Semenjak ciuman yang diberikan Kevin pada Kinan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat. Kevin lebih sering menghabiskan waktu istirahat dan pulang sekolah bersamanya. Namun, mereka masih merahasiakan kedekatan mereka dari Alya. Bersikap seolah-olah dingin di depan sahabatnya itu setiap kali bertemu sebenarnya membuat Kinan tak enak hati. Ia seperti membohongi Alya, tapi kenyamanan saat bersama Kevin juga ia butuhkan sampai sekarang.
Saat mereka pulang bersama, dari arah berlawanan tampak Rivan, teman kelas sebelah dengan wajah geram melangkahkan kaki lebar mendekati mereka. Kinan menjerit saat tonjokan keras Rivan lemparkan ke wajah Kevin dan membuat laki-laki yang dekat dengannya itu jatuh tersungkur. Ini membuat Kinan tidak bisa berdiam diri, menyaksikan Rivan yang mencengkeram kerah baju Kevin dan akan memukulnya lagi.
"Berhenti, Van! Lo, apa-apaan sih?" teriak Kinan yang mendorong Rivan menjauhi Kevin.
“Gue tau lo siapa, Vin. Tapi jangan sesuka hati lo, ngencani semua cewek! Lo tau, 'kan Sonya itu cewek gue?" bentaknya dengan mengguncang tubuh Kevin.
Kevin hanya tersenyum setengah dan membuang mukanya. "Lo salah sangka. Gue sama Sonya, nggak ada hubungan apa-apa."
"Nggak ada hubungan apa-apa lo bilang?" tanya Rivan dengan bola mata yang hampir keluar. Ekspresi wajahnya mengeras. Pembuluh darah tampak tegang di lehernya.
Kinan menggelengkan kepala tak percaya. "Rivan, kalau lo masih nekat memukuli Kevin, bakal gue laporkan ke BK!" ancam Kinan yang mampu membuat laki-laki itu melepaskan Kevin.
"Lo ngapain belain cowok kayak dia Kin?” sindir Rivan. “Awas aja kalau lo berani ngulangi lagi!" ancamnya pada Kevin. Ia pergi begitu saja dari mereka. Kinan membantu Kevin berdiri dan memeriksa bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.
"Gue, nggak apa-apa kok! Makasih ya, lo udah nolongin gue!"
Kinan tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Membantu Kevin berdiri dan mereka berjalan kembali menuju tempat parkir. Gadis itu tidak curiga dan sangat percaya jika Kevin seburuk yang di pikirkan Rivan.
"Vin ...!" teriak Diva yang menghentikan langkah Kinan dan Kevin yang sedang berjalan beriringan menuju tempat parkir. Mereka menoleh ke arah suara itu. Wajah Kinan berkerut saat Diva berlari kecil mendekati Kevin. "Nanti malam ada acara, nggak? Eh tunggu, lo kenapa?" tanya Diva dengan memegangi pipi Kevin.
"Gue nggak apa-apa kok." Kevin berusaha menepis tangan Diva. "Kebetulan nggak ada acara, kenapa?" tanya Kevin dengan memiringkan kepala.
"Papa ngundang Om Daniel makan malam di rumah, kamu ikutan, ya!" pinta Diva.
"Memang boleh?"
"Boleh dong, ini cuma makan malam biasa. Bukan soal bisnis."
Hati Kinan seperti tercubit. Ia ingin pergi menjauhi mereka. Menunduk terdiam, tidak tau apa yang harus dilakukan. Haruskah pura-pura tidak mendengarkan?
"Ya udah deh. Gue pulang dulu, ya!" Kevin mengangguk dan tersenyum. Diva berjalan pergi meninggalkan Kinan dan Kevin.
Wajah Kinan semakin cemberut. Ia kemudian melangkahkan kaki pelan menjauhi Kevin. "Tungguin gue dong!" Laki-laki itu berlari kecil mengikuti Kinan. "Lo, kenapa?" tanyanya.
"Enggak," jawab Kinan singkat.
"Mukanya kok ditekuk gitu?"
"Gue, nggak apa-apa kok."
Di perjalanan pulang Kinan hanya terdiam. Sampai halaman rumahnya gadis itu masih menekuk wajahnya. Hanya ucapan terima kasih yang keluar dari mulutnya.
***
Keesokan harinya Kinan melihat Kevin dan Diva bercanda tawa menuju kelasnya. Ia semakin melebarkan langkah kakinya untuk sampai dulu di kelas sebelum Kevin datang.
Ia membuang muka saat Kevin menyapanya pelan. Laki-laki itu hanya merasa ada yang aneh pada Kinan. "Nanti ke kantin bareng ya, Al!" ajak Kinan yang membuat Alya keheranan.
"Tumben?" Alya memundurkan kepalanya dengan dahi berkerut. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Kinan. Ia terdiam sampai bel istirahat berbunyi.
Kinan menarik tangan Alya keluar kelas. Sudah tergambar jelas di pikirannya semalam pasti Kevin dan Diva sangatlah mesra, seperti dirinya yang menghabiskan waktu bersama Kevin selama ini.
Setelah dari kantin dan berjalan beriringan bersama Alya ke kelas, ada perasaan tak enak di hatinya. Kevin tak ada di kelas, ke mana dia?
“Gue mau ke taman sebentar, Al!" pamit Kinan dengan tergesa-gesa. Alya mengerutkan kening penasaran, ia diam-diam mengikuti Kinan dari belakang.
Kinan berjalan cepat menuju taman sekolah di mana Kevin sering mengajaknya setiap hari. Di kursi itu ia melihat laki-laki yang dicarinya sedang duduk berdua bersama Sonya yang tak lain adalah pacar Rivan.
Kevin tampak begitu mesra dengan menyelipkan anak rambut gadis di sampingnya. Hal itu sama persis yang ia lakukan pada Kinan. Kinan tak mampu berpikir jernih lagi. Pasti Kevin sudah melakukan hal yang lebih dari sekadar ini pada gadis itu.
Penglihatan Kinan menjadi buram karena air mata yang tiba-tiba keluar. Ia menyapu dan berusaha mencoba tenang. Melihat mereka, begitu menyakitkan membuatnya tak kuat dan ingin segera pergi dari sana.
"Alya?" Kinan terlonjak mengetahui Alya tiba-tiba ada di belakangnya. Sejak kapan sahabatnya itu ada di sana?
Kinan membuang muka dan berusaha membersihkan air mata yang belum mengering agar Alya tak mengetahuinya.
"Kenapa? Lo sakit hati Kevin bersama cewek lain? Bukankah, itu hal yang biasa dia lakukan selama ini?" sindir Alya dengan menyunggingkan bibir sebelah.
Kinan menggelengkan kepalanya. "Enggak, gu-gue ...."
"Lo cemburu?" sambar Alya. Alya memberikan senyum setengah pada Kinan. Lalu membalikkan badan Kinan ke arah Kevin dan Sonya. "Lo, lihat mereka!" tunjuk Alya.
Ia menoleh ke belakang. Mata Kinan terbelalak, hatinya seperti dihujam puluhan pisau saat melihat Kevin mencium bibir Sonya sama persis yang ia lakukan pada Kinan. Air mata Kinan mengalir lagi. Penyesalan akan memberikan bibirnya secara cuma-cuma pada laki-laki semakin membuatnya terpuruk.
Kevin yang ia pikir perhatian dan mulai berubah ternyata masih sama. Seperti gadis bodoh, Kinan mengumpat dirinya sendiri. Ia tak sanggup lagi. Berlari ke dalam kelas diikuti oleh Alya.
Terdiam, gadis itu masih terdiam. Pertanyaan Alya seperti tak ia hiraukan. Sampai pelajaran dimulai dan Kevin mulai berjalan tanpa dosa masuk ke kelas, Kinan masih dengan tatapan yang kosong.
"Al nanti tolong anterin aku pulang, ya!" ucapnya lirih. Alya mengangguk. Kinan tak sedikit pun melirik ke arah Kevin. Ia tak peduli lagi. Hatinya sudah hancur. Baginya kesucian dan ciuman pertamanya telah hilang oleh laki-laki yang selama ini ia mulai percayai.
Saat bel pulang berbunyi. Dengan tergesa-gesa Kinan membereskan semua buku-bukunya. Memasukkan ke dalam tas, dan menggandeng tangan Alya keluar kelas.
Kevin yang melihat sikap aneh Kinan menjadi penasaran. Ia berjalan mengikuti mereka dan menghentikan langkah mereka dengan berteriak, "Kinan, berhenti!"
Laki-laki itu berlari mendekati mereka. Tatapan mata penuh amarah Kinan dan Alya tunjukan padanya. Kevin mengerutkan dahi bingung, tak tau apa salah yang ia perbuat.
"Mau apa lagi lo?" gertak Kinan
“Lo kenapa seharian ngejauhin gue? Gue juga beberapa kali ngirim pesan, tapi nggak lo balas." Kinan membuang muka geramnya. Ia mengusap gusar bibirnya jika mengingat ciumannya dulu bersama Kevin. Begitu menjijikannya bibir laki-laki itu tidak hanya menyentuh bibirnya saja."Lo itu jahat, Vin!" teriak Kinan yang diikuti isak tangis. "Jadi selama ini lo deketin gue, cuma untuk manfaatin gue?" tanya gadis itu dengan mengangkat kedua alis.Kevin mengerutkan kening seolah bingung dengan ucapan Kinan. "Manfaatin, apa maksud lo?"Kinan menyapu air matanya dengan cepat. Ia seperti tak ingin menangis di depan laki-laki seperti Kevin. "Gue bodoh, memang bodoh. Tapi, gue nggak akan lagi tertipu sama sikap lo. Mulai sekarang
Hari berganti begitu cepat. Keinginan Kinan untuk melepas seragam dan membantu Ibunya mencari uang akan segera terwujud. Ujian berjalan dengan baik. Walaupun nilai yang didapat gadis itu tak sempurna, tapi ia puas akan usaha maksimal yang diraihnya. Kevin benar-benar menjauhi Kinan, begitu pula sebaliknya. Semua menjadi dingin. Tak ada tegur sapa. Kevin tak berubah. Ia masih saja mendekati teman wanita lain tanpa memusingkan status hubungannya. Itu yang membuat Kinan harus yakin menutup rapat pintu hatinya. Namun, apa ia bisa semudah itu? Jika setiap malam ia masih terus memikirkannya. "Nanti kita rayain kelulusan bareng, ya!" ajak Alya yang kini berjalan berdampingan dengan Kinan menuju tempat parkir. Sahabat Kinan itu memutuskan untuk kuliah di luar kota, pasti akan membuatnya rindu kebersamaan mereka selama ini. "Berdua aja?" "Sama cowok gue. Kita 'kan bakal jarang ketemu, ya?" rengek Alya dengan wajah memelas. Kinan memundurkan kepal
Ini adalah hari terakhir bagi Kinan dan semua siswa kelas dua belas. Hari perpisahan yang dihadiri oleh para wali murid juga di sebuah gedung sekolah ini. Dengan memakai kebaya berwarna abu-abu ditambah riasan wajah membuat Kinan sangat cantik. Semua tertegun padanya. Pasalnya, baru sekarang gadis itu tampil dengan begitu anggunnya. Tak terkecuali dengan Kevin yang mata elangnya terus tertuju pada Kinan. Alya dan Kinan tampak bersenda gurau dengan penampilan mereka. Ini juga hari di mana mereka akan berpisah. Menikmati waktu sembari berfoto bersama tak mereka lupakan begitu saja. Kinan yang merasa diawasi Kevin seketika dirinya canggung. Ia menarik Alya menjauh dari tempat di mana mereka berdiri dan duduk di tempat duduk yang disediakan. "Kenapa?" tanya Alya keheranan. Kinan menoleh ke arah Kevin yang ternyata masih memperhatikannya. Alya pun ikut menoleh. "Oh ... jadi lo gugup diawasi buaya itu? Takut diterkam? Atau takut masuk lubangnya lagi? Ngomong-ngomon
Hari begitu cepat berganti. Pagi ini Kinan bersiap membantu Ibunya menjual semua makanan. Ia juga tak malu memakai sepedanya berkeliling menjajakan makanan itu pada setiap orang yang ia temui. Berjualan di taman yang kebetulan ini adalah hari libur membuat dagangannya laris tak bersisa. Ia bangga akan hal ini dan tak sabar untuk segera pulang. Ia mengayuh sepedanya dengan wajah berseri. Keranjang yang kosong membuatnya sepedanya ringan dan semakin bersemangat pulang. Bernyanyi seraya melirik kiri kanan. Mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan terakhirnya kini. "Kinan!" teriak Gino yang semakin mempercepat laju motornya. Ia kemudian memelankan kecepatan motornya saat sudah di samping Kinan. Kinan memberi senyum terpaksa pada pacar sahabatnya itu. "Lo, mau kemana?" tanya laki-laki itu yang semakin mendempetnya. Kinan membuang muka, ia tak nyaman dengan semua ini. "Gue mau pulang," jawabnya singkat dengan mengayuh cepat sepedanya. "Oh ..
"Kinan ...!” Devan kembali menarik pergelangan tangan Kinan yang terus berusaha meninggalkannya. “Gue tau lo pasti bohong, ‘kan? Lo gadis baik-baik, nggak mungkin ngelakuin kayak gitu.” “Itu hanya perkiraan lo aja Van, kenyataan yang sebenarnya gue, udah nggak perawan lagi. Nggak percaya? Tanya aja sama Alya! Dia tau semua rahasia gue. Sudahlah, Van! Gue capek, mau istirahat. Jadi lo boleh pergi, bahkan lupain aja perjodohon Alya pada kita! Gue sadar diri.” Devan masih diam terpaku mendengar semua pengakuan Kinan. Gadis itu tak peduli lagi, ia membanting pintu rumahnya keras dan berlari ke dalam kamar. Panggilan dari Ibunya pun tak diindahkan. Duduk terdiam di dalam kamar, seketika membuat Kinan mengingat Kevin. Tak ada kabar darinya setelah acara perpisahan sekolah. Nomor telepon yang ia hapus dari kontaknya sedikit membuat menyesal. Apa Kevin benar-benar tak mau tau lagi dengannya? Kinan pun tak mengikuti group alumni sekolahnya dulu. Menurutnya, in
Aldo dan Gino sudah berjanjian malam ini di salah satu klub yang berada di kota ini. Menghabiskan malam di tempat hiburan ini, berkumpul bersama teman-teman mereka.Sambil menghisap kuat nikotin itu, Kevin yang kebetulan adalah teman Aldo dan Gino saat kuliah sekarang, tersenyum menyeringai saat mengetahui dua temannya itu datang.“Lama banget, kalian? Gue udah jamuran nungguinnya!” tanya Kevin dengan jari yang kini menjepit puntung rokok itu kemudian menghisapnya kembali. Asap dari rokok itu ia tiupkan pada Aldo saat duduk mendekatinya, yang membuatnya refleks memukul bahu Kevin.Ruang VIP ini seperti sudah menjadi langganan mereka bersenang-senang bersama. Kevin mematikan rokoknya yang masih setengah ke dalam asbak. Ia kemudian menuang wine ke gelas cantik berkaki yang disediakan klub ini.Saat akan meneguk minuman berwarna merah gelap itu, tiba-tiba Diva datang mengagetkan mereka bertiga. Ia berlari kecil dan duduk di antara Kevin dan Aldo.
Gino terus menelepon Kinan sepulang dari klub. Ia sudah berusaha berkali-kali mengirim pesan sejak Kinan pulang sendiri tadi siang. Namun, tak ada jawaban dari gadis itu.Waktu sudah sangat larut. Sebenarnya, Gino tak sabar untuk menemui Kinan di rumahnya. Tidak peduli apakah mengganggu atau tidak, ia mengemudikan mobilnya ke arah rumah Kinan.Ponsel yang bergetar langsung ia sambar. Berharap Kinan yang memberi balasan, tapi nyatanya Alya yang dari pagi ia abaikan. Gino melempar kembali ponselnya. Keputusan Alya untuk memilih kuliah jauh darinya, membuat Gino kesal.Tak satu dua kali, ponselnya terus mengganggu konsentrasinya menyetir. Ia terpaksa mengangkat telepon Alya. “Ada apa sih, Yang?” tanyanya dengan wajah cemberut.“Lo kemana aja? Akhir-akhir ini susah banget dihubungi,” gerutu Alya.“Gue, diperjalanan. Mau balik. Nanti kalau nyampe rumah, gue telpon lagi.” Gino langsung mematikan ponsel dan membantingny
Sudah beberapa bulan ini Gino berusaha mendekati Kinan. Namun, gadis itu semakin membuatnya geram. Kinan terus menolak cinta Gino, mengabaikan perhatiaannya dan juga terus menghindar.Kinan merasa tak enak hati pada Alya, membuatnya malu untuk menghubungi bahkan, hanya menanyakan kabar pada sahabatnya itu.Kinan sepulang dari bekerja bergegas mandi dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Ibunya kini sudah terbiasa sendiri untuk berjualan. Kesibukan Kinan bekerja, membuatnya jarang membantu pekerjaan Ibunya.“Kinan ... ada Gino tuh!” teriak Ibunya dari balik pintu kamar. Kinan berdecak kesal. Bagaimana caranya agar laki-laki itu menjauhinya?Gadis itu membuka pintu kamarnya. “Biarin aja, Bu! Kinan lagi males ketemu sama dia.”“Nggak boleh gitu, lah! Ayo sana temuin!”Gadis itu memamerkan wajah cemberut pada Ibunya. Namun, sepertinya percuma. Ibunya menarik tangannya untuk keluar menemui Gino.“Ke