut keduanya. Menumpahkan amarahnya pada dua orang berperilaku bejat itu. Namun sekarang bukanlah pilihan tepat. Ia wanita terpelajar, punya cara lebih elegan untuk menyelesaikan masalah ini.

“Al!” Tangan Alya dicekal, membuat langkahnya tertahan. Irfan menghadang jalannya. Alya menepiskan tangan lelaki itu seketika. Rasanya, kini sentuhan lelaki itu begitu menjijikkan. 

“I—ini gak seperti yang kamu kira!” ucap Irfan padanya. Pandangan Alya mengarah pada kancing baju pria itu yang hampir terbuka seluruhnya.

Alya berdecih, mengalihkan pandangan dengan perih. Ia menyilangkan tangan di depan dada. Amarah jelas sekali terpancar dari wajahnya. Ia memutar bola mata, jengah. 

"Lalu, menurut Mas, apa yang harusnya aku perkirakan? Sahabatku dan suamiku berduaan di hotel, Apa yang seharusnya aku perkirakan, hah?!" Alya berteriak keras, membuat Irfan dan Ratih terdiam seketika.

Alya tertawa hambar. “Selamat, Mas. Kamu berhasil menghancurkan rumah tanggamu sendiri,” kata Alya dengan tegas.

Irfan mendekat, kembali mencoba meraih tangannya, tetapi langsung ditepis oleh Alya. “Al, dengar dulu penjelasanku,” pintanya dengan begitu memohon.

“Tunggulah surat cerai dariku, Mas.”

"Tidak, Al! Alya!”

Alya berjalan cepat keluar dari hotel, tak memedulikan Irfan yang terus mengekorinya sambil meneriakkan namanya seperti orang kesetanan. Hotel melati yang terlihat gulita itu tak menyulitkan Alya menemukan jalan keluar ke parkiran mobilnya.

Alya bergegas masuk ke mobilnya, sebelum Irfan kembali berhasil menjangkaunya. Alya melempar ponselnya ke jok samping. Setelahnya, ia terduduk dengan lemas, menelungkupkan wajah di atas kemudi. Tangisnya langsung pecah seketika.

Suara ketukan kaca mobil kemudian terdengar, disusul permohonan Irfan yang rupanya tak lelah mengejarnya hingga ke parkiran.

“Al, kita bisa bicarain ini baik-baik. Buka pintu mobilnya, Al,” katanya dengan suara keras.

Alya menoleh, sedikit kaget dengan ketukan yang dilakukan Irfan. Tak ingin berlama-lama di sini, Alya segera menyalakan mobilnya dan menancap gas menjauhi hotel melati tempat sang suami mengkhianatinya. Pengkhianatan adalah hal yang tak pernah Alya bayangkan akan terjadi dalam hidupnya.

Hal yang selalu disangkalnya jika Fatih mengatakan tentang ini. Hal yang tak pernah ia percayai dari perkataan sahabat lelakinya itu. Hal yang membuatnya menyesal, kenapa baru sekarang.

"Maaf Fatih, maaf karena tidak mempercayaimu," ucapnya lirih.

Apa laki-laki itu tak sadar kalau bukan karena Alya, Irfan bukan siapa-siapa. Kemewahan yang lelaki itu miliki saat ini berasal dari kekayaan Alya. Termasuk posisi yang tengah dijabat lelaki itu di perusahaannya, itu juga karena Alya.

Bisa apa Irfan kalau Alya menceraikannya? Pria itu tak ubahnya seperti gelandangan miskin yang berkeliaran di jalanan. Alya duduk tegak di kursinya. Ia menghapus air mata dengan kasar. Tak ada waktu untuk bersedih sekarang. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Masih Hidup, Mas   Bab 64 : Will You Marry Me?

    "A--apa ini Fat?" tukas Alya dengan terbata."Kejutan, untukmu."Alya berbinar, perasaan bahagianya memuncak. Ia menatap Fatih lekat, lantas memeluk laki-laki itu dengan erat."Jadi ini rahasia yang kau katakan padaku?""Hm ....""Karena itu kau ngotot ingin mengajakku kemari dan membujukku yang sedang marah?""Menurutmu?""Kapan kau menyiapkan semua ini?" tanya Alya sembari melerai pelukannya dari Fatih. Tapi lelaki itu menahan pinggangnya membuat keduanya kini mengobrol sembari berpelukan."Sejak pagi, dan karena itu aku tak mau gagal untuk mengajakmu kemari. Jujur saat tadi pagi kau marah padaku, aku sempat bingung harus melakukan apa, Al.""Fat ... ini sangat menakjubkan ...." Alya mengerjap, air matanya perlahan jatuh, Fatih dengan cepat mengusap pipi Alya menggunakan punggung tangannya."Kalau begitu jangan menangis, air matamu membuatku terluka Alya," bisik Fatih lembut tepat di telinga Alya."Ini bukan tangis kesedihan, Fat. Ini tangis bahagia, aku sangat bahagia sampai bisa m

  • Aku Masih Hidup, Mas   Bab 63 : Kejutan

    Meski Alya masih merasa sedikit marah, tapi ia terlanjur penasaran dengan hal rahasia yang Fatih ingin katakan padanya. Untuk itu, ia mulai berhias dan menanti kedatangan lelaki itu untuk menjemputnya malam ini."Halo, Ma," ucap Alya sembari tersenyum pada sang Mama yang melakukan panggilan video dari rumah sakit padanya.Kesibukan Alya untuk kembali membuat perusahaan maju membuatnya terkadang tak sempat untuk datang ke rumah sakit guna menjenguk Papa dan Mamanya. Tapi, setiap hari setelah pulang dari kantor ia pasti selalu menyempatkan diri untuk melakukan panggilan video."Rapi sekali, kamu mau ke mana?" tanya sang Mama dari sebrang telepon."Diajak pergi sama Fatih, Ma. Tapi dia gak bilang mau ke mana.""Dinner, ya?" Alya tak menjawab, ia tersenyum lebar sembari memasang anting-anting di telinga."Mungkin Ma, Fatih gak bilang mau ngapain, dia juga gak bilang mau ke tempat apa. Rahasia katanya.""Mau kasih kejutan buat kamu kayaknya. Dulu Papa kamu juga gitu sama Mama. Main rahasi

  • Aku Masih Hidup, Mas   Bab 62 : Rahasia

    Seperti yang Alya harapkan. Setelah keluar dari rumah sakit ia mendapat kabar baik kalau Irfan telah mendapat tambahan masa tahanan setelah menyerangnya beberapa waktu lalu.Rasanya luka yang Alya dapatkan sebanding dengan ganjaran yang lelaki itu perbuat."Saya sudah melakukan sesuai yang Nona mau. Daftar keuangan perusahaan, kinerja karyawan selama Pak Irfan menjabat dan kondisi saham saat ini. Nona bisa memeriksanya lebih dahulu, kalau ada yang kurang saya akan bawakan kembali."Alya mengalihkan pandangannya dari ponsel yang menayangkan berita terkini. Ia menoleh pada berkas yang ia minta pada Refan lalu menatap lelaki berkacamata itu dengan senyum lebar."Terima kasih Refan, kau selalu bisa aku andalkan. Sekarang kembalilah ke ruang kerjamu, nikmati waktu santaimu sebentar agar kau tidak stress karena terus menerima perintah dariku."Tak masalah Nona itu memang pekerjaan saya.""Menurutlah kalau aku sudah memerintahkanmu untuk istirahat! Kau selalu begitu, rajin sekali. Aku yang t

  • Aku Masih Hidup, Mas   Bab 61 : Hal Menarik

    Fatih terkesiap saat merasakan gerakan dari tangan Alya yang berada dalam genggamannya. Ia mendongak dan sesaat tersenyum saat melihat Alya sudah sadar."Fat," panggil Alya kemudian. Fatuh segera mendekat, mengelus rambut wanita itu."Aku di sini Al, ada apa?""Aku haus."Fatih bernafas lega, setidaknya hal yang dikatakan Alya tak mengkhawatirkannya. Ia segera mengambil air mineral kemasan dan mengarahkannya ke mulut Alya."Sudah?"Alya mengangguk. Fatih meletakkan air mineral itu di atas nakas, lantas beralih menatap Alya sembari menggenggam tangan wanita itu kembali."Bagaimana kondisimu?" tanya Fatih sembari menaikkan kepala ranjang Alya agar ia lebih mudah menatap wanita itu.Alya terkekeh. "Menurutmu?""Ya, tidak akan ada orang yang bilang kalau setelah dirinya mendapatkan satu tembakan ia akan merasa baik-baik saja. Kupikir kau juga sama Al.""Begitulah, seperti yang kau lihat. Rasanya lumayan sakit, tapi Fat, apa kau tahu, entah kenapa aku merasa puas setelah mendapatkan tembak

  • Aku Masih Hidup, Mas   Bab 60 : Alya Tertembak

    Fatih keluar dari ruang operasi sembari melepas masker miliknya. Terdengar dering ponselnya mulai berbunyi, lelaki yang sedang mencuci tangannya itu bergegas mengeringkan tangan dan mengangkat panggilan tersebut. "Halo," ucap Fatih kemudian. " .... " "Ya, benar itu saya. Untuk reservasi jam tujuh malam." Fatih bergegas melangkah pergi sembari tersenyum lebar. " .... " "Ya, tolong dipastikan semuanya lancar dan sudah sedia saat saya datang nanti." " .... " "Baiklah terima kasih banyak." Panggilan itu terputus, Fatih mengantongi ponsel ke dalam saku. Hari ini ia sangat bahagia, semua rasanya berjalan lancar sesuai dengan keinginannya. Operasinya berjalan lancar dan rencananya juga hari ini sepertinya akan berjalan lancar. Rencana untuk melamar Alya secara romantis, tak seperti di cafe kemarin. Meski Alya berulangkali memberitahukan untuk tak melakukannya, namun Fatih memaksa. Ini lamaran untuk wanita pertamanya, dan ia mau hal ini menjadi sesuatu yang berkesan untuk Alya. Setid

  • Aku Masih Hidup, Mas   Bab 59 : Sidang

    Irfan mengerjap dengan susah payah, bahkan untuk menggerakkan bibirnya saja ia tidak sanggup. Penghuni lapas yang bersamanya benar-benar gila, memukulinya tanpa ampun, tanpa alasan yang berarti mengakibatkan tubuhnya sakit-sakitan seperti ini.Ia tidak tahu apakah hal ini dialami oleh seluruh penghuni sel tahanan yang baru atau tidak, tapi melihat ia terus berteriak meminta tolong sementara tak ada satupun sipir, walau sedang berpatroli sekalipun untuk berhenti dan melihat keadaannya, Irfan yakin ini disengaja.Ia juga berkeyakinan ini adalah ulah Alya yang tak cukup menaruhnya dalam sel penjara tapi juga mengirimnya untuk masuk ke dalam neraka.Bahkan sekarang, tiga orang yang menghuni lapas bersamanya itu tampak baik-baik saja dan makan sarapan dengan damai, meninggalkan ia seorang diri dengan perut perih menahan lapar karena jatah makannya diambil oleh si botak yang mencekiknya kemarin.Tubuhnya bahkan tergeletak di lantai yang dingin karena tak diberikan alas tidur yang memadai.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status