Share

keputusan Afi

Malam telah tiba, dan Afi masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Langkah apa yang akan ditempuh agar di bisa hidup tanpa bayang-bayang Alin dan suaminya. Afi mencoba membuk laptopnya untuk mengusir rasa bosannya. Ia melihat email yang ia kirimkan untuk melamar pekerjaan di sana, siapa tahu sudah ada balasan. Ada sebuah email dari salah satu perusahaan percetakan besar, Afi tersenyum lebar saat ia diundang untuk interview di sana. 

Afi adalah wanita yang pernah menamatkan kuliahnya di universitas ternama di kota mengambil fakultas sastra. ia bahkan tak akan kesulitan mendapatkan pekerjaan mengingat jejak karir yang ia lakoni sebelum menikah dengan Aldo.

Afi dulu bekerja sebagai Forwarding di sebuah perusahaan penyalur bahan makanan untuk di ekspor ke luar negeri. Gaji yang lumayan serta jabatan yang tinggi ia dapatkan dengan kerja keras. Afi terpaksa meninggalkan pekerjaan yang ia geluti demi menikah dengan Aldo. Aldo pejuang keras yang berusaha di bidang properti dan Afi sangat yakin Aldo bisa mencukupi kebutuhannya, lahir dan batin.

Tapi sayangnya, sepertinya suaminya lupa, bahwa ada perjuangan seorang Afi yang selalu mendoakan kesuksesan nya.

Afi tak berniat memberi tahu Aldo agar ia tak murka. Afi yang dikenal penurut akan menyiapkan dengan matang rencana kepergiannya nanti jika ia benar-benar sudah tak sabar.

Untuk sekarang ini Afi masih kuat jika hanya diminta mengalah untuk hal-hal sepele. Tapi ia tak bisa menjamin, kapan rasa sabar yang biasa ia tanamkan akan berubah menjadi rasa ingin melepaskan.

*****

Hari telah pagi, Afi yang sudah bersiap dari subuh memasak dan membersihkan dirinya terpaksa menggunakan baju daster biasa untuk membuat Aldo tak curiga jika ia akan pergi hari ini.

Seperti biasa, Aldo akan datang ke rumahnya jika jamnya makan pagi dan siang.

Afi sudah bisa sedikit menerima kebiasaan suaminya itu yang suka membuat hatinya perih.

"Fi, tumben kamu masak nggak banyak?" Afi memang tak memasak dengan porsi biasanya, karena ia tak ingin suaminya itu memintanya kembali mengirimkan sarapan untuk istri mudanya.

"Aku lagi males makan. Nanti kalau Alin mau sarapan, suruh masak sendiri atau beli aja online. Kan banyak, jadi nggak perlu repot-repot buat nelpon suaminya buat minta istrinya yang cantik ini mengantarnya kesana." Afi sengaja berbicara dengan Aldo dengan nada sedikit kesal, sebenarnya itu cara agar Aldo tau kalau perbuatannya itu sangat menyakiti hatinya.

"Aku kan sudah bilang sama kamu, Alin itu ngidam. Pasti kemaunnya kadang aneh-aneh, kamu mengalahlah sedikit dengannya." Aldo berbicara sambil menyantap sarapannya dengan lahap tanpa dosa.

"Mengalah? Kurang baik apa aku sama dia? Setiap malam aku mengizinkannya tidur bersama suamiku yang tak tahu arti kata adil ini. Kamu suruh aku tetap mengalah? Oke, aku mengalah. Aku akan biarkan Mas Aldo yang terhormat ini, untuk tidak lagi masuk ke rumahku. Mas harus sadar, selama ini Mas Aldo sangat keterlaluan sama aku." 

Afi benar-benar emosi kali ini. Ia tak tahu dengan jalan pikiran suaminya itu. Kenapa ia tak bisa membedakan mana cinta yang asli dan pura-pura.

Afi hanya akan memberikan sedikit gertakan pada suaminya ini agar bisa berpikir jernih dan mempertimbangkan setiap keputusannya.

"Fi, ada ada denganmu? Apakah kau mengusirku?" tanya Aldo dengan meletakan sendok yang ia gunakan untuk makan. Ia akhirnya menyudahi sarapannya karena mendengar Afi yang sepertinya sudah tak bisa ia kendalikan.

"Siapa yang diusir? Aldo, Afi, kalian sedang ribut?" Terdengar suara Bu Cahyo mertua Afi di depan pintu. Afi tak tahu sejak kapan mertuanya datang dan mendengar pembicaraan mereka.

"Afi, coba jelaskan pada Mami apa maksud perkataan Aldo. Apa kamu mengusirnya?"

"Ti_tidak, Mi, ini tidak seperti yang Mami pikirkan," ucap Afi gugup. Ia tak ingin mertuanya salah paham akan ucapannya barusan.

"Iya, Mi. Kita lagi nggak ribut kok. Mana mungkin Afi mengusirku, ini kan rumah yang aku belikan untuknya. Mami ada apa ke sini? Tumben," ucap Aldo mengalihkan pembicaraan Maminya.

"Mami kesini cuma mampir, sekalian mau ajak Afi ke rumah Alin. Mami ingi lihat kondisi Alin, biasanya orang hamil itu harus banyak perhatian." Bu Cahyo melirik Afi yang sedari tadi menatapnya bingung.

"Fi, hari ini kamu nggak ada acara kan? Gih kamu temenin Mami ke rumah Alin. Biar kalian bisa akrab dan tak selalu saling berselisih!" 

Aldo berbicara pada Afi dengan tatapan memohon. Tapi Afi sudah ada janji interview nanti. Ia akan mencari alasan untuk menolak ajakan mertua nya itu.

"Maaf, Mi. Hari ini Afi ada acara. Afi nggak bisa temani Mami kesana. Lebih baik, Mami bareng saja sama Mas Aldo. Dia juga mau ke kantor."

"Kamu mau kemana? Kenapa tak izin dulu sama Mas. Mas belum tentu izinin kamu pergi," ucap Aldo dengan muka penasarannya.

"Sudahlah, Al. Istrimu ini memang tak punya akhlak. Mana tahu dia caranya bersikap baik pada suami. Yuk, kamu anter Mami aja ke rumah Alin." Bu cahyo menarik lengan Aldo dan mengajaknya keluar rumah Afi.

Afi hanya dapat meneteskan air mata kekecewaanya. Mertua dan suaminya telah berubah. Mereka sudah bukan lagi orang yang Afi kenal. Sifat  kedua orang yang dulu ia hormati itu, sudah kehilangan rasa belas kasihnya.

Afi menghapus air matanya, dan melangkahkan kaki menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Walau kepergian kerjanya untuk hari ini harus diawali dengan kejadian tak mengenakkan, tapi ia takkan menyia nyiakan kesempatan untuk dapat bekerja.

Afi memakai blazer abu rok plisket hitam serta memoles bibirnya dengan lipstik warna nude yang membuat ia tak percaya saat menatap dirinya di cermin. Afi menyadari wajahnya sedikit berubah akibat masalah yang terjadi belakangan ini. Namun, setelah ada sapuan kosmetik yang sedikit ia aplikasikan di wajahnya membuat ia kembali percaya diri untuk tampil di depan umum.

Afi sebenarnya wanita yang pandai mempercantik diri, namun Aldo tak pernah mengizinkan dia untuk keluar rumah tanpa izinnya. Bahkan ia akan memarahinya habis-habisan jika Afi tak memberinya kabar kemana ia pergi jika tak ada di rumah.

Tadinya Afi merasa jika Aldo marah karena dia sayang akan dirinya jika sampai keluar rumah akan banyak yang menggoda nya. Ia terlalu pede sehingga melupakan inti dari perlakuan suaminya.

Egois, mungkin itu yang kini cocok menjadi karakter suaminya. Egois karena tak bisa membagi waktu dan bisa adil dalam menyikapi para istrinya. Tak ada manusia yang akan bisa meniru sifat adil seperti Rasul. Jangan sekali-kali samakan orang biasa dengan manusia pilihan Allah. Pasti itu tidak akan bisa. Sekalipun dia merasa bahwa telah adil kepada keduanya.

Afi keluar dari rumahnya dan melesat pergi mengendarai mobil merahnya menuju perusahaan tempat ia melamar pekerjaan.

Afi berdoa agar keputusannya ini diberikan kemudahan. Aldo tak akan bisa melarangnya jika ia sudah tak sanggup lagi bertahan. Jika pun ia tak menginginkan hal itu,  Afi akan memaksanya.

 Afi hanya ingin menyelamatkan rumah tangganya. Ia hanya ingin menjalin pernikahan satu kali seumur hidup. Namun jika ia tak bisa memperbaiki semuanya, ia akan memilih mundur dan mencari kebahagiaannya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status