Share

hadiah

Afi berjalan menuju rumah Alin dengan berjalan kaki karena rumah yang sangat dekat. Hanya berselang tiga rumah dari tempatnya tinggal. Afi melangkah dengan rasa yang tak bisa digambarkan. Suaminya bahkan tak memikirkan bagaimana perasaannya. Ia selalu disuruh mengalah dan mengalah. Afi akan melakukannya demi sebuah kata mengalah yang akan sampai kapan ini akan berakhir.

Keputusannya melamar pekerjaan tanpa sepengetahuan Aldo sepertinya keputusan yang baik. Lagipun, Aldo tak akan tahu jika ia bekerja di luar. Biarlah dia tak meminta izin, karena sudah di pastikan ia tak akan diizinkan. Uang yang selama ini Aldo beri bisa dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhannya pribadi. Bahkan, ia sisakan untuk di tabung jika sewaktu-waktu Aldo mencampakkannya. 

Afi gadis yang mampu membuat Aldo terpesona waktu itu. Saat acara reuni Aldo mengutarakan rasa suka nya dan berniat serius ingin meminangnya. Tentu saja Afi menyetujui keinginan Aldo, karena Aldo dan Afi memang menjalin hubungan sejak SMA.

Afi hanya mampu mengingat bayangan indah masa lalu bersama suaminya sebelum kisruh rumah tangganya dimulai sejak ada Alin. Mertuanya yang dulu sangat baik padanya pun perlahan berubah membencinya.

Entah ada apa yang salah pada diri Afi, sehingga mertua nya bisa sangat membencinya karena tak kunjung memberinya cucu dan akhirnya berpindah mendukung perbuatan Alin.

Afi menatap rumah mewah di depannya. Rumah dengan gaya nuansa khas Eropa dengan cat putih yang elegan mampu membuat semua orang yang melihatnya akan merasa kagum dengan kekayaan orang yang tinggal di dalamnya.

Lagi-lagi ia harus menarik nafas dalam mengingat semua hal ini adalah pemberian dari Aldo suaminya. Alin sengaja meminta barang-barang mewah dan tentu saja semua syaratnya ini agar Alin mau menikah dan memberikan anaknya nanti.

Aldo yang sudah sangat ingin memiliki anak tentu saja menyanggupi permintaan Alin walau tanpa persetujuan dari Afi. Baginya, keputusannya ini sangat berlebihan mengingat Aldo dan dirinya masih bisa melakukan cara lain, macam bayi tabung misalnya. Tapi Aldo menolak, karena itu tak baik baik bagi kesehatan Afi.

Afi memencet bel di pagar halaman rumah Alin, dan selang berapa lama pintu tampak terbuka. Seorang wanita dengan rambut pirang dan kulit putih berseri keluar dengan senyum palsunya.

"Mbak, sini masuk. Aku sudah menunggumu dari tadi, aku sangat lapar." Alin menggandeng tangan Afi menuju ke dalam rumahnya.

"Kenapa kamu tidak masak? Kamu kan bisa masak sendiri? Jangan manja." Afi sengaja berbicara seperti itu agar tak di anggap lemah olehnya.

"Mbak Afi kan tahu, aku tuh kalau bau aroma bawang suka mual. Nggak enak banget, biasa Mbak, orang ngidam ya gini bawaannya. Penginnya rebahan mulu," ucap Alin memegang perutnya yang masih rata.

Afi menyipitkan matanya melihat kelakuan wanita di depannya. Tidak semua orang hamil macam dirinya, malas dan banyak drama. Walau dia belum pernah merasakan hamil, tapi ia tahu bagaimana biasanya orang ngidam, dan tidak selalu seperti yang Alin bilang. Alasan saja, menurut Afi itu sangat berlebihan.

Alin menerima rantang yang Afi bawa dan membukanya.

"Wah, rendang dan sayur brokoli! Aku suka rendang tapi aku kurang suka brokoli. Aku nggak suka sayur Mbak." Alin menyingkirkan sayur brokoli dan memberikannya pada Afi.

"Sayur itu baik buat ibu hamil, kamu butuh banyak asupan vitamin biar bayinya sehat dan ibunya kuat, nggak malas dan lemah!" Afi sengaja berbicara dengan nada sedikit mengejek Alin.

"Mbak tahu, asupan vitamin C dari Mas Aldo itu sudah lebih dari cukup. Mbak tahu arti vitamin C? Vitamin Cinta, Mbak." Alin tertawa lebar di depan Afi yang menatapnya datar.

Alin memang suka sekali membuat Afi naik darah. "Saya mau pulang, kalau sudah biar saya bawa kembali rantang ini."

Afi menata kembali rantang yang berserakan  untuk  ia bawa pulang.

"Mbak, jangan di bawa pulang dulu ya, ini tinggal sini saja." Arin menarik kembali rantang yang berisi sayur brokoli.

"Katanya nggak suka sayur? Kenapa? Vitamin C Mas Aldo kurang banyak? Atau kurang memuaskan?" Afi geram dengan tingkah wanita di depannya ini.

"Mau Alin simpan buat nanti makan siang Mas Aldo. Boleh ya?" Alin mengerlingkan matanya pada Afi sehingga membuat Afi sedikit heran dengan wanita satu ini. Nggak malu sekali, sudah minta jantung minta pula ampelanya.

Setelah melakukan tugasnya mengantarkan makanan untuk, Afi bergegas pulang. Saat masih di jalan, Afi melihat seorang kurir berada di depan rumahnya. Ia pun melajukan langkahnya sedikit cepat untuk menghampirinya.

"Mbak, ada paket atas nama Aldo firmansyah. Silahkan di tanda tangani."

Afi mengangguk dan menerima paket itu. Ia penasaran paket apa yang suaminya pesan ke alamat rumahnya.

Afi membawa paket itu ke dalam dan berniat membuka nya. Namun ia urungkan dan akan memastikan dulu pada Aldo takutnya barang ini penting.

[Hallo, Assalamualaikum, Mas]

[W*'alaikum salam, Fi. Ada apa?]

[Ini ada paket dikirim ke rumah atas namamu, apa Mas yang pesan?]

[Iya, itu hadiah buat kamu karena udah sabar selama ini menghadapi Alin yang kadang kekanak-kanakan. Semoga kamu suka]

Afi sangat senang tiba-tiba suaminya memberikannya hadiah. Ia bahkan sampai tersenyum sendiri saat mendengar penuturan Aldo suaminya. Momen yang sangat disukai seorang istri jika ia mendapatkan hadiah dari suami terkasih. Begitulah Afi, ia akan mudah memaafkan jika suaminya sedikit saja mau berlemah lembut dan perhatian padanya.

[Makasih ya, Mas! Memang isinya apa?]

[Kamu buka aja, namanya juga hadiah masa di kasih tau. Nggak surprise dong nama nya. Oh ya, kamu sudah ke rumah Alin?]

Baru saja Afi merasa senang, ia sudah harus kecewa ketika suaminya menyebut wanita itu. 

[Sudah. Aku tutup dulu ya Mas telponnya, takut ganggu kamu kerja. Wassalamualaikum]

Afi menutup sambungan telepon dan mengalihkan pandangan pada benda di depannya. Tadi ia sangat antusias ingin membukanya, tapi tiba-tiba ia malas untuk mengetahui isi di dalam paket itu.

Akhirnya Afi masuk kekamar dan menyimpan hadiah itu di laci tanpa membukanya. Biarkan saja akan menjadi sebuah kenangan, bahwa suaminya pernah ingin membuatnya bahagia  di saat hatinya tersakiti. Mungkin Aldo tak tau rasa sakitnya ini, tapi ia akan sadar jika nanti ia bisa saja meninggalkannya setelah tau bahwa cinta untuk Aldo adalah cinta tak bersyarat.

Untuk kali ini Afi tidak berpikir sama sekali meninggalkan Aldo, ia masih berharap suaminya akan berubah ketika nanti anaknya dari Alin lahir.

Rasa cinta yang besar pada Aldo kadang membuatnya tersiksa. Bukan hanya harus menerima, tapi ia harus ikhlas menjalani semua suratan yang Allah gariskan padanya. Akan ada saatnya nanti, ia akan mendapatkan kebahagiaannya. Sabar kata yang mudah, tapi sangat sulit menjalankannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status