Share

Bab 14 Sabar, ya, Nak!

“Alaaah ... ngapain aku peduli sama menantu dan besan misk*n koyo ngono, cuih!” Painem terus menggerutu, Haris segera ke luar dan mengejar istri serta ibu mertuanya.

“Bu.” Tak kusangka bang Haris bersimpuh di bawah kaki ibuku.

“Maafkan atas sikap ibuku terhadap ibu dan Ratih barusan, ya.” Bang Haris nangis memohon maaf terhadanya.

“Berdiri, Nakku, berdiri!” pinta ibuku. “Jangan kayak gitu, udahlah, ibu dan Ratih gak apa-apa. Me bage, Nakku?” (kan, gitu, Nakku)

“Bang, kami pulang ke rumah sekarang, ya.” Kutarik tangan ibuku juga Masno dan berlalu dari hadapan bang Haris.

***

Setibanya kami di rumah, ibu dan aku masih saling diam. Tak ingin kumemulai pembicaraan tentang kejadian yang di rumah bapak mertuaku tadi.

“Ratih, jujur kam sama ibu, bahagiakah pernikahanndu saat ini?”

Sejenak ku diam tak bergeming, mengingat dulu kedua orang tuaku sempat melarangku menikah dengan bang Haris. Namun aku yang bersikeras untuk tetap menikah dengannya. Bagaikan menjilat ludah sendiri, aku malu bila h
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status