Purnomo menatap layar ponsel dalam genggamannya lalu mengernyitkan keningnya. Arga? Ah, ia baru ingat hari ini ada janji bertemu dengan rekan bisnisnya itu untuk membahas suatu pekerjaan yang sedang mereka kerjakan sama-sama. Mungkin lelaki itu menghubunginya perihal itu.
Cepat digesernya tombol terima panggilan pada layar ponselnya lalu menyahut.
[Ya, Pak Arga, gimana? Jadi kita ketemu makan siang ini?] tanya Purnomo.
[Jadi, Pak. Bapak di mana sekarang? Saya otewe ke Resto Cempaka sekarang kalau Bapak sudah ready?]
[Hmm, gimana ya, Pak, sepertinya saya nggak bisa sekarang. Soalnya istri saya pagi tadi masuk rumah sakit dan langsung operasi, Pak. Sekarang sudah di kamar perawatan, tapi nggak ada yang nungguin karena lagi gak punya ART, Pak.] sahut Purnomo lagi.
[Oh, kalau gitu lain kali saja ya, Pak. Tunggu Bapak ada waktu dulu baru kita ketemu lagi?]
[Hmm, kalau Bapak mampir sebentar ke rumah sakit ini nggak bisa ya, Pak? Saya butuh berkas
Hari ini Mila sudah boleh pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, Purnomo langsung menyuruhnya istirahat supaya lekas sembuh kembali seperti sedia kala.Di atas pembaringan, Mila membuka mulutnya."Mas, kita cari asisten rumah tangga baru ya, soalnya Bi Intan kan sudah ikut Mayang. Nggak mungkin kita nggak punya ART kan?" ujarnya saat Purnomo membantunya membaringkan tubuh di atas atas ranjang.Purnomo mengangguk."Ya, nanti mas carikan ART untuk bantu kamu di rumah," sahut laki-laki itu. Namun, Mila menggelengkan kepalanya. Ia berencana mencari asisten rumah tangga sendiri yang bisa diatur untuk menjalankan rencananya, melumpuhkan Purnomo diam-diam. Itu sebabnya ia ingin mencari ART sendiri."Nggak usah, Mas. Biar aku aja yang nyari. Kebetulan aku punya kenalan orang yang biasa kerja rumah tangga," tolak Mila."Tapi kamu masih sakit, gimana caranya mau jemput dia ke sini? Biar mas aja yang nyari.""Tapi, Mas ... aku sudah meng
"Yuni, kenapa luka mbak ya? Kok basah gini?" tanya Mila dengan nada panik sambil mengamati telapak tangan yang basah oleh cairan dari luka jahitan di bawah perutnya. Dada wanita itu berdegup kencang, takut sesuatu yang buruk menimpa dirinya."Mana, Mbak? Lukanya infeksi kali ya? Ini juga ada darahnya. Kok bisa sih, Mbak?" Yuni justru ikut panik. Dibukanya blouse Mila lalu menatap bingung pelapis jahitan yang terlihat basah dan sedikit berbau."Itu dia yang mbak tanya! Aduh ...! Perut mbak sakit banget lagi! Ambilkan handphone mbak, Yun! Mbak mau hubungi Mas Pur dulu!" teriak Mila pada Yuni.Yuni mengangguk lalu buru-buru mengambil ponsel Mila di atas lemari. Begitu menerima ponselnya, bergegas Mila menghubungi Purnomo.[Mas, jahitanku sakit dan berdarah! Nggak tahu kenapa. Anterin ke rumah sakit yuk cepat. Aku nggak tahan lagi ini!] seru Mila saat panggilan tersambung.[Lho, kok bisa? Oke, kalau gitu mas pulang cepat! Tunggu ya.] jawab Purnom
"Permisi, pasien darurat, Pak. Minta pertolongan segera," ujar Purnomo pada petugas yang berjaga di ruang Unit Gawat Darurat.Demikian juga Surya yang masuk ruangan dengan buru-buru dan menghampiri petugas yang sama."Pak, tolong ... klien saya tiba-tiba pingsan dan belum sadarkan diri sejak lima belas menit yang lalu."Mendapat laporan dua orang laki-laki yang sama-sama membawa pasien darurat dan butuh pertolongan segera, petugas tampak bingung. Namun, petugas itu kemudian segera menginstruksikan sejawatnya untuk sama-sama melakukan tindakan.Dua buah brankar kemudian didorong cepat menuju mobil di mana pasien berada.Mila yang sedang meringis kesakitan di jok depan mobil Purnomo dan Mayang yang ditidurkan di kursi tengah sambil dijaga oleh staf Surya langsung dipindahkan ke brankar dan didorong masuk ke ruang UGD.Purnomo yang tengah fokus pada kondisi Mila sama sekali tak mengenali Mayang yang terbaring tak sadarkan diri di atas brankar.
"Mana mas tahu itu anak siapa? Mayang kan sudah lama pergi dari rumah!" sahut Purnomo mengelak, pura-pura tak tertarik membahas soal pertemuan tak terduga mereka dengan sosok wanita yang pernah menghuni hidupnya itu yang lebih sebulan lalu pergi dari rumah. Padahal dalam hati lelaki itu gelisah dan ingin tahu bukan main.Ya, pertanyaan yang sama yang saat ini sepertinya tengah menggelitik benak Mila, anak siapa yang ada dalam kandungan Mayang itu?"Alah, Mas. Nggak usah pura-pura cuek dan nggak mau tahu begitu deh! Sekarang ini kamu pasti sedang mikir keras kan, yang ada di dalam rahim Mayang itu anak kamu atau bukan?" sergah Mila lagi dengan nada marah.Wanita itu memang merasa cemburu dan kesal bukan main. Di saat ia baru saja kehilangan rahimnya, Mayang yang selama ini dikabarkan mandul, justru katanya sedang berbadan dua. Siapa yang tidak keki dan iri hati?"Kok kamu jadi marah sama mas? Memangnya salah mas apa?" tanya Purnomo pura-pura tak mengerti m
Purnomo menghembuskan nafasnya begitu keluar dari ruang perawatan Mila. Benaknya masih terngiang ucapan istrinya itu soal Mayang.Tapi apa yang akan dilakukannya pada anak yang saat ini berada dalam kandungan mantan istrinya itu ya?Apa ia harus mengejar kembali mantan istrinya itu dan menafikan ketakutan Mila, sebab wanita itu sekarang tak bisa lagi memberinya keturunan karena telah kehilangan rahimnya?Purnomo mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu mencoba menghubungi nomor telepon Mayang, tetapi ternyata nomor telepon itu sudah tidak aktif. Begitu pun akun whatsapp mantan istrinya itu juga hanya centang satu saat ia berusaha mengirim pesan.Ah, ke mana ia harus mencari Mayang? Sudah dua bulan sejak kepergian perempuan itu, ia tak berusaha untuk mencari tahu sebab berpikir tak butuh lagi keberadaan perempuan itu.Namun, tern
"Saya Surya. Pengacara Ibu Mayang. Saya ke sini untuk mengecek kondisi Bu Mayang karena beliau klien saya. Jadi saya berhak memastikan kondisi kesehatan beliau karena beliau telah mempercayakan saya menangani kasus hukum yang saat ini sedang saya upayakan untuk menangani. Anda sendiri, ke sini mau apa? Di atas kertas, anda mungkin masih berstatus suami ibu Mayang, tetapi secara pribadi, Anda dan Bu Mayang mungkin sudah tidak bisa dikatakan suami istri lagi," sahut Surya sambil mengulurkan tangannya tetapi dengan kasar ditepis oleh Purnomo."Oh ya? Maksud, Anda? Pengacara? Ada apa dengan istri saya sampai harus menyewa jasa pengacara seperti Anda segala?" Purnomo makin bersikap ketus dan arogan."Hmm, begini. Jadi, Bu Mayang sudah menyerahkan perkaranya pada saya untuk ditangani. Dia ingin menggugat cerai Anda sebagai suaminya. Jadi, saya kira tidak usahlah bersikap pura-pura atau pun basa-basi lagi, Anda dan Bu Mayang mungkin tak lama lagi akan bertemu di pengadilan ag
"Kamu tahu Mila kehilangan rahimnya dan sedang sakit? Kamu tahu dari mana, May?" Purnomo memicingkan matanya."Nggak penting aku tahu dari mana! Yang jelas, aku nggak akan kembali lagi sama kamu, Mas. Jadi, silahkan pergi sekarang juga dari sini. Pergi!" seru Mayang dengan nada kalap."Oh, pasti kamu tahu dari lelaki ini bukan? Dia pengacara kamu sekaligus laki-laki yang membuat kamu berani minta cerai dari mas! Iya kan! Dengar, mas nggak akan pernah menceraikan kamu! Kecuali kamu bersedia menyerahkan bayi yang kamu kandung saat ini pada mas setelah dia lahir! Dengar itu, Mayang!" bentak Purnomo marah.Mayang pun membentak tak kalah marah."Apa? Menyerahkan bayi ini pada mas setelah dia lahir? Mas sudah gila? Tentu saja aku nggak akan menyerahkan bayi ini begitu saja sama mas. Nggak akan! Sekarang pergi mas dari rumah ini! Pergi!"Mayang keluar dari rumah lalu menghampiri sosok Purnomo dan mendorong tubuh lelaki itu supaya segera pergi tetapi
"Mas, kamu dari mana? Kok lesu gitu?" tanya Mila saat Purnomo kembali ke rumah sakit. Dilihatnya suaminya itu menekuk muka, membuatnya penasaran."Nggak papa. Ada masalah pekerjaan aja di kantor tadi," sahut Purnomo berusaha menutupi kegundahannya akibat kejadian bersama Mayang tadi di mana pada akhirnya mantan istrinya itu mengalami keguguran yang menyebabkan harapannya untuk punya anak dari benihnya sendiri pun menjadi gagal."Kenapa? Ada masalah apa?" Mila masih merasa penasaran.Purnomo menggelengkan kepalanya."Nggak. Udah selesai kok. Nggak usah dipikirin. Oh ya kamu kapan boleh pulang sama dokter? Sudah tiga hari lho kita di rumah sakit," jawab laki-laki itu lagi mengalihkan pembicaraan.Purnomo memang sedikit bertanya-tanya, kenapa sudah tiga hari berada di ruang perawatan ini tapi belum ada juga kabar dari dokter kapan mereka boleh pulang.Ia sudah mulai bosan harus tidur di ruang perawatan rumah sakit ini. Ia ingin tidur di rumah d