Share

Aku Masih Hidup, Mas
Aku Masih Hidup, Mas
Penulis: Diyah Islami

Bab 1 : Selingkuh

"Fatih jangan ngaco, Mas Irfan gak mungkin begitu!" ucap Alya sembari terkekeh, menyeruput cappucinonya.

Ia kini berada di mall dalam cafe saat Fatih sahabatnya meminta untuk bertemu tiba-tiba saja padahal Alya tahu Fatih adaah donter yang cukup sibuk.

"Alya, aku sudah berapa kali mengatakan padamu, aku gak berbohong. Aku melihatnya jalan berdua dengan Ratih." 

Alya tertawa lebar, menatap Fatih yang terdiam sembari memperhatikannya. 

"Selama aku menikah dengan Mas Irfan dan berteman dengan Ratih, mereka tak pernah melakukan hal aneh, Fat."

Fatih menghela nafas, mengambil minumannya dan menyeruputnya sedikit.

"Capek ngomong sama kamu, Al, sedikitpun kamu gak percaya.

"Memang gak terbukti, kan?"

"Kalau saja saat itu aku bawa ponsel dan mengambil gambar mereka, kamu gak mungkin menyangkal lagi."

"Sudahlah Fat, kamu sebenarnya mengajakku bertemu hanya ingin mengatakan hal ini saja?"

Fatih mengangguk. "Kupikir ini sangat penting bagimu makanya aku buru-buru mengatakan agar kau perlu berhati-hati. Tapi sedikitpun kau tidak percaya, yah mau bagaimana lagi."

"Kau marah padaku?"

"Tidak, aku hanya memintamu untuk membuka saja sedikit matamu dan taruh rasa curiga pada hubunganmu dengan Irfan. Ah, terserahlah Al, aku menyampaikan hal ini karena mengkhawatirkanmu, tapi kau tidak percaya padaku."

Fatih menatap arlojinya. Ia sudah harus kembali ke rumah sakit karena jam makan siangnya sudah hampir habis.

Sementara di kursinya Alya terdiam. Fatih sahabatnya dari kecil sementara Irfan adalah suaminya dan Ratih sahabatnya juga. Keduanya kenal tidak lama memang.

Tapi menyangka hal yang diucapkan Fatih benar adanya, Alya tidak bisa percaya sepenuhnya. Irfan dan Ratih selingkuh? Itu seperti omong kosong yang berlalu di kepalanya.

"Aku harus kembali ke rumah sakit, Al. Terserah kamu mau percaya padaku atau tidak, itu pilihanmu. Yang penting, kalau ada apa-apa kau harus menghubungiku."

"Hmm ...  aku tahu kau khawatir padaku, Fat. Tapi tenang saja, mereka tidak mungkin begitu."

Fatih tersenyum simpul, ia bangkit dari duduknya dan pergi dari sana menjnggalkan Alya yang kini terdiam di tempatnya.

Meski terus menyangkal perkataan Fatih. Alya tak memungkiri kalau ada sedikit perasaan khawatir yang kini timbul dalam hatinya.

Tentang seberapa besar rasa  percayanya pada Irfan dan Ratih. Tentang apakah ia sudah mengenal kedua  orang itu dengan baik atau mungkin saja yang dikatakan Fatih benar adanya.

"Akhh .... " Alya memegang kepalanya dan memijit pangkal hidungnya. Sejenak karena perkataan Fatih ia jadi overthinking.

***

Alya menghela nafas saat melirik dari balik bukunya, ia melihat Irfan sangat fokus dengan ponsel di tangannya. Hal itu membuat Alya curiga.

Irfan punya dua ponsel yang selalu ia pakai bersamaan. Tapi yang sering laki-laki itu pakai adalah ponsel yang ada di tangannya sekarang. 

Itu adalah ponsel kerja, akunya. Sementara ponsel yang lainnya diaku Irfan sebagai ponsel pribadi. Namun, Alya selalu melihat Irfan memegang ponsel kerja tersebut, di manapun ia selalu membawanya, walau hanya ke kamar mandi sekalipun.

Dulu, hal itu tak berarti apapun padanya, namun sekarang tidak lagi karena pikirannya terus terngiang perkataan Fatih tentang perselingkuhan Ratih dan Irfan.

Ah, ia tak bisa begini terus. Ia harus mencari tahu agar hatinya tenang. Masalahnya adalah, ia tak bisa membuka ponsel Irfan dengan sembarang.

Sebelum menikah dulu keduanya terlibat perjanjian untuk tak pernah memeriksa barang pribadi masing-masing dan memutuskan untuk saling percaya saja.

Selama ini Irfan tak pernah memeriksa ponselnya dan Alya juga tak pernah memeriksa ponsel Irfan. Jika nanti Alya meminta untuk memeriksa ponsel lelaki itu, pasti Irfan akan  merasa curiga padanya.

Bisa jadi, kalau apa yang dikatakan Fatih benar. Malah sebelum Alya memeriksa hal itu, Irfan sudah menghapus buktinya lebih dulu.

Nada dering dari ponsel Irfan berbunyi, membuat Alya tersentak. Ia menoleh ke arah Irfan, lelaki itu menerima telepon dari ponsel yang satunya.

"Halo!" ucap Irfan seraya bangkit dari kasurnya. Perlahan tanpa Irfan ketahui gerakan laki-laki itu diawasi oleh Alya sampai Irfan keluar menuju balkon untuk menjawab telpon di sana.

Alya menggigit bibirnya keras, menatap ponsel Irfan yang selalu laki-laki itu bawa tergeletak begitu saja di atas ranjang.

Kesempatannya.

Alya melirik Irfan yang masih berada di balkon luar. Tangannya terulur mengambil ponsel tersebut, mencoba membukanya yang ternyata terkunci.

"Apa kata sandinya?" ucap Alya lirih. Ia terus mencoba menggunakan tanggal lahir Irfan dan tanggal pernikahan mereka namun tetap gagal. 

Alya mengintip, sepertinya Irfan akan menyudahi telppnnya. Buru-buru ia manaruh ponsel laki-laki itu kembali di atas ranjang. Ia memfokuskan diri pada bukunya seolah tak terjadi apa-apa.

Laki-laki itu kembali duduk di samping Alya tanpa mengatakan apa pun. Lama waktu berselang, Alya yang menyerah, menutup bukunya dan mulai berbaring.

"Sayang .... "

Alya merasakan tangan Irfan memeluknya erat. Ia menoleh, membalikkan tubuh, Irfan sedang menatap ke arahnya. Laki-laki itu merapikan rambutnya yang menutupi wajah.

"Kenapa Mas?"

"Besok, Mas ada kerjaan di luar kota, kemungkinan Mas gak akan bisa pulang. Tadi Revan menelpon."

Alya terpaku, tiba-tiba saja?

"Ya sudah, Mas. Kalau begitu biar Alya siapkan pakaian Mas."

"Gak usah, Mas cuma satu hari saja, lusa juga sudah balik."

"Kapan berangkatnya?"

"Besok pagi jam tujuh."

"Kalau begitu tidurlah sekarang, biar tidak terlambat besok pagi."

Irfan mengangguk, melepaskan pelukannya dari Alya dan merebahkan diri di samping wanita itu. Alya menatapnya sejenak sebelum membalikkan badan, tanpa Irfan sadari, Alya mengambil ponsel dan mengirim pesan pada Revan, sekretaris Irfan.

[Van, apakah besok Mas Irfan ada kerjaan ke luar kota?]

Tak lama menunggu, pesan itu berbalas.

[Tidak ada Mbak, besok Pak Irfan mengajukan cuti. Memangnya kenapa?]

Alya menggeram setelah membaca pesan itu.

"Kena, kamu, Mas!" ucapnya lirih.

***

Alya membuka matanya, ia pura-pura tidur sejak tadi. Mengalihkan pandangan pada Irfan yang sudah terlelap sejak tadi.

Alya bangkit perlahan dari ranjangnya, melihat hanya ada satu ponsel di atas nakas samping Irfan. Hanya ponsel pribdai, sementara ponselnya yang selalu laki-laki itu bawa entah di simpan di mana.

Alya mencoba mencari, membuka satu persatu laci yang berada di bawah nakas dengan hati-hati. Namun tak menemukannya.

"Eenghh ...."

Alya terpaku sesaat, refleks menutup mulutnya. Irfan bergerak dalam tidurnya, membalikkan badan membelakangi posisinya sekarang.

Pandangan Alya tertuju  pada ponsel  Irfan yang satunya kini terlihat sedikit tersembul dari balik bantal.

"Kau menyembunyikannya dengan baik, Mas," ucap Alya lirih mengambil ponsel itu dengan cepat. Ia yakin sekali ada yang disembunyikak laki-laki itu di dalam ponsel ini.

Alya membuka ponsel tersebut, selain kata sandi, ponsel ini dikunci dengan pendeteksi jari dan wajah. Alya mengarahkan ponsel tersebut pada wajah Irfan yang sedang tertidur dengan hati-hati.

Terbuka!

Alya hampir bersorak kalau tidak ingat ia harus menjaga  suaranya saat ini. Ia berjalan pelan menuju kamar mandi untuk membuka ponsel itu. Khawatir nantinya Irfan tiba-tiba terbangun.

Alya membuka aplikasi perpesanan milik Irfan. Laki-laki itu memiliki nomor lain yang tidak ia ketahui. Matanya terbelalak saat melihat pesan paling atas dan satu-satunya yang ada di sana dengan nama kontak 'sayangku'.

Ia ingat nomor itu, ia ingat foto yang tertera di profil tersebut. Sosok yang sangat dikenal Alya dengan baik.

Matanya mulai berkaca dengan tangan bergetar membuka isi pesanan tersebut.

[Mas besok jadi, kan, ke hotel Melati?]

[Iya, Mas jemput jam tujuh, kamu siap-siap saja]

Alya duduk dengan lemas, itu Ratih. Benar-benar Ratih sahabatnya, seperti yang dikatakan Fatih padanya tadi siang.

Ratih dan Irfan telah berselingkuh.

Hubungan ini, perselingkuhan suaminya kira-kira sudah berapa lama laki-laki dan sahabatnya itu sembunyikan?

Alya tak bisa mengira ia telah hidup dengan berbagi lelaki bersama seorang wanita lain. Perasaan jijik meliputi dirinya hingga ia ingin muntah.

Kenyataan itu membuat perasaan Alya remuk, ia terduduk di atas lantai kamar mandi dengan rasa kecewa yang amat dalam. Air matanya mulai mengalir tanpa henti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status