POV AUTHORArga menimang-nimang kertas undangan berwarna krem di tangannya dengan kening mengernyit, membaca nama yang tercetak jelas di kertas dalam genggamannya dengan kening berkerut.Mila dan Purnomo.Nama sang mempelai pria tidaklah asing lagi baginya. Dia adalah rekan bisnis yang selama ini menjadi mitra setia perusahaan.Namun, nama sang perempuan? Nama itu masih cukup asing baginya.Apalagi, setahunya Purnomo telah menikah dan memiliki seorang istri meskipun belum dikaruniai keturunan sampai dengan saat ini.Tentu saja mendapat kartu undangan pernikahan itu, benak Arga diliputi rasa kaget dan tak menyangka.Ya, apa karena tak kunjung mendapatkan keturunan, lantas rekan bisnisnya itu memutuskan untuk menikah lagi dan sekarang hendak menggelar pesta pe
POV AUTHOR"Maaf ... dengan Bapak siapa tadi? Boleh kita berkenalan?"Mila berdiri di hadapan Arga sambil mengangsurkan tangannya. Matanya menatap lekat lelaki di depannya dengan pandangan berbinar-binar, membuat Arga menelan ludah karena perasaan bingung dan tidak mengerti.Mila tak juga menarik jemarinya meski Arga hanya diam saja menanggapi uluran tangan yang ia berikan.Arga teringat perkataan Andin soal wanita ini. Wanita ini pernah membuat rumah tangga mantan istrinya itu hancur berantakan lalu mencampakkan mantan suaminya hingga menjadi gembel di jalanan.Ia tak akan mungkin melakukan hal yang sama. Membiarkan rumah tangga yang ia bina bersama Andin mengalami hal yang sama.Ia tak mungkin membiarkan hal itu terjadi lagi dalam hidup seorang Andin, wanita yang sangat ia cintai setelah mendiang
POV AUTHOR"Nggak jadi deh, Mas! Aku di kamar belakang aja. Mbak Mayang biar di kamar depan. Aku nggak papa di kamar belakang ini aja," ujar Mila saat melihat isi kamar depan dan belakang lalu membandingkan keduanya.Setelah melihat kamar belakang yang saat ini telah ditata dengan apik dan mewah oleh Bi Intan, Mila kemudian memutuskan untuk memilih tidur di sana.Melihat sikapnya itu, Mayang hanya tersenyum sinis di dalam hati.Ia tahu wanita seperti apa Mila. Wanita rakus yang tak akan pernah merasa puas menuntut Purnomo untuk menuruti semua keinginannya, termasuk soal tempat tidur.Bagi Mayang, soal kamar memang tak terlalu menjadi masalah. Di mana pun ia akan tidur, ia tak hendak mempersoalkan itu. Ia tak pernah menyembunyikan rahasia apa pun dalam kamar pribadinya, karena semua barang berharga miliknya telah ia simpan di tempat tersem
Pagi-pagi sekali Purnomo sudah bangun tidur dan langsung mendatangi Mayang yang juga baru terjaga dari tidur.Dilihatnya bayi Calvin masih tertidur di atas ranjang yang sama yang biasanya ia tempati bersama istri pertamanya itu.Purnomo pun mengulas senyum masam. Bayi ini, sejak pertemuannya dengan Mila, selalu menjadi masalah. Dari keberatan istri mudanya itu saat pertama kali dipinang olehnya sebab tak mau berbagi posisi jika ia sendiri juga punya anak kandung bersama Purnomo nanti, sampai saat ini saat istri mudanya itu merasa terganggu oleh tingkah laku rewel bayi itu sementara Mayang justru lebih memilih tetap mempertahankan bayi lelaki itu ketimbang mengembalikannya ke orang tua kandungnya sendiri atau pun menyerahkannya ke panti asuhan.Dan itu membuat hati Purnomo benar-benar gundah. Benar-benar bayi ini membuat masalah, pikirnya."Ada apa, Mas?" tanya Mayang
Usai berucap demikian, Mayang membalikkan badannya lalu mendekati tempat tidur dan menggendong Calvin yang terbangun karena teriakannya.Wanita itu segera mengganti baju putra angkatnya lalu memasukkan pakaiannya sendiri ke dalam tas. Setelah itu segera bersiap pergi.Sementara Purnomo hanya menatap Mayang dengan bibir tersungging senyum tipis. Seolah kehilangan istri yang sudah mendampingi hidupnya sekian lama itu tak terlalu menjadi masalah baginya."Permisi! Aku pergi!" ucap Mayang dengan nada ketus pada lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu.Diambilnya kunci mobil dan tas pakaiannya lalu berjalan cepat ke luar kamar.Purnomo hanya mengedikkan bahu lalu mengikuti langkah Mayang ke luar kamar."Nyonya, Nyonya sama Den Calvin mau ke mana? Kok bawa tas segala?"Di
Setelah perjalanan selama kurang lebih satu jam lamanya, Mayang menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah besar bertingkat dua di kawasan perumahan yang cukup jauh dari permukiman penduduk.Mayang memang sengaja menuju rumah ini. Selain rumah ini merupakan peninggalan dari kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia, suasana yang asri dan adem memang membuat wanita itu merasa lebih kerasan tinggal di sini ketimbang tinggal di kompleks perumahan yang padat penduduk dan sumpek.Di sini ia tentu bisa menenangkan diri dengan lebih baik ketimbang di lokasi perumahan yang ramai.Usai memarkir kendaraannya, Mayang pun turun sambil menggeret tas pakaiannya sementara Bi Intan mengikutinya dari belakang sambil menggendong Calvin dan menjinjing tas di tangannya.Saat sedang berjalan, Bi Intan membuka mulutnya."Ini rumah siapa ya, Nya? Kita baka
"Sayang, kamu kenapa?" Purnomo cemas bukan main saat sosok istri mudanya mendadak lunglai dan hampir tumbang jika tak buru-buru ia pegangi. Sementara dalam dekapannya, Mila terus menghela nafas berulang-ulang, berusaha meredakan gejolak batinnya yang menjerit meronta-ronta. Ya, benarkah Calvin adalah putra kandung yang pernah dijual Heru pada sepasang suami istri yang butuh keturunan? Dan pasangan suami istri itu ternyata adalah Mayang dan Purnomo, laki-laki yang saat ini telah resmi menjadi suaminya? Ya, Tuhan. Mengapa dunia bisa jadi sesempit ini? Keluh Mila. Selama ini ia sering bertanya-tanya ke mana perginya putra yang pernah ia lahirkan dulu. Namun, tanpa ia duga-duga ternyata bayi itu sudah ada di depan matanya tetapi tak disadari karena kebodohan, keegoisan dan ketidakpekaan dirinya s
"Jadi istri saya hamil dan sekarang keguguran? Benar begitu ya, dokter?" tanya Purnomo lemah. "Benar, Pak. Dan kita harus melakukan pembersihan rahim secepatnya supaya istri anda cepat pulih kembali. Gimana, Pak?" "Baiklah, dokter! Lakukan yang terbaik untuk istri saya. Masalah biaya tidak usah dipermasalahkan dok, berapa pun biayanya, akan saya sanggupi." "Baik, Pak. Kalau begitu, saya siapkan operasinya segera." "Terima kasih, dok. Tolong istri saya ya. Sudah bertahun-tahun saya mendambakan keturunan tetapi ternyata kenyataannya seperti ini. Hanya satu harapan saya, istri saya segera pulih kembali, dan bisa hamil lagi, dok!" sahut Purnomo. Dokter mengangguk lalu mengaminkan doa dan harapan Purnomo. ***** Purnomo menatap lemah saat sosok Mila didorong menuju ruang operasi. Hatinya remuk redam tak karuan. Harapannya kandas. Namun, tak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah karena semua sudah terlambat. Mila sudah