"Eh ... maaf-maaf!" teriak Kinanti Putri siswa kelas dua belas yang tidak sengaja menabrak teman-temannya yang berlalu lalang. Ia lari terbirit-birit ketakutan karena teman laki-laki sekelasnya sengaja menakuti dengan seekor anak kucing liar yang entah mengapa terus saja mendekati Kinan sejak di kantin.
Sambil mengendong si anak kucing tadi, Kevin Arkananta, cucu pemilik yayasan tidak henti mengejar Kinan. Phobia Kinan terhadap hewan berbulu sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Suara langkah kaki mereka bahkan menjadi pusat perhatian. Banyak teman yang terkekeh geli melihat raut wajah ketakutannya saat bertemu dengan hewan itu."Berhenti nggak, Vin? Kalau lo masih nekat nakutin gue, bakal gue laporin lo ke BK!" ancam Kinan yang sepertinya tidak mampu menakuti Kevin. Napasnya terus memburu. Kinan tidak tau lagi di mana akan bersembunyi, ia pun lari menuju kelas.Sampai ia tiba di depan kelasnya dan menoleh ke arah Kevin yang semakin dekat saja, tidak sengaja gadis itu menabrak sebuah meja yang berada di depannya. "Ahk ...!" pekiknya dengan memegangi pusat intim tubuhnya. Tak sanggup menahan rasa sakit yang luar biasa itu, membuatnya terjatuh di lantai.Kevin yang tiba-tiba datang langsung membuang asal kucing liar itu, mendekati Kinan yang sangat jelas saat itu butuh pertolongan karena posisi kelas kosong."Lo kenapa?" tanya Kevin dengan mengerutkan dahi dalam.Kinan terus menangis. Dengan susah payah ia berdiri dan Kevin melihat rok bagian belakangnya terdapat noda darah. Matanya terbelalak, ia tidak tau yang terjadi pada teman wanitanya itu."Itu apa?" tunjuknya pada gadis itu. Kinan mencoba melihat ke arah belakang. Laju air matanya semakin deras melihat noda darah yang melekat di rok abu-abunya."Hah ... gimana ini? Jangan-jangan selaput dara gue robek?" ucapnya lirih dengan wajah cemas, "ini tuh gara-gara lo Vin!" teriaknya dengan isak tangis tiada henti."Lah, kok gue?""Udah gue bilang 'kan jauhin kucing itu! Tapi nekat aja. Gue udah nggak perawan lagi! Siapa yang bakal mau sama gue?" Kinan terduduk menangis menenggelamkan wajahnya di lipatan kedua tangan dan kakinya."Maaf!" ucap Kevin dengan berjongkok mendekatinya.
"Maaf lo, nggak akan mampu ngembaliin keperawanan gue! Jangan ngerasa karena lo anak orang penting di sekolah ini, lalu seenaknya aja sama siswa lain. Gue sekolah di sini juga bayar," gertak Kinan sambil menangis. Kinan menatap Kevin dengan penuh kebencian. Ia merasa mahkota yang sangat di jaga selama tujuh belas tahun ini telah terenggut karena kejadian konyol seperti ini.
"Lah terus, gue harus gimana?" tanya Kevin dengan mengerutkan dahi, "atau gini aja deh, kalau nggak ada satu cowok pun yang mau sama lo, gue bakal tanggung jawab!"
Kinan berusaha berdiri dan menyapu air mata yang belum mengering di pipi dengan punggung tangannya. "Gue nggak sudi kalau kelak punya laki model kayak lo! Yang ada, lo bakal terus selingkuhin gue! Gue cuma pengen, keperawanan gue balik!" Kevin hanya terdiam. Permintaan Kinan menurut Kevin sangatlah sulit untuk dikabulkan. Bagaimana ia harus mengembalikan? Andai waktu dapat berputar kembali, mungkin ia tak akan mengejar gadis itu.Bel tanda masuk kelas pun tiba-tiba berbunyi. Perdebatan mereka terhenti karena teman-temannya memasuki kelas. Gadis itu berjalan pelan menahan rasa perih menuju bangkunya. Kevin terus menatapnya dengan wajah datar.
"Lo kenapa Kin?" tanya Alya yang kini sudah duduk di bangku sebelah Kinan. Mata Kinan merah, sesekali ia menghapus satu dua tetes yang mengalir begitu saja. Hanya gelengan kepala ia berikan atas pertanyaan Alya. Rasanya, ia masih belum terima dengan kenyataan yang ada di otaknya jika sudah tak perawan lagi.
Kevin terus saja memandangi Kinan yang tertunduk terdiam. Sampai pulang sekolah dan kelas kosong Kinan masih duduk di bangkunya.
"Lo nggak, pulang?" tanya Kevin yang berjalan menghampirinya. Ia duduk menggeser kursi seraya menatap lekat gadis itu.
"Biar semua orang pergi dulu!" ucapnya lirih dengan membuang muka."Lo bawa motor?" Kinan menggelengkan kepala, "gue anterin pulang mau?" tanya Kevin dengan mengangkat sebelah alis.Kinan memandangnya sejenak kemudian mengalihkan kembali. Wajah tampan penuh penyesalan yang sebenarnya terkenal hobi merayu wanita itu tiba-tiba menggerakkan sedikit perasaannya. Kinan mengangguk pelan. Ia juga tidak tau harus bagaimana pulang dalam keadaan terpuruk seperti ini."Masih sakit?" Kevin mendekati wajah cantiknya kemudian menyapu air mata yang sedikit mengering dengan punggung jarinya. Kinan tertegun dengan sikap Kevin yang menurutnya berbeda dari selama ini yang ia kenal. "Tutup aja rok lo sama jaket gue!" Laki-laki itu membuka jaketnya.Kinan berdiri dan Kevin melingkarkan lengan jaketnya di perut gadis itu. Ia menggandeng tangan Kinan keluar kelas. Suasana sekolah yang sudah sepi membuat langkah mereka tidak ragu menuju tempat parkir sekolah itu."Lo tunggu sini! Gue, ambil motor dulu!" Kinan mengangguk dengan perintah Kevin. Sebuah motor sport berwarna hitam dengan segera menghampirinya. "Lo bisa 'kan naiknya?" tanya Kevin sedikit ragu. "Gue coba!" ucap Kinan lirih. Kevin berdehem dengan memegangi tangan Kinan yang berusaha mencari pegangan saat menaiki motor itu."Sakit?" Kevin menoleh kebelakang. "Sedikit perih!" "Apa perlu ke dokter dulu?""Enggak perlu ... gue takut!"Kevin mengangguk. "Pegangan ya!" Kinan melingkarkan kedua tangannya ke perut Kevin. Ia mengendalikan motornya dengan berhati-hati menuju rumah Kinan.Sekitar sepuluh menit perjalanan, Kinan masih tertunduk lemas saat sampai di halaman rumahnya. "Gue, pulang dulu ya!" pamit Kevin.Gadis itu mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumah tanpa menoleh ke arah Kevin. Kevin menundukkan kepalanya dan menarik garis lengkung bibirnya melihat Ibu Kinan di depan pintu.
"Kamu kenapa Kinan?" tanya Ibunya yang sangat hafal raut wajah tidak biasa anak gadisnya itu. Tanpa menjawab pertanyaan Ibunya, ia langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di ranjang."Siapa tadi? Pacar kamu? Tampan sekali dia. Ibu suka dengan lesung pipinya. Dia sepertinya anak yang ramah ya! Perhatian lagi sama kamu!"Kinan berdecak kesal. Semua ucapan yang keluar dari mulut Ibunya seolah menambah dongkol perasaannya. Rasa perih itu yang belum juga hilang semakin bertambah besar."Ya udah, Ibu aja yang pacaran sama dia! Aku ogah," sindir Kinan dengan tangan yang terus mencengkram perutnya, "aku sakit juga gara-gara dia Bu!""Ibu doain, kalian kelak berjodoh!""Eh, amit-amit. Ibu mau anak satu-satunya ini diselingkuhi? Dia itu buaya.""Ya wajar, namanya juga laki-laki. Ayah kamu dulu juga gitu, sebelum ketemu Ibu banyak teman wanitanya. Biasanya pilih yang terbaik." Kinan terus ternganga mendengar ucapan Ibunya, "perutmu kenapa?" tanya wanita paruh baya itu yang melihat tangan anak gadisnya sedari tadi memegangi bagian bawah perutnya. Kinan tidak berani berkata jujur. Akibat ketakutan yang menghantui pikirannya, tawaran dari Ibunya untuk pergi ke dokter pun ia tolak.Pagi ini, Kevin terus memandangi bangku Kinan yang kosong. Alasan tidak masuk sekolah karena sakit semakin membuat penyesalan dalam dirinya bertambah besar. Rasa takut dan khawatir terlukis jelas di wajah tampannya.Ia melayangkan pertanyaaan pada Alya, "Al ... Kinan sakit apa?"Alya mengangkat kedua bahu kemudian menurunkannya. "Dari kemarin dia udah kelihatan sakit. Bukannya, terakhir sama lo? Jangan-jangan Kinan sakit gara-gara lo takutin kucing!" tuduh Alya. Kevin memberi senyum setengah dan mengalihkan pandangannya tanpa menjawab pertanyaan Alya.Saat waktu istirahat tiba, Kevin mencoba mengambil ponselnya dan menghubungi Kinan. Sudah dua panggilan ia tunggu, tapi tidak ada jawaban. Apa separah itu keadaannya?Ia melangkahkan kaki lebar pergi ke kantin mencari Alya, berniat mengajak gadis itu untuk menjenguk Kinan. Ia merasa tidak enak hati saja jika menjenguk sendiri."Hai Vin! Mau ke kantin ya?" Gadis cant
Hari sudah berganti. Kinan mencium tangan Ayahnya yang mengantar sekolah pagi ini. "Belajar yang rajin ya Nak! Ayah yakin, kelak kamu pasti jadi wanita hebat.""Iya Yah. Ayah hati-hati di jalan, ya!""Ya sudah kamu masuk sana!" pinta Ayahnya karena bel sudah berbunyi. Kinan mengangguk lalu tiba-tiba saja ingin memeluk erat Ayahnya. Setelah ia puas memeluk Ayahnya, gadis itu berlari dan melambaikan tangannya beberapa kali. Laki-laki paruh baya itu membalasnya dengan senyuman.Pagi ini suasana kelas terdengar begitu bising. Suara gelak tawa dari teman-teman Kinan yang sedang melepas canda tawa tidak begitu ia pedulikan. Gadis itu melangkahkan kaki cepat dan terus menundukkan kepala menuju bangkunya.Alya yang sudah berada sejak tadi di sampingnya, melirik sejenak ke arah Kinan. Seruan Kinan untuk merahasiakan semua semalam sedikit membuat Alya kecewa. Menurut gadis itu, perbuatan Kevin tidak bisa begitu saja dibiarkan.L
Kinan gugup dan berusaha menghindar dengan tangan sibuk mengambil tasnya."Ayo, nanti nyokap lo nyari!" ajak Kevin yang sekarang sudah bersiap dengan mengulurkan tangannya.Kinan berusaha tidak mengindahkan uluran tangan itu. Berjalan mendahului Kevin, tapi berharap dalam hati kecilnya jika laki-laki itu akan terus mengejarnya.Ia tiba-tiba menghentikan langkah, melihat sekelilingnya yang masih di penuhi siswa lain yang bersiap keluar sekolah untuk pulang."Ada apa?" tanya Kevin dengan wajah datar."Biar sepi dulu! Gue malu, boncengan sama lo!" Kevin tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya. Ia lalu mencebikkan bibir dan mengangguk-anggukan kepala. Kinan duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari mereka.Kevin pun mengikuti dan duduk di sebelahnya. "Kenapa, lo malu jalan sama gue?" tanya Kevin."Lo 'kan cowok popular di sekolah ini.""Gue, nggak ngerasa kayak gitu!"Kinan mem
Dua minggu sepeninggal Ayahnya, hidup Kinan berubah. Tidak tampak lagi keceriaan yang tergambar pada wajahnya. Selalu menyendiri dan merenung jika tidak dihampiri temannya. Hampa, ia benar-benar kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya.Sebelum berangkat sekolah, sekarang ia membantu Ibunya. Menitipkan nasi bungkus dan berbagai macam kue di setiap warung yang tidak jauh dengan rumahnya. Tidak ada pemasukan, membuat mereka harus berputar otak mencari penghasilan.Kinan duduk termenung di bangkunya menunggu pelajaran dimulai. Alya yang sudah sedari tadi di sampingnya seperti tidak ia hiraukan."Udahan sedihnya! Kasian Ayah lo juga, Kin!" Alya mengelus bahu Kinan. Kinan memberikan senyum paksa seraya memandang sahabatnya. Ia menggangguk dan mencoba mengiyakan. Walaupun sulit, tapi ia terus berusaha kuat menjalani hidup ini hanya dengan Ibunya saja.Saat bel istirahat berbunyi, Kinan juga tidak pergi ke kantin. Ia merasa san
Kinan melirik tajam ke arah Kevin dan teman wanitanya. "Kayaknya, nanti malam gue nggak bisa! Lupain aja janji lo itu!" Kinan menggandeng tangan Alya keluar dari kelas. Ini sangat menyakitkan bagi perasaannya.Mereka melangkahkan kaki lebar menuju tempat parkir. Alya tersenyum semringah melihat sahabatnya sadar akan keburukan Kevin. Mereka jalan bergandengan mengambil motor Alya."Nah gitu dong, Kin! Jangan gampang kegoda sama cowok suka nemplok sana sini kayak Kevin!" sindir Alya yang kini sudah mengendari motor dan memboncengnya."Gue itu nggak kegoda, cuma ngerespons. Akhir-akhir ini dia baik banget. Dia selalu ngehibur, nemenin gue ....""Dan lo, nyaman sama itu semua, 'kan? Akhirnya, lo naruh hati sama kebaikannya," sambar Alya. Kinan berdecak kesal. "Dia itu ngelakuin kayak gitu, nggak cuma sama lo, Kin! Tapi, hampir semua cewek," lanjutnya lagi.Kinan hanya terdiam dengan wajah cemberut. Ia tau kenyataan itu. Ingin sekali menutup rapat
"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya!" pesan Ibunya. Pipi Kinan bersemu melihat Kevin yang meliriknya. Gadis itu melempar pandangannya ke dalam rumah."Pasti dong Tante, ya udah aku pulang dulu!" pamitnya."Nggak masuk dulu!" Ibunya menunjuk dalam rumah.Kevin menggelengkan kepala. "Nanti malam saja Tante, tadi udah ngobrol sebentar sama Kinan di pinggir jalan!" Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum.Kinan terus memandangi wajah tampan itu sebelum Kevin masuk dalam mobilnya. Ia terus melempar senyum sampai mobil Kevin keluar dari halaman rumahnya."Hust!" Ibunya mengagetkannya. "Kamu suka sama dia?""Apaan sih, Bu?" Kinan langsung masuk dalam rumah karena malu."Dari matamu nggak bisa bohong. Kamu suka sama Kevin? Dia anak baik dari pertama bertemu dulu. Ibu suka, dia sopan juga."Kinan berjalan menuju dapur dan diikuti Ibunya. "Ibu belum kenal dia aja. Dia anak orang kaya. Pemilik yayasan. Nggak pantas aja Kinan bersandi
Hembusan napas Kevin semakin terasa di wajah Kinan. Begitu dekat jarak wajah mereka membuat Kinan pasrah. Ia memejamkan kelopak matanya kuat."Gue, suka bibir lo, indah!" Perlahan-lahan Kinan membuka matanya dan Kevin posisi Kevin masih tetap sama. Gadis itu menipiskan bibirnya malu."Ma-makasih!" ucapnya dengan terbata-bata.Kevin menyelipkan anak rambut panjang Kinan yang terurai di telinga gadis itu. "Lo tau, gue suka cewek kayak lo."Kinan mengerutkan kening tidak percaya. "Me-mang, gue kenapa?""Lo, apa adanya."Kinan membuang muka dan memberi senyum setengah. Ia seperti tidak ingin percaya dengan ucapan yang keluar dari laki-laki di hadapannya ini. Namun, ia juga tidak bisa menolak hatinya yang berbunga-bunga."Vin ...!"Laki-laki itu berdehem. "Lo, jangan bilang sama Alya, ya! Kalau kita ... jalan berdua kayak gini. Gu-gue, nggak mau aja dia marah. Lo tau sendiri 'kan, Alya nganggep lo mempermainkan gue!""Gue kel
Semenjak ciuman yang diberikan Kevin pada Kinan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat. Kevin lebih sering menghabiskan waktu istirahat dan pulang sekolah bersamanya. Namun, mereka masih merahasiakan kedekatan mereka dari Alya. Bersikap seolah-olah dingin di depan sahabatnya itu setiap kali bertemu sebenarnya membuat Kinan tak enak hati. Ia seperti membohongi Alya, tapi kenyamanan saat bersama Kevin juga ia butuhkan sampai sekarang.Saat mereka pulang bersama, dari arah berlawanan tampak Rivan, teman kelas sebelah dengan wajah geram melangkahkan kaki lebar mendekati mereka. Kinan menjerit saat tonjokan keras Rivan lemparkan ke wajah Kevin dan membuat laki-laki yang dekat dengannya itu jatuh tersungkur. Ini membuat Kinan tidak bisa berdiam diri, menyaksikan Rivan yang mencengkeram kerah baju Kevin dan akan memukulnya lagi."Berhenti, Van! Lo, apa-apaan sih?" teriak Kinan yang mendorong Rivan menjauhi Kevin.“Gue tau lo siapa, Vin. Tapi jangan sesuka ha