Share

Aku Perawan
Aku Perawan
Author: Okta Diana

Noda Darah

"Eh ... maaf-maaf!" teriak Kinanti Putri siswa kelas dua belas yang tidak sengaja menabrak teman-temannya yang berlalu lalang. Ia lari terbirit-birit ketakutan karena teman laki-laki sekelasnya sengaja menakuti dengan seekor anak kucing liar yang entah mengapa terus saja mendekati Kinan sejak di kantin.

Sambil mengendong si anak kucing tadi, Kevin Arkananta, cucu pemilik yayasan tidak henti mengejar Kinan. Phobia Kinan terhadap hewan berbulu sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Suara langkah kaki mereka bahkan menjadi pusat perhatian. Banyak teman yang terkekeh geli melihat raut wajah ketakutannya saat bertemu dengan hewan itu.

"Berhenti nggak, Vin? Kalau lo masih nekat nakutin gue, bakal gue laporin lo ke BK!" ancam Kinan yang sepertinya tidak mampu menakuti Kevin. Napasnya terus memburu. Kinan tidak tau lagi di mana akan bersembunyi, ia pun lari menuju kelas.

Sampai ia tiba di depan kelasnya dan menoleh ke arah Kevin yang semakin dekat saja, tidak sengaja gadis itu menabrak sebuah meja yang berada di depannya. "Ahk ...!" pekiknya dengan memegangi pusat intim tubuhnya. Tak sanggup menahan rasa sakit yang luar biasa itu, membuatnya terjatuh di lantai.

Kevin yang tiba-tiba datang langsung membuang asal kucing liar itu, mendekati Kinan yang sangat jelas saat itu butuh pertolongan karena posisi kelas  kosong.

"Lo kenapa?" tanya Kevin dengan mengerutkan dahi dalam.

Kinan terus menangis. Dengan susah payah ia berdiri dan Kevin melihat rok bagian belakangnya terdapat noda darah. Matanya terbelalak, ia tidak tau yang terjadi pada teman wanitanya itu.

"Itu apa?" tunjuknya pada gadis itu. Kinan mencoba melihat ke arah belakang. Laju air matanya semakin deras melihat noda darah yang melekat di rok abu-abunya.

"Hah ... gimana ini? Jangan-jangan selaput dara gue robek?" ucapnya lirih dengan wajah cemas, "ini tuh gara-gara lo Vin!" teriaknya dengan isak tangis tiada henti.

"Lah, kok gue?"

"Udah gue bilang 'kan jauhin kucing itu! Tapi nekat aja. Gue udah nggak perawan lagi! Siapa yang bakal mau sama gue?" Kinan terduduk menangis menenggelamkan wajahnya di lipatan kedua tangan dan kakinya.

"Maaf!" ucap Kevin dengan berjongkok mendekatinya.

"Maaf lo, nggak akan mampu ngembaliin keperawanan gue! Jangan ngerasa karena lo anak orang penting di sekolah ini, lalu seenaknya aja sama siswa lain. Gue sekolah di sini juga bayar," gertak Kinan sambil menangis. Kinan menatap Kevin dengan penuh kebencian. Ia merasa mahkota yang sangat di jaga selama tujuh belas tahun ini telah terenggut karena kejadian konyol seperti ini.

"Lah terus, gue harus gimana?" tanya Kevin dengan mengerutkan dahi, "atau gini aja deh, kalau nggak ada satu cowok pun yang mau sama lo, gue bakal tanggung jawab!"

 

Kinan berusaha berdiri dan menyapu air mata yang belum mengering di pipi dengan punggung tangannya. "Gue nggak sudi kalau kelak punya laki model kayak lo! Yang ada, lo bakal terus selingkuhin gue! Gue cuma pengen, keperawanan gue balik!"

 

Kevin hanya terdiam. Permintaan Kinan menurut Kevin sangatlah sulit untuk dikabulkan. Bagaimana ia harus mengembalikan? Andai waktu dapat berputar kembali, mungkin ia tak akan mengejar gadis itu.

Bel tanda masuk kelas pun tiba-tiba berbunyi. Perdebatan mereka terhenti karena teman-temannya memasuki kelas. Gadis itu berjalan pelan menahan rasa perih menuju bangkunya. Kevin terus menatapnya dengan wajah datar.

"Lo kenapa Kin?" tanya Alya yang kini sudah duduk di bangku sebelah Kinan. Mata Kinan merah, sesekali ia menghapus satu dua tetes yang mengalir begitu saja. Hanya gelengan kepala ia berikan atas pertanyaan Alya. Rasanya, ia masih belum terima dengan kenyataan yang ada di otaknya jika sudah tak perawan lagi.

Kevin terus saja memandangi Kinan yang tertunduk terdiam. Sampai pulang sekolah dan kelas kosong Kinan masih duduk di bangkunya.

"Lo nggak, pulang?" tanya Kevin yang berjalan menghampirinya. Ia duduk menggeser kursi seraya menatap lekat gadis itu.

"Biar semua orang pergi dulu!" ucapnya lirih dengan membuang muka.

"Lo bawa motor?" Kinan menggelengkan kepala, "gue anterin pulang mau?" tanya Kevin dengan mengangkat sebelah alis.

Kinan memandangnya sejenak kemudian mengalihkan kembali. Wajah tampan penuh penyesalan yang sebenarnya terkenal hobi merayu wanita itu tiba-tiba menggerakkan sedikit perasaannya. Kinan mengangguk pelan. Ia juga tidak tau harus bagaimana pulang dalam keadaan terpuruk seperti ini.

"Masih sakit?" Kevin mendekati wajah cantiknya kemudian menyapu air mata yang sedikit mengering dengan punggung jarinya. Kinan tertegun dengan sikap Kevin yang menurutnya berbeda dari selama ini yang ia kenal. "Tutup aja rok lo sama jaket gue!" Laki-laki itu membuka jaketnya.

Kinan berdiri dan Kevin melingkarkan lengan jaketnya di perut gadis itu. Ia menggandeng tangan Kinan keluar kelas. Suasana sekolah yang sudah sepi membuat langkah mereka tidak ragu menuju tempat parkir sekolah itu.

"Lo tunggu sini! Gue, ambil motor dulu!" Kinan mengangguk dengan perintah Kevin. Sebuah motor sport berwarna hitam dengan segera menghampirinya. "Lo bisa 'kan naiknya?" tanya Kevin sedikit ragu.

 

"Gue coba!" ucap Kinan lirih. Kevin berdehem dengan memegangi tangan Kinan yang berusaha mencari pegangan saat menaiki motor itu.

"Sakit?" Kevin menoleh kebelakang.

 

"Sedikit perih!"

 

"Apa perlu ke dokter dulu?"

"Enggak perlu ... gue takut!"

Kevin mengangguk. "Pegangan ya!" Kinan melingkarkan kedua tangannya ke perut Kevin. Ia mengendalikan motornya dengan berhati-hati menuju rumah Kinan.

Sekitar sepuluh menit perjalanan, Kinan masih tertunduk lemas saat sampai di halaman rumahnya. "Gue, pulang dulu ya!" pamit Kevin.

Gadis itu mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumah tanpa menoleh ke arah Kevin. Kevin menundukkan kepalanya dan menarik garis lengkung bibirnya melihat Ibu Kinan di depan pintu.

"Kamu kenapa Kinan?" tanya Ibunya yang sangat hafal raut wajah tidak biasa anak gadisnya itu. Tanpa menjawab pertanyaan Ibunya, ia langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di ranjang.

"Siapa tadi? Pacar kamu? Tampan sekali dia. Ibu suka dengan lesung pipinya. Dia sepertinya anak yang ramah ya! Perhatian lagi sama kamu!"

Kinan berdecak kesal. Semua ucapan yang keluar dari mulut Ibunya seolah menambah dongkol perasaannya. Rasa perih itu yang belum juga hilang semakin bertambah besar.

"Ya udah, Ibu aja yang pacaran sama dia! Aku ogah," sindir Kinan dengan tangan yang terus mencengkram perutnya, "aku sakit juga gara-gara dia Bu!"

"Ibu doain, kalian kelak berjodoh!"

"Eh, amit-amit. Ibu mau anak satu-satunya ini diselingkuhi? Dia itu buaya."

"Ya wajar, namanya juga laki-laki. Ayah kamu dulu juga gitu, sebelum ketemu Ibu banyak teman wanitanya. Biasanya pilih yang terbaik." Kinan terus ternganga mendengar ucapan Ibunya, "perutmu kenapa?" tanya wanita paruh baya itu yang melihat tangan anak gadisnya sedari tadi memegangi bagian bawah perutnya. Kinan tidak berani berkata jujur. Akibat ketakutan yang menghantui pikirannya, tawaran dari Ibunya untuk pergi ke dokter pun ia tolak.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status