Share

Bab 7 Kedatangan Tiba-tiba

Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat

Happy Reading

***

Bugh.

Bugh.

Tap.

“Kamu mau merusak semua sayur yang saya beli?” Daffin menahan tangan Aluna dengan tatapan tajam.

“Hehe… maaf,” balas Aluna dengan cengiran tanpa ada rasa bersalah.

Bugh.

Memejamkan kedua mata kesal, sungguh Daffin benar-benar akan meledak jika gadis bernama Aluna dibiarkan lebih lama didekatnya. Bagaimana tidak, sehabis mereka berbelanja Aluna memaksa ikut pulang dengan mobilnya, berceloteh sepanjang jalan seperti petasan seribuan. Sekarang sampai di rumah, gadis itu dengan seenak jidatnya meletakkan kantong kresek belanjaan dengan keras keatas meja pantry.

“Sudah selesai? Kalau begitu silahkan pulang,” ujar Daffin dengan nada pelan yang menyiratkan makna begitu dalam. Lebih tepatnya pria ini tengah mengusir Aluna dengan cara halus.

“Kamu ngusir aku?” tanya Alana menatap Daffin, bibirnya mencebik dengan kedua tangan sengaja dilipat di depan perut. Tolong ya Aluna, jangan sekali-kali bersikap imut di depan Daffin. Kenapa? Ya karena tidak mempan.

“Kamu masih sadar dirikan? Kalau sudah ya lakukan.”

Setelah mengatakan hal itu Daffin berlalu dari hadapan Aluna, berjalan menghampiri kulkas. Membuka pelan, meraih satu botol air dingin yang siap mendinginkan tenggorokan dan pikirannya.

“Tapi aku tidak mau pulang!”

Glek.

Glek.

Persetan dengan semua pria yang sering memamerkan roti sobeknya di pinggir pantai, gerakan pelan jakun Daffin nyatanya lebih menggoda Aluna saat ini.

“Waw!” dan jangan salahkan tangan Aluna.

Shap.

“What are you doing?!”

Dengan cepat Daffin menepis tangan Aluna yang bergerak menyentuh jakunnya. Sial! Aluna benar-benar menguji kesabarannya, siapa pun tolong tahan Daffin untuk tidak melempar Aluna keluar dari kondominium miliknya.

“Selama aku masih baik-baik, tolong keluar sekarang juga, atau-.”

“Atau apa?” potong Aluna.

Harus dengan kata apa kita mendeskripsikan sikap Aluna yang satu ini, tidak tahu malu bercampur keras kepala.

“Hah… up to you.” Memilih mengalah, Daffin benar-benar keluar dari dapurnya. Berjalan meninggalkan Aluna yang berjingkrak-jingkrak girang karena merasa menang.

“Jadi bibi, apa yang akan kita masak?” Aluna menatap kepala pelayan yang sedari tadi memperhatikan mereka dengan senyum lebar.

Doakan saja Aluna tidak akan membakar dapur Daffin, yah selama masih ada yang mengawasi jadi masih ada persentase aman, walau pun hanya tiga puluh persen.

***

Berbeda dengan Aluna yang saat ini entah melakukan apa pada dapurnya, Daffin lebih memilih berdiam diri dalam ruang kerja. Mengambil beberapa berkas penting, dan mulai fokus pada layar kompter di depannya.

Kacamata yang membingkai wajah Daffin saat ini semakin menambah kesan tampan. Sungguh, jika ada kesalahan terlahir tampan di dunia ini, maka sudah dari dulu Daffin akan masuk kedalam penjara karena sering membuat para wanita menjerit kagum. Mata tajam, hidung mancung, alis runcing, bibir tipis sexinya, pipinya yang dengan jelas memperlihatkan rahang kokoh. Oke, apakah kalian bisa membayangkan bagaimana visual Daffin? Pasti bisa dong ya.

Tap.

Meletakkan kaca mata ke atas meja, Daffin menatap datar pintu masuk ruang kerja pribadinya. Menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan.

“Apa yang harus aku lakukan pada gadis itu?”

Sudah lama Daffin diruang kerjanya dan mengerjakan beberapa hal, tapi kepalanya belum bisa fokus. Memikirkan apa yang Aluna lakukan di rumahnya, sungguh hal ini benar-benar membuat kepala Daffin pening.

“Berpikir Daffin, gadis itu tidak boleh ada lagi dirumah mu, dud.” Menyugar rambut kebelakang dengan tangan kanannya. Andai saja Daffin tidak tahu yang namanya kemanusiaan mungkin saat ini dia sudah menyeret kasar Aluna dan melaporkan ke pihak kepolisian atas laporan mengganggu kenyaman dirinya.

“Sejak kapan juga Adnan memiliki adik gila seperti itu?”

Hanya tidak menyangka saja kalau rekan kerja sesama duta besar yang kebetulan rumah mereka berdekatan memiliki adik tidak jelas bentukannya seperti Aluna. Sungguh Daffin tidak menyangka Adnan yang terkenal kalem dan pendiam akan memiliki adik seperti Aluna dengan sifat tidak tahu malu.

“Hah…” lagi-lagi Daffin menghembuskan napas pelan.

Dia tidak bisa berdiam diri di ruang kerjanya disaat otak tidak bisa diajak bekerja sama. Berdiri dari duduknya, Daffin melangkah menuju tangga yang ada diujung ruang kerjanya sebelah kanan dekat kaca. Satu-persatu anak tangga dinaikinya, Daffin hanya berharap setelah ini dia bisa mendapatkan ketenangan sedikit sebelum melanjutkan pekerjaan.

Cklek.

“Hai.”

“Shit.”

“Gak boleh nyumpahin orang Daffin.”

Memang hari ini sudah menjadi hari sial untuk Daffin, ya kalian bayangkan saja, niat hati ingin menuju kamar untuk beristirahat, lah sekarang malah bertemu Aluna yang tengah tengkurap di atas ranjangnya.

“Sedang apa kamu disini?”

“Bobo sianglah, masa berenang.” Ouh cantik sekali jawaban kamu Aluna.

“Hah…”

Berhembus sudah semua kesabaran Daffin, untuk pertama kalinya dia ingin membuang orang ke laut lepas. Kenapa? Karena Daffin paling tidak suka melihat orang lain masuk ke dalam kamarnya selain pelayan rumah dan asisten pribadinya, orang tuanya saja bahkan tidak berani masuk ke dalam kamarnya sebelum ada izin, lah Aluna? Memang kuntilanak.

“Kamu tahu tata krama bertamu ke rumah orang?” tanya Daffin. Kedua matanya menatap Aluna, kali ini tidak dengan tatapan tajam, Daffin tahu melawan gadis tidak jelas seperti Aluna harus menggunakan perlakuan khusus.

“Tahu,” jawab Aluna dengan anggukan pasti.

Aluna merubah posisinya dari telungkup menjadi duduk dengan kaki terlipat. Menatap Daffin dengan senyum menyengir sarat akan makna.

“Jangan salah paham ya, tadi aku kesini berniat meminjam baju terus…”

“Lepas baju itu sekarang,” perintah Daffin. Sial! Daffin baru sadar, kemeja biru langit yang digunakan Aluna adalah miliknya.

“Kamu mau aku telanjang sekarang?”

“Tidak!”

“Ya sudah pinjamkan dulu.”,

“Hah…” entah sudah berapa kali Daffin menghembuskan napas karena gadis di depannya.

Tap. Tap.

Melangkah pelan ke arah kursi malas di dekat jendelan yang langsung terhubung dengan balkon, mendudukkan diri. Daffin menatap datar ke arah Aluna yang masih nyaman pada posisinya.

“Tadi saat aku mencoba membuatkan kamu makan siang, aku…”

“Siapa yang meminta?”

“Ck! Bisa tidak sih jangan potong pembicaraan orang?!”

Daffin mengernyit dengan mimik wajah heran dan sikap Aluna. Gadis yang sudah jelas tamu tidak diundang di depannya itu malah sekarang mau mengatur dirinya? Dunia tertawa melihat kekonyolan yang Daffin dapatkan.

“Diam dan dengar aku selesai ngomong, awas saja kamu memotong, baju kamu gak aku balikin!”

Dih ancaman macam apa itu Aluna?

“Tadi baju aku ketumpahan kaldu soup makanya ke kamar kamu pinjam baju.” Oke, penjelasan Aluna sudah selesai.

Memajamkan kedua mata, Daffin seharusnya dari awal tidak perlu berbuat baik pada gadis di depannya. Ya iya, sudah diberi hati malah minta jantung sikap Aluna.

“Sudah selesai kan?” Daffin berdiri dari duduknya.

“Apa?”

“Meminjam baju saya?” melangkah pelan kearah pintu kamar.

Aluna mengangguk pasti dengan senyum lebar dan juga jempol teracung. Gadis ini memberikan tanda bahwa dia sudah selesai dengan kegiatan masuk diam-diam ke kamar Daffin dan mengambil salah satu baju pria itu. Bahkan dengan rasa percaya diri yang terlalu tinggi Aluna dengan santai berdiri dan memutar tubuhnya seolah memposisikan diri seperti sinderella.

Tap.

“Eh!”

“Kalau begitu ayo keluar dari rumah saya.” Menarik sedikit kencang tangan gadis didepannya, Daffin dengan cepat berjalan ke arah pintu kamar. Dia sudah tidak tahan melihat sikap Aluna yang terlalu membuat posisi nyamannya terganggu.

“Tidak mau!” jelas Aluna memberontak keras. Dia sudah seperti kucing yang ditarik paksa oleh majikan.

“Dan saya tidak menerima penolakan.”

Daffin menatap tajam Aluna yang sedari tadi memberontak dan berusaha untuk dilepas genggamannya. Yah… lamayan ampuh karena sekarang Aluna menciut takut dengan kepala tertunduk. Hei! Siapa yang tidak akan takut jika ditatap tajam dengan rahang yang mengeras?

Tidak ada perlawanan membuat Daffin merasa puas, mengangkat tangan dan,

Cklek!

“Halo sayang, kamu apa… oh Hei! Ini siapa?”

“Shit!”

Buruk sudah Hari Daffin. Niatnya ingin mengusir ular pengganggu malah sekarang dihadang oleh kembarannya. Bukan kembaran sih, tapi sejenisnya. Sama-sama suka membuat hidup Daffin ricuh dan tidak tenang.

“Hai cantik, nama kamu siapa?”

Ting! Ting! Ting!

Aluna yang tadi menunduk sekarang mendunga dengan kedua mata mengerjap bodoh. Menatap bingung wanita yang berdiri di depannya. Sayang? Jangan bilang Daffin sudah memiliki hubungan dengan?

“Tidak mau memperkenalkan pada Mama?”

“Oh God!” Mulut cempreng Aluna kini hanya berbisik.

Kepalanya yang tadi berpikir Daffin berpacaran dengan tante-tante karena panggilan sayang kini langsung musnah. Tergantikan dengan pikiran ingin hilang detik ini juga.

“Pacarnya Daffin ya?” tanya wanita paruh baya yang membuat mulut Daffin diam ini menatap Aluna dengan senyum lebar.

Fine! Sepertinya Daffin harus mengusir Aluna terlebih dahulu sebelum menghadapi sang mama yang sebelas dua belas suka merepotkan dirinya seperti gadis disampingnya.

.

To be continued

***

Terbit : 16/01/22

Jangan lupa follow instagra, author ya @squidturtle_

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status