Dua minggu sepeninggal Ayahnya, hidup Kinan berubah. Tidak tampak lagi keceriaan yang tergambar pada wajahnya. Selalu menyendiri dan merenung jika tidak dihampiri temannya. Hampa, ia benar-benar kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya.
Sebelum berangkat sekolah, sekarang ia membantu Ibunya. Menitipkan nasi bungkus dan berbagai macam kue di setiap warung yang tidak jauh dengan rumahnya. Tidak ada pemasukan, membuat mereka harus berputar otak mencari penghasilan.Kinan duduk termenung di bangkunya menunggu pelajaran dimulai. Alya yang sudah sedari tadi di sampingnya seperti tidak ia hiraukan."Udahan sedihnya! Kasian Ayah lo juga, Kin!" Alya mengelus bahu Kinan. Kinan memberikan senyum paksa seraya memandang sahabatnya. Ia menggangguk dan mencoba mengiyakan. Walaupun sulit, tapi ia terus berusaha kuat menjalani hidup ini hanya dengan Ibunya saja.Saat bel istirahat berbunyi, Kinan juga tidak pergi ke kantin. Ia merasa sangat berdosa pada Ibunya jika harus jajan sesuka hatinya seperti dulu. Gadis itu kini merasakan betapa susahnya mencari uang.Kevin yang memperhatikannya sedari tadi berjalan pelan mendekati. Ia menggoda Kinan dengan sengaja mengagetkannya."Woi ... nglamun terus!" Kinan terlonjak sembari memegangi dadanya."Apaan sih, Vin?" tanyanya dengan membuang muka."Nggak ke kantin?" Gadis itu hanya menggelengkan kepala. "Ayo, gue traktir makan!" Kevin meraih pergelangan tangan Kinan."Gue, masih kenyang!"Alya yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas membuat Kinan malu, ia melepas paksa tangan Kevin. Alya berdehem seraya mencebikkan bibir. Alya ternyata mengambil uang sakunya yang tertinggal di tas."Kalau nanti malam, gimana? Lo ada acara, nggak?" tanya Kevin yang seolah tidak menganggap Alya ada. Sikap Alya menunjukan sangat tidak menyukainya saat mendekati Kinan."Gu-gue ...." Kinan tidak mampu mengiyakan ajakan Kevin karena ada Alya yang masih berdiri menatap mereka."Enak banget ya lo Vin, kemarin kencan sama Diva nanti malam ganti sama Kinan. Terus besok sama siapa lagi?" sindir tajam Alya.Kinan mengerutkan dahi menatap setiap kata yang keluar dari mulut sahabatnya itu. Ia setengah tidak percaya dengan ucapannya. Namun, bukankah Kevin memang sudah biasa seperti itu?Rupanya perhatian lebih yang selama ini Kevin berikan padanya benar-benar menggoyahkan hati Kinan. Ia bahkan begitu mudah melupakan kesepakatannya bersama Alya agar tidak terlalu dekat dengan Kevin."Lo bicara apa sih, Al? Gue cuma ngajak Kinan makan." Raut wajah Kevin begitu tidak suka dengan semua ucapan Alya."Eh Vin ... gue itu nggak rela, sekali lagi nggak rela! Kalau Kinan, terus lo manfaatin! Dia itu gadis baik-baik.""Al ... Kevin hanya pengen nepatin janjinya. Dia dulu janji sama gue mau traktir makan. Cuma itu!" Kinan berdiri seolah tidak terima Alya menuduh Kevin.Alya merasa seperti sangat tidak dihargai. Ia pergi dari kelas meninggalkan mereka dengan perasaan dongkol. Sungguh tidak menyangka, Kinan lebih memilih membela Kevin dari pada ia."Memang, lo nanti mau mengajak gue ke mana?" tanya Kinan.Kevin mencebikkan bibir dan duduk mendekatinya. "Memang lo bener mau?" Gadis itu mengangguk. "Nanti gue jemput ya?""Tapi, pulangnya jangan malam-malam gue kasihan nyokap sendiri.""Iya ... tenang aja!"Sampai bel masuk berbunyi mereka masih saja asyik bercanda. Di perhatikan teman satu kelas seperti sudah biasa bagi Kinan. Hanya Alya yang mampu mengusir Kevin agar segera kembali ke bangkunya.Alya berbisik pada Kinan, "Lo jadi kencan sama dia?" Tanpa Kinan menjawab sepertinya ia sudah tau jawabannya. "Semalam pas gue pergi ke cafe, lihat dia jalan sama Diva. Sumpah, gue nggak bohong!" timpal Alya lagi."Ya mungkin mereka lagi makan biasa, sama kayak gue sama dia. Sudah dong Al, gue sama Kevin cuma teman." Alya hanya diam, ia tidak peduli dengan ucapan Kinan. Sampai waktu pulang sekolah tiba, tidak satu kata yang keluar dari mulutnya."Nanti gue jemput jam tujuh, ya!" Kinan menoleh ke arah Kevin dengan raut wajah bersemu. Ia mengangguk kemudian menatap Alya yang terus menekuk mukanya."Gue mau pulang!" pamit Alya dengan bibir mengerucut. Suasana kelas sepi hanya tinggal beberapa siswa saja."Gue nebeng boleh, nggak?" rayu Kinan dengan mengangkat sebelah alis."Ya udah, ayo cepet! Gue ditunggu Mama, ada acara keluarga."Kinan mengangguk bahagia. Mereka seperti terburu-buru. Di sepanjang menuju tempat parkir, Kinan terus saja berusaha menggoda Alya. Namun, semua serasa percuma. Sahabatnya itu masih tidak rela jika Kinan dekat Kevin."Tunggu! Buku paket gue ketinggalan." Kinan menghentikan langkah Alya. Alya berdecak kesal. "Kita ambil dulu ya!" Gadis itu menarik tangan sahabatnya kembali ke kelas dengan langkah cepat.Matanya melebar sempurna saat melihat Kevin dan Runa, siswa kelas sebelah sedang duduk berdekatan di dalam kelas yang sepi. Kevin tidak sadar akan kedatangan Kinan. Tatapan begitu tajam, belaian lembut serta perhatian yang ia berikan pada Runa, membuat Kinan terasa tertampar."Lo lihat sendiri 'kan? Itu cowok udah bawaan dari lahir kayak gitu!" sindir Alya yang semakin membuat sesak dada Kinan.Kinan sengaja berjalan menyenggol meja dan berdehem mengambil buku paket yang tertinggal. Kevin terlonjak, ia melepas gengaman tangannya dari Runa."Kok, balik lagi?" Laki-laki itu berdiri menghadap Kinan."Maaf ganggu!" Kinan mengangkat buku paketnya. "Buku gue ketinggalan," ucapnya dengan wajah geram. Ia kemudian langsung pergi keluar kelas dengan menekuk mukanya."Kinan nanti jangan lupa, ya!" teriak Kevin yang membuatnya menghentikan langkah. Kedua angan Kinan mengepal kuat, dahinya berkerut dalam, pembuluh darah tampak tegang di lehernya. Seolah tidak menyakiti hatinya, Kevin dengan santai mengucap seruan itu.Kinan melirik tajam ke arah Kevin dan teman wanitanya. "Kayaknya, nanti malam gue nggak bisa! Lupain aja janji lo itu!" Kinan menggandeng tangan Alya keluar dari kelas. Ini sangat menyakitkan bagi perasaannya.Mereka melangkahkan kaki lebar menuju tempat parkir. Alya tersenyum semringah melihat sahabatnya sadar akan keburukan Kevin. Mereka jalan bergandengan mengambil motor Alya."Nah gitu dong, Kin! Jangan gampang kegoda sama cowok suka nemplok sana sini kayak Kevin!" sindir Alya yang kini sudah mengendari motor dan memboncengnya."Gue itu nggak kegoda, cuma ngerespons. Akhir-akhir ini dia baik banget. Dia selalu ngehibur, nemenin gue ....""Dan lo, nyaman sama itu semua, 'kan? Akhirnya, lo naruh hati sama kebaikannya," sambar Alya. Kinan berdecak kesal. "Dia itu ngelakuin kayak gitu, nggak cuma sama lo, Kin! Tapi, hampir semua cewek," lanjutnya lagi.Kinan hanya terdiam dengan wajah cemberut. Ia tau kenyataan itu. Ingin sekali menutup rapat
"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya!" pesan Ibunya. Pipi Kinan bersemu melihat Kevin yang meliriknya. Gadis itu melempar pandangannya ke dalam rumah."Pasti dong Tante, ya udah aku pulang dulu!" pamitnya."Nggak masuk dulu!" Ibunya menunjuk dalam rumah.Kevin menggelengkan kepala. "Nanti malam saja Tante, tadi udah ngobrol sebentar sama Kinan di pinggir jalan!" Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum.Kinan terus memandangi wajah tampan itu sebelum Kevin masuk dalam mobilnya. Ia terus melempar senyum sampai mobil Kevin keluar dari halaman rumahnya."Hust!" Ibunya mengagetkannya. "Kamu suka sama dia?""Apaan sih, Bu?" Kinan langsung masuk dalam rumah karena malu."Dari matamu nggak bisa bohong. Kamu suka sama Kevin? Dia anak baik dari pertama bertemu dulu. Ibu suka, dia sopan juga."Kinan berjalan menuju dapur dan diikuti Ibunya. "Ibu belum kenal dia aja. Dia anak orang kaya. Pemilik yayasan. Nggak pantas aja Kinan bersandi
Hembusan napas Kevin semakin terasa di wajah Kinan. Begitu dekat jarak wajah mereka membuat Kinan pasrah. Ia memejamkan kelopak matanya kuat."Gue, suka bibir lo, indah!" Perlahan-lahan Kinan membuka matanya dan Kevin posisi Kevin masih tetap sama. Gadis itu menipiskan bibirnya malu."Ma-makasih!" ucapnya dengan terbata-bata.Kevin menyelipkan anak rambut panjang Kinan yang terurai di telinga gadis itu. "Lo tau, gue suka cewek kayak lo."Kinan mengerutkan kening tidak percaya. "Me-mang, gue kenapa?""Lo, apa adanya."Kinan membuang muka dan memberi senyum setengah. Ia seperti tidak ingin percaya dengan ucapan yang keluar dari laki-laki di hadapannya ini. Namun, ia juga tidak bisa menolak hatinya yang berbunga-bunga."Vin ...!"Laki-laki itu berdehem. "Lo, jangan bilang sama Alya, ya! Kalau kita ... jalan berdua kayak gini. Gu-gue, nggak mau aja dia marah. Lo tau sendiri 'kan, Alya nganggep lo mempermainkan gue!""Gue kel
Semenjak ciuman yang diberikan Kevin pada Kinan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat. Kevin lebih sering menghabiskan waktu istirahat dan pulang sekolah bersamanya. Namun, mereka masih merahasiakan kedekatan mereka dari Alya. Bersikap seolah-olah dingin di depan sahabatnya itu setiap kali bertemu sebenarnya membuat Kinan tak enak hati. Ia seperti membohongi Alya, tapi kenyamanan saat bersama Kevin juga ia butuhkan sampai sekarang.Saat mereka pulang bersama, dari arah berlawanan tampak Rivan, teman kelas sebelah dengan wajah geram melangkahkan kaki lebar mendekati mereka. Kinan menjerit saat tonjokan keras Rivan lemparkan ke wajah Kevin dan membuat laki-laki yang dekat dengannya itu jatuh tersungkur. Ini membuat Kinan tidak bisa berdiam diri, menyaksikan Rivan yang mencengkeram kerah baju Kevin dan akan memukulnya lagi."Berhenti, Van! Lo, apa-apaan sih?" teriak Kinan yang mendorong Rivan menjauhi Kevin.“Gue tau lo siapa, Vin. Tapi jangan sesuka ha
“Lo kenapa seharian ngejauhin gue? Gue juga beberapa kali ngirim pesan, tapi nggak lo balas." Kinan membuang muka geramnya. Ia mengusap gusar bibirnya jika mengingat ciumannya dulu bersama Kevin. Begitu menjijikannya bibir laki-laki itu tidak hanya menyentuh bibirnya saja."Lo itu jahat, Vin!" teriak Kinan yang diikuti isak tangis. "Jadi selama ini lo deketin gue, cuma untuk manfaatin gue?" tanya gadis itu dengan mengangkat kedua alis.Kevin mengerutkan kening seolah bingung dengan ucapan Kinan. "Manfaatin, apa maksud lo?"Kinan menyapu air matanya dengan cepat. Ia seperti tak ingin menangis di depan laki-laki seperti Kevin. "Gue bodoh, memang bodoh. Tapi, gue nggak akan lagi tertipu sama sikap lo. Mulai sekarang
Hari berganti begitu cepat. Keinginan Kinan untuk melepas seragam dan membantu Ibunya mencari uang akan segera terwujud. Ujian berjalan dengan baik. Walaupun nilai yang didapat gadis itu tak sempurna, tapi ia puas akan usaha maksimal yang diraihnya. Kevin benar-benar menjauhi Kinan, begitu pula sebaliknya. Semua menjadi dingin. Tak ada tegur sapa. Kevin tak berubah. Ia masih saja mendekati teman wanita lain tanpa memusingkan status hubungannya. Itu yang membuat Kinan harus yakin menutup rapat pintu hatinya. Namun, apa ia bisa semudah itu? Jika setiap malam ia masih terus memikirkannya. "Nanti kita rayain kelulusan bareng, ya!" ajak Alya yang kini berjalan berdampingan dengan Kinan menuju tempat parkir. Sahabat Kinan itu memutuskan untuk kuliah di luar kota, pasti akan membuatnya rindu kebersamaan mereka selama ini. "Berdua aja?" "Sama cowok gue. Kita 'kan bakal jarang ketemu, ya?" rengek Alya dengan wajah memelas. Kinan memundurkan kepal
Ini adalah hari terakhir bagi Kinan dan semua siswa kelas dua belas. Hari perpisahan yang dihadiri oleh para wali murid juga di sebuah gedung sekolah ini. Dengan memakai kebaya berwarna abu-abu ditambah riasan wajah membuat Kinan sangat cantik. Semua tertegun padanya. Pasalnya, baru sekarang gadis itu tampil dengan begitu anggunnya. Tak terkecuali dengan Kevin yang mata elangnya terus tertuju pada Kinan. Alya dan Kinan tampak bersenda gurau dengan penampilan mereka. Ini juga hari di mana mereka akan berpisah. Menikmati waktu sembari berfoto bersama tak mereka lupakan begitu saja. Kinan yang merasa diawasi Kevin seketika dirinya canggung. Ia menarik Alya menjauh dari tempat di mana mereka berdiri dan duduk di tempat duduk yang disediakan. "Kenapa?" tanya Alya keheranan. Kinan menoleh ke arah Kevin yang ternyata masih memperhatikannya. Alya pun ikut menoleh. "Oh ... jadi lo gugup diawasi buaya itu? Takut diterkam? Atau takut masuk lubangnya lagi? Ngomong-ngomon
Hari begitu cepat berganti. Pagi ini Kinan bersiap membantu Ibunya menjual semua makanan. Ia juga tak malu memakai sepedanya berkeliling menjajakan makanan itu pada setiap orang yang ia temui. Berjualan di taman yang kebetulan ini adalah hari libur membuat dagangannya laris tak bersisa. Ia bangga akan hal ini dan tak sabar untuk segera pulang. Ia mengayuh sepedanya dengan wajah berseri. Keranjang yang kosong membuatnya sepedanya ringan dan semakin bersemangat pulang. Bernyanyi seraya melirik kiri kanan. Mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan terakhirnya kini. "Kinan!" teriak Gino yang semakin mempercepat laju motornya. Ia kemudian memelankan kecepatan motornya saat sudah di samping Kinan. Kinan memberi senyum terpaksa pada pacar sahabatnya itu. "Lo, mau kemana?" tanya laki-laki itu yang semakin mendempetnya. Kinan membuang muka, ia tak nyaman dengan semua ini. "Gue mau pulang," jawabnya singkat dengan mengayuh cepat sepedanya. "Oh ..