Share

Bab 4 : Sekarat

Fatih terpaku, suara teriakan dan tabrakan antara lempengan besi itu terdengar memilukan di telinganya. Matanya menatap nanar pada panggilan yang tiba-tiba saja terputus di tangannya.

"Al!" panggil Farih lirih, tentu saja tak akan ada jawaban.

Detik itu juga ia berlari secepat yang ia bisa, menyusuri lorong rumah sakit tak peduli beberapa orang terus memperhatikannya dengan bingung.

Hanya satu yang ada di pikiran Fatih saat ini. Ia ingin menemukan Alya, dalam kondisi selamat, apapun yang terjadi.

***

"Mas ...," panggil Ratih dengan tubuh bergetar hebat. Pandangannya nanar menatap mobil Alya yang berguling di hadapannya. Ia menutup telinganya dengan kuat saat mendengar suara jeritan mengerikan dari sana.

"A--aku berhasil!" tukas Irfan yang tadinya menunduk kini menodngak menatap jurang di hadapannya. Laki-laki terkekeh pelan kemudian tertawa dengan keras hingga membuat Ratih menoleh perlahan. Wanita itu ketakutan melihat tingkah Irfan.

"Mas kamu sudah gila?"

"Hahaha, aku sudah menabraknya, kau lihat itu Ratih?"

Ratih menggelng, ia hendak melepas seatbelt namun dengan cepat Irfan menahan tangannya.

"Kau mau ke mana?"

"Alya, kita harus selamatkan dia, dia bisa mati!"

"Kau gila? Itu jurang, bagaimana kau akan menyelamatkannya?"

"T--tapi kita bisa membunuhnya kalau tidak segera menyelamatkannya, Mas."

"Bukankah itu tujuan kita?" 

"Mas!"

"Kamu lihat keuntungannya jika ia tiada, hartanya akan menjadi milikku seutuhnya Ratih! Selama kami menikah aku mencegahnya punya anak, dengan menanamkan iud di rahimnya. Aku menunggu saat ini, bukahkan kau harus begitu?"

"M--mas, tapi ...." 

"Sst .... " Irfan menempelkan telunjuknya di bibir Ratih. "Kau hanya perlu  mengikuti alurnya sayang. Kejadian ini, hanya kamu dan aku yang tahu, jadi kau tidak perlu takut. Kita hanya harus diam, sampai semuanya selesai, kau mengerti?"

Ratih menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca mencoba mengalihkan pandangan ke arah jurang tempat Alya jatuh. Namun Irfan dengan cepat menahannya.

"Ratih, kau dengar apa yang kukatakan, kan?" Irfan memegang wajah Ratih dengan kedua tangannya erat.

Ratih mengaangguk cepat, satu bulir air matanya jatuh. 

"Bagus! Harus seperti itu! Pasang seatbeltmu kembali! Kita harus cepat pergi dari sini sebelum ada yang melihat."

Irfan berbalik sembari menghembuskan nafasnya kasar. Ia memasang seatbeltnya dan melajukan mobilnya menjauh dari tepi jurang. Mencoba menghilangkan bukti yang untungnya di sana tak ada cctv satupun.

***

Sementara itu ....

Di tempatnya, Alya tengah menguatkan diri. Darah yang mulai mengucur akibat benturan keras, juga pecahan kaca, serta posisinya yang benar-benar terjepit stir membuat Alya sesak luar biasa. Pendengarannya pun seolah menuli akibat benturan badannya ke berbagai sisi mobil yang jatuh ke badan jurang bertubi-tubi.

“Fat. To-tolong a-aku!”

Tak ada suara sahutan dari Fatih, ponsel yang ia gunakan juga sudah entah terlempar kemana. Mungkin saja sudah tidak menyala. 

Kepala Alya pusing bukan main. Posisi mobilnya saat ini terbalik, membuatnya makin tak bisa melihat ada apa di sekitaran jurang yang gelap ini.

Bau bensin mulai memenuhi indera penciuman Alya. Mata Alya yang tadinya mulai memejam pasrah, kini kembali terbuka. Alya meraba-raba pintu mobilnya dan berusaha membuka, tapi sayang, pintunya tetap terkunci.

“Argh!” Alya berteriak saat mencoba mengangkat kedua kakinya yang terjepit kerangka mobilnya yang penyok. 

“Tolong!!”

Alya tahu ini sia-sia, tapi ia tetap melakukannya, sembari terus mengetuk kaca mobil yang sudah tak utuh itu. Samar-samar, ia melihat sebuah pendar kekuningan dan bunyi percikan api.

Alya terlonjak, dirinya panik luar biasa saat sebuah percikan api itu mulai muncul di hadapannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat.

“Tidak!” jerit Alya tertahan.

Ia tidak mau mati sia-sia dan hangus terbakar. Ia tidak mau membiarkan suaminya menjalani hidup bahagia bersama sahabat yang telah mengkhianatinya, terlebih jika suaminya menggunakan seluruh asetnya. Sungguh, ia tak akan rela!

Padahal ia telah merencanakan dengan baik apa yang harus ia lakukan selanjutnya setelah memergoki perselingkuhan suaminya. Bukan malah menjadi tragedi untuknya seperti ini.

Alya berusaha mencari jalan keluar. Pintu mobil yang tak bisa terbuka, membuat Alya dengan cepat mengincar kaca mobil yang telah retak itu. Dengan sisa-sisa tenaga, ia pukul-pukul kaca tersebut, tak peduli kalau telapak tangannya kini mulai mengeluarkan darah. 

Usahanya memukul kaca mobil mulai berhasil. Retakan pada kaca itu semakin membesar. Ia hanya perlu mempercepat ritme pukulannya.

‘Sedikit lagi! Sedikit lagi!’ Alya menyemangati dirinya sendiri. Pukulan bertubi-tubi terus ia keluarkan, sampai akhirnya kaca itu pecah sepenuhnya, menghasilkan celah cukup besar untuknya keluar dari sana.

Perlahan, percikan api di mobil kian membesar, membakar kursi penumpang di sampingnya. Alya merasakan hawa panas yang begitu dekat di wajahnya.

Sembari merintih, ia berusaha keluar. Tak ada lagi waktu untuk merasakan sakit di sekujur kakinya yang terjepit. Terpaksa, Alya menarik kuat-kuat kakinya meski berbuah air mata dan teriakan pilu.

“Arrgggh ….”

Beberapa detik kemudian, mobil Alya yang sudah penyok itu meledak, suaranya mampu memekakkan telinga.

Duaar!

***

Irfan menyetir dengan kecepatan penuh, hening menyelimuti keduanya sampai di depan hotel tempat mereka tadi menginap, Irfan menurunkan Ratih.

"Pergilah, masuk ke dalam, ambil semua barang-barang kita lalu pulang ke apartemenmu. Aku akan memesankan taksi untukmu. Pastikan tak ada yang tertinggal dan buang baju yang kau pakai saat ini. Bertingkahlah seoalah kau tidak tahu apa-apa, Ratih."

"Mas ...," panggil Ratih dengan wajah memelas.

"Kau mengerti maksudku, kan? Kita tidak ada waktu. Polisi mungkin akan segera datang ke lokasi kejadian tadi."

Ratih menggigit bibirnya, ia mengalihkan pandangan dengan air mata mengalir. Tak pernah terlintas dalam benaknya ia akan mengalami ketakutan seperti ini.

"Aku mengerti."

"Bagus, aku harus pergi sekarang. Cepatlah masuk ke dalam, setelah itu pergi dari sini. Kau ingat apa yang kukatakan tadi, kan?"

Ratih mengangguk beranjak dari tempatnya. Irfan secepat kilat memutar kemudi, melaju dengan kecepatan penuh menuju rumahnya.

Suara sirene mobil polisi dan ambulan mengaung-ngaung berpapasan dengan mobilnya. Ia melirik sekilas untuk melihat ke arah mana mobil itu melaju.

Kecelakaan besar yang mengakibatkan mobil masuk ke dalam jurang itu pasti sudah dilaporkan wadga yang kebetulan lewat pada polisi.

Untuk itu, ia harus cepat sampai sebelum polisi datang dan menemukannya tak ada di rumah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status