“Kau juga tak begitu buruk, Smith.” Kalimat sederhana dari Daniel berhasil membuat Ariana melongo keheranan. Untuk beberapa saat, Ariana lupa bagaiamana cara berbicara.
Jadi, Ariana hanya diam di situ selama beberapa detik dan memproses bahwa kejadian barusan memang benar benar terjadi. Ayolah! Ini bukan mendramatisir keadaan, tetapi bagi Ariana ini adalah sebuah keajaiban. Seorang Daniel Collins memujinya? Ya, Ariana memang sering berbicara pada Pria itu, tetapi bukan sebuah pujian. Mereka berdua saling berbicara melalui umpatan. Jadi, Ariana cukup heran juga, jika Daniel Collins bisa mengeluarkan sebuah kalimat manis untuknya. Sampai kemudian, Daniel pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Ariana. Ariana dengan tatapan yang masih penuh keterkejutan mengikuti langkah Daniel yang keluar ruangan diikuti dengan manajernya, Zidane Lucca. Ariana berbalik kembali pada Rafael. Orang orang di sekitar mulai kembali bergerak normal dan mode mute di ruangan itu sepertinya sudah berakhir. Tapi keterkejutan di wajah Ariana masih luar biasa kentara terlihat oleh siapapun. "Apa yang baru saja terjadi? Itu tadi siapa?" Tanya Ariana dengan cukup hiperbolis di depan wajah Rafael. Rafael memutar bola matanya dan memukul Ariana dengan cukup keras hingga akhirnya menimbulkan suara "Awww! Sakit!" "Yah, kurasa kalau sekedar mencubitmu, kau masih tidak akan percaya kalau Daniel baru saja memujimu." Jelas Rafael dengan sangat enteng. Ariana memutar bola matanya, "Benar! Dia memujimu. Tapi entah kenapa aku merasa kalau dia baru saja mengejekku." "Dia bilang 'kau tidak begitu buruk' Riana. Kau tahu itu artinya 'kau luar biasa' jika manusia normal yang mengatakannya." Ariana memutar sebal sekali lagi bola matanya. Dan membiarkan dirinya sedikit menjauh dari Rafael yang mulai dikelilingi crew yang bergantian memberikan ucapan selamat padanya serta beberapa artis lain. Di ruangan itu pun mulai berbaris menunggu giliran bersalaman untuk mengucapkan selamat pada Rafael. Ariana menyingkir menuju pojok sepi dimana beberapa bir dan makanan ringan tergelar di sebuah meja. Varian makanan yang ada di meja makan itu, hari ini lebih beragam dibandingkan dengan hari hari sebelumnya. Sepertinya petugas catering merasa harus memberikan makanan yang layak untuk perayaan rampungnya pengambilan film ini. Ariana membuka sekaleng bir dan bersandar pada dinding. Menyaksikan dari jauh wajah Rafael yang makin memerah karena ucapan selamat dan pujian. Atmosfer kebahagiaan terasa memenuhi ruangan. Ariana bisa melihat Helena, manajernya, sedang memberikan sebuket bunga pada Rafael. Dan Rafael pun berusaha keras untuk tidak tersenyum malu malu seperti gadis remaja. Ya walaupun menurut Ariana, hal itu tidak cukup berhasil. Hal yang paling menyebalkan selain bertengkar dengan Daniel selama proses syuting film ini adalah menyaksikan bagaimana Rafael dan Helena saling menggoda satu sama lain, namun belum juga ada yang benar benar mengambil inisiatif untuk mengajak berkencan atau menikah saja sekalian. Ariana benar benar sebal karena itu membuatnya menjadi tempat sampah curhatan dua orang sahabatnya itu. Terkadang Ariana nyaris terlalu muak dan berpikir untuk mengurung keduanya di toilet, Ariana tidak akan membiarkan mereka keluar sebelum mereka jadian atau setidaknya berciuman. Karena serius, ia tidak ingin mendengar bagaimana bibir Helena terlihat begitu atraktif untuk Rafael atau begitu uniknya bibir Rafael untuk Helena. Ariana menenggak beberapa tegukan dari kaleng birnya. Menatap ke atap ruangan. Mereka sedang ada di sebuah rumah tua, dengan dominan kayu mahoni yang dicat putih. Ariana menatap ke arah kursi goyang di ujung ruangan, tempat adegan terakhirnya. Ia menangis di sana. Sambil memeluk fotonya dan Daniel yang saling merangkul dan terlihat bahagia di masa muda. Ariana menyentuh pipinya tanpa sadar dan masih merasakan sisa make up tebal yang membuatnya terlihat empat puluh tahun lebih tua dari seharusnya. Ariana menggeleng, ketika tanpa sadar selama beberapa menit ia menatap foto di ujung meja. Foto yang sekitar satu jam yang lalu ditangisinya. Foto dirinya dan Daniel Collins. Tidak. Ariana menggeleng. Itu foto karakter mereka. Sepasang sahabat yang saling jatuh cinta dan berjuang bersama untuk memperjuangkan kelangsungan hubungan mereka. Gadis berambut hitam yang cukup acak acakan itu tersenyum lembut pada foto itu. Dan berpikir bahwa seandainya, hanya seandainya Daniel tidak bersikap terlalu menyebalkan, Ariana mungkin kini akan dengan senang hati merangkul Daniel dan berfoto sambil tersenyum bahagia. Karena sejujurnya Daniel punya kemampuan akting yang bagus. Damn! Seburuk apapun sikap Daniel pada media dan fansnya, atau pada para mantan kekasihnya yang sesama selebritis, ia adalah salah satu pemenang Oscar tahun lalu sebagai pemeran pembantu yang punya segudang penghargaan lainnya di ajang bergengsi lain. Film terakhir Daniel Collins yang berjudul Talk To Memory, mendapatkan penghargaan film terbaik di festival film cannes serta mendapatkan penghargaan pertamanya di ajang Academy Awards. Ia juga pengisi suara di beberapa episode Wild Life dari Discovery Channel yang menjadi program favorit Ariana. Ditambah lagi, Daniel Collins adalah seorang musisi yang saat ini sedang naik daun. Musik yang dibuatnya juga tidak begitu buruk. Meskipun tidak sesuai dengan selera di telinga Ariana sendiri. Tapi sulit dipungkiri, jika tidak sedikit orang yang menyukai musiknya. Banyak sekali kelebihan Daniel Collins yang tidak bisa digapai oleh Ariana dengan mudah. Seandainya Danilel bisa menjaga sikapnya, mungkin saja mereka bisa berteman. Karena bagi Ariana membahas mengenai akting dan film bisa membuatnya merasa bersaudara dengan siapapun yang juga mencintai hal ini. Yah, Ariana tahu bahwa Daniel juga penyanyi, tapi ia tetap seorang aktor. Dan biasanya Ariana tidak pernah kesulitan menemukan bahan perbincangan dengan sesama rekan. Ariana mendesah. Mengenyahkan pikiran itu dari kepalanya, lalu tertawa sarkastik pada diri sendiri. "Jangan Mimpi, Riana!" Rutuknya pada dirinya sendiri.Daniel menarik nafas panjang. Melihat ke arah Ariana yang sedang tertidur cukup pulas, membuatnya ingin ikut menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil pula seperti yang Ariana lakukan. Daniel pun menempelkan punggungnya ke sandaran kursi mobil yang sedang dikendarai oleh Zidane.Daniel tidak menyangka jika posisi yang dia ambil saat ini benar benar membuatnya sangat nyaman. Daniel mencoba menutup matanya. Berharap hal itu dapat memberikannya ketenangan dalam amukan emosi yang menyala di dalam hatinya.Namun tiba tiba, Daniel merasakan ada sebuah benda yang cukup berat, menempel di pundaknya. Daniel segera membuka kedua matannya dan melihat bahwa itu adalah kepala Ariana. Yah, tanpa sadar Ariana menyandarkan kepalanya di pundak Daniel.Daniel ingin memindahkan kepala Ariana. Namun sedetik kemudian, Daniel mengurungkan niat itu. Dia malah mengamati Ariana dan membelai surai hitam dari gadis yang sedang tertidur tersebut.Daniel memanfaatkan kaca spion untuk melihat posisi mereka kali ini. Da
Ariana terkejut atas perlakuan Daniel yang menurutnya, ini terlalu manis. Hingga, sedikit menimbulkan kecurigaan pada pikiran Ariana sendiri. Apakah di dalam mobil ini ada kamera?Jika ada, dimana letak kameranya? Jika tidak, untuk apa Daniel memeluknya dan mencoba menenangkannya? Sedangkan tidak ada satu orang pun yang melihat sikap mereka kecuali Zidane.Jujur. Otak Ariana ingin terlepas dari pelukan Daniel. Tetapi jiwa dan tubuhnya enggan melakukannya. Pelukan Daniel terasa hangat dan menenangkan. Hal itu membuat Ariana ingin semakin mengeratkan pelukannya pada Pria itu.Tapi untungnya, logikanya masih berkerja! Ariana tidak mungkin melakukan hal konyol seperti itu meskipun dari dalam hatinya sangat ingin melakukannya.“Kenapa kau tidak cerita?” Daniel bertanya dengan nada yang lirih tapi cukup di dengar oleh Ariana.Ariana mendongak menatap wajah Daniel dengan ekspresi tidak mengerti. “Cerita tentang apa?”“Tentang Si Brengsek Addison.” Jawab Daniel seolah menahan amarahnya.Aria
Belum ada sepuluh langkah Ariana dan Helena menapakan kakinya di halaman luar studio, Para Wartawan langsung menyerbu mereka layaknya barang yang perlu diperebutkkan. Helena berteriak mengancam Para Wartawan yang mencoba mendekat ke Ariana, namun sayangnya, hal itu sama sekali tidak memberikan perubahan apapun.“Bagaimana perasaan Anda saat berada satu panggung dengan Tuan Addison?”“Apakah Tuan Collins tidak keberatan jika Anda berkerja dengan seseorang yang memiliki masa lalu dengan Anda?“Apakah Anda sengaja mengikuti acara ini untuk menemui Tuan Addison?”“Jika hubungan Anda dan Tuan Collins serius, seharusnya Anda menolak dipasangkan dengan Tuan Addison. Lalu mengapa Anda melakukan ini?”Pandangan Ariana mulai berkunang kunang karena mendengar berbagai pertanyaan yang cukup menyanyat hatinya. Di tambah lagi, jepretan flash kamera benar benar mengganggu indra penglihatannya. Beruntung, Helena memeluknya erat untuk menguatkannya.Sialnya! Ponsel Helena berdering! Mau tidak mau, Hel
Akhirnya, Daniel mengerti sekarang dari mana senyum sendu milik Ariana datang."Mungkin sedikit terlambat menanyakan ini.” Zidane memecah kebisuan mereka berdua. Sebab, Daniel langsung diam seribu bahasa setelah melihat video di situs porno itu. “Mungkin kau bertanya tanya mengapa aku terlihat sangat panik sejak pertama kali kau mencium Nona Smith. Apakah sekarang kau sudah mengerti alasannya?"Daniel menghela nafasnya. Lalu memasukan oksigen sebanyak banyaknya ke dalam diafragmanya sebelum memberikan jawaban pada Zidane. "Karena Aku mengundang masalah yang lebih besar dari yang apa yang aku bayangkan."Zidane menyunggingkan senyum serba tahunya yang biasanya akan membuat Daniel mengancam memotong gajinya. Meskipun Zidane tidak pernah merasa terancam karena ia tahu Daniel tidak akan cukup berani memtong gajinya. Tapi kali ini Zidane benar.“Baiklah!” Daniel mencoba untuk tersenyum. “Mungkin lain kali Aku akan meng-google soal seseorang yang akan kucium terlebih dahulu."Zidane tertaw
“Ketika Pelakor tidak tahu diri?" Daniel membaca salah satu judul artikel dengan nada yang cukup kaget.Di dalam artikel digital yang dibaca Daniel, terdapat gambar dimana seorang gadis yang sepertinya Ariana sedang terjebak dalam ciuman dengan seorang pria yang terlihat lebih dewasa dan besar, yang sangat mirip dengan Andrian Addison. Berlokasi di dinding salah satu bar murah di kawasan Canal Street. Sepertinya, Daniel pernah syuting di sekitar lokasi itu. Kelihatannya foto artikel ini diambil sekitar tiga belas tahun yang lalu, tapi tidak banyak yang berubah. Dalam foto tersebut, Keduanya terlihat tenggelam dalam ciuman yang sangat panas. Daniel mengabaikan rasa gerah yang tiba tiba menjalari tubuhnya. Ia berusaha fokus dan mencoba untuk tidak membayangkan dirinya melakukan hal yang sama pada Ariana.Dan Daniel tidak cemburu, tentu saja. Untuk apa ia cemburu pada kekasih lama Ariana? dia juga bukan kekasih Ariana? Kenapa harus cemburu? Daniel tidak cemburu. Dia hanya tidak suka j
Daniel tidak mengerti kenapa ekspresi Zidane langsung berubah seketika, saat dia mengucapkan kalimat yang terakhir. Apakah Zidane berpikir jika dia cemburu pada Andrian Addison? “Kenapa wajahmu langsung berubah seperti itu? Ayolah! Aku dan Ariana tidak benar benar serius dalam menjalin hubungan. Apa kau takut jika aku cemburu ketika mengetahui Addison adalah matan pacar Ariana?” Tanya Daniel dengan sangat percaya dirinya.Ya, meskipun Daniel cukup terkejut jika Ariana memiliki masa lalu dengan seseorang, apalagi seorang Andrian Addison. Tapi percayalah! Jika Daniel bukanlah tipe Pria yang pencemburu. Lagi pula, setiap manusia pasti memiliki masa lalu."Astaga!” Desah Zidane yang menanggapi perkataan Daniel yang menurutnya terlalu over percaya diri. “Apakah kau benar benar tidak pernah mendengar skandal ini?""Tidak." Jawab Daniel enteng. "Skandal apa?"Zidane mendesah pasrah begitu dramatis, lagi. Melihatnya seperti itu, Daniel ingin sekali melempar sepatu ke wajah Zidane. Menurutnya