"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya!" pesan Ibunya. Pipi Kinan bersemu melihat Kevin yang meliriknya. Gadis itu melempar pandangannya ke dalam rumah.
"Pasti dong Tante, ya udah aku pulang dulu!" pamitnya.
"Nggak masuk dulu!" Ibunya menunjuk dalam rumah.
Kevin menggelengkan kepala. "Nanti malam saja Tante, tadi udah ngobrol sebentar sama Kinan di pinggir jalan!" Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum.
Kinan terus memandangi wajah tampan itu sebelum Kevin masuk dalam mobilnya. Ia terus melempar senyum sampai mobil Kevin keluar dari halaman rumahnya.
"Hust!" Ibunya mengagetkannya. "Kamu suka sama dia?"
"Apaan sih, Bu?" Kinan langsung masuk dalam rumah karena malu.
"Dari matamu nggak bisa bohong. Kamu suka sama Kevin? Dia anak baik dari pertama bertemu dulu. Ibu suka, dia sopan juga."
Kinan berjalan menuju dapur dan diikuti Ibunya. "Ibu belum kenal dia aja. Dia anak orang kaya. Pemilik yayasan. Nggak pantas aja Kinan bersanding sama dia. Kinan sadar siapa, Bu!"
Ibunya mengangguk dan mengelus bahunya. "Iya ... Ibu hanya bercanda!"
Kinan memundurkan kepalanya. "Tapi, dulu Ibu doain aku dan dia berjodoh?"
Ibu Kinan terkekeh dan menutup mulutnya. "Ya, 'kan mungkin aja terkabul."
"Dia seperti itu nggak cuma sama Kinan aja, Bu!" Kinan menundukan pandangannya, lalu memandang Ibunya serius, "sama teman yang lain, juga baik."
Ibu Kinan memeluknya. "Berarti memang orangnya seperti itu. Jadi, kamu jangan besar kepala!" seru beliau dengan menyentuh ujung hidung anak gadisnya.
Ini bagaikan peringatan keras bagi Kinan. Kinan menunduk terdiam sejenak, kemudian mengangkat kepalanya. "Iya Bu!"
***
Malam yang dinanti Kinan sudah tiba. Gadis itu membuka sedikit gorden kamarnya, ia tersenyum semringah melihat Kevin datang tepat waktu. Kali ini dengan mobilnya yang tadi.
Celana jeans dan kaus berwarna hitam membuat semakin tampan laki-laki itu. Kinan mengigiti bibir bawahnya. Ia tak mampu menyembunyikan perasaan bahagianya.
Berlari keluar kamar dan membuka pintu untuk Kevin. Laki-laki itu menatap Kinan dengan senyuman menggoda. Gadis itu terlihat cantik walaupun hanya dengan baju dan riasan wajah sederhana.
"Lo, cantik!" ucap Kevin berbisik.
Pipi Kinan kini seperti kepiting rebus. Ia sangat malu dengan pujian itu. Membuatnya sedikit melayang. Namun, ia segera menepisnya untuk mengusir perasaan aneh yang muncul.
Mereka berpamitan pada Ibu Kinan. Kevin membukakan pintu mobil dan juga membantu Kinan memakai sabuk pengamannya. Melajukan mobil santai sembari menikmati pemandangan malam yang ada di kota ini.
Kevin menghentikan mobilnya di sebuah cafe, di mana ia biasa makan dan menghabiskan waktunya dengan teman wanitanya. Mereka bergandengan masuk ke dalam seperti layaknya pasangan kekasih. Kinan begitu menikmati waktu bersamanya. Perlakuan Kevin membuatnya benar-benar sulit untuk keluar dari zona nyaman ini.
"Makanlah! Ini makanan favorit gue di sini," seru Kevin dengan mendekatkan pesanan makanan yang ia pilih tadi.
"Oh ... iya?" Kevin mengangguk. Kinan melanjutkan ucapannya lagi, "sama siapa lo biasa ke sini?"
Laki-laki itu menelan paksa makanan yang belum terkunyah sempurna. Ia mengambil minuman di depannya dan menyiram tenggorokannya.
"Ya ... kadang sama teman. Kadang juga sendiri."
Kinan mencebikkan bibir dan menganggukkan kepalanya dua kali. Ia mulai memakan makanan yang dipesan Kevin.
"Ini enak, kenapa lo tadi siang nggak makan di sini aja. Malah makan nasi bungkus gue?" Gadis itu memasukkan satu suapan ke mulutnya.
"Gue kangen sama masakan rumahan. Mak-maksud gue masakan Mama," jawabnya ragu. Kinan memberikan senyum terpaksa. Merasa sedikit bersalah dengan pertanyaan itu lagi. "Lo suka jalan sama gue?" tanya Kevin yang membuatnya gugup.
Kevin menaruh sendok dan garpu itu di atas piring dan menatap lekat Kinan. "Ten-tentu," jawabnya terbata-bata.
"Jangan marah kayak tadi, ya!" Kemudian laki-laki itu melanjutkan makannya.
Kinan terdiam sejenak. Ia sedikit bingung dengan perasaannya. "Apa, lo punya hubungan lebih sama Runa?"
Kevin menggelengkan kepala. "Nggak ... kita cuma temenan."
Gadis itu mengangguk. "Tapi, kalian kelihatan mesra."
"Ah ... bisa aja lo. Gue cuma nganggapnya teman, sama seperti yang lainnya." Sedikit ada perasaan lega di hati gadis itu.
Setelah makan selesai, Kevin mengajak Kinan pergi ke salah satu taman kota. Laki-laki itu menggandeng tangan Kinan dan mengajaknya berlari.
Lampu warna-warni dan tanaman hias membuat semakin indah malam ini. Kinan menarik tangan Kevin dan mengajaknya bermain ayunan. Kevin mengayun Kinan pelan dari belakang.
"Lo, suka sama ayunan?" bisiknya yang membuat Kinan menggedik geli. Gadis itu mengangguk malu.
"Vin, gue mau beli telur gulung itu, boleh?" tanyanya dengan menunjuk salah satu penjual yang berderet rapi menjajakan makanan.
Kevin mengangguk. "Gue beliin! Lo, tunggu sini!" Kinan menggigiti bibir bawah dan menahan senyum bahagia. Tidak menyangka Kevin hari ini begitu memerlakukan ia spesial.
Satu bungkus telur gulung sudah ada di tangan Kevin. Laki-laki itu berjongkok dan menyuapi Kinan. Pipinya begitu bersemu. Ia seperti ahli dalam membuat hati wanita melambung tinggi.
Kinan kemudian mengambil satu telur gulung dan menyuapi mulut Kevin. Kevin terkekeh dan memakan makanan yang tidak pernah ia makan sebelumnya itu.
"Ini, lumayan enak!" ucapnya dengan mengunyah pelan.
"Lo, pasti baru makan makanan kayak ini?" Laki-laki mengangguk, "ini jajanan kesukaan gue dari dulu. Makanan yang berderet itu enak semua, Vin. Ada cilok, cireng, siomay, baso, gulali dan masih banyak lagi. Lo, harus cobanya satu-satu!" seru Kinan dengan lahap memakan telur gulung yang tersisa.
"Nggak nyebabin sakit perut, 'kan?" tanya Kevin dengan mengerutkan dahi.
Kinan tertawa lebar. "Lo berlebihan. Ayo pulang! Ini udah malam." Gadis itu berdiri dan Kevin mengikutinya.
"Lo, nggak nyaman berdua sama gue lama-lama?" tanyanya dengan wajah memelas. Kinan terdiam. Pertanyaan itu sangat membuatnya gugup.
"Kapan-kapan bisa lagi, 'kan?" jawab gadis itu untuk menghibur Kevin. Kevin mengangguk lemas. Mereka berjalan pelan beriringan menuju mobil.
Kevin membukakan kembali pintu mobilnya. Saat ia membantu memasangkan sabuk pengaman, mata mereka saling melempar pandang. Jantung Kinan berdegup kencang tak beraturan. Jarak wajah mereka begitu dekat.
Kinan mencengkram kuat sabuk pengaman itu untuk mengusir kegugupan yang bersarang. Ini begitu tegang baginya. Dari jarak terdekat seperti ini, Kevin tampak begitu tampan. Apa yang akan dilakukan laki-laki itu?
Hembusan napas Kevin semakin terasa di wajah Kinan. Begitu dekat jarak wajah mereka membuat Kinan pasrah. Ia memejamkan kelopak matanya kuat."Gue, suka bibir lo, indah!" Perlahan-lahan Kinan membuka matanya dan Kevin posisi Kevin masih tetap sama. Gadis itu menipiskan bibirnya malu."Ma-makasih!" ucapnya dengan terbata-bata.Kevin menyelipkan anak rambut panjang Kinan yang terurai di telinga gadis itu. "Lo tau, gue suka cewek kayak lo."Kinan mengerutkan kening tidak percaya. "Me-mang, gue kenapa?""Lo, apa adanya."Kinan membuang muka dan memberi senyum setengah. Ia seperti tidak ingin percaya dengan ucapan yang keluar dari laki-laki di hadapannya ini. Namun, ia juga tidak bisa menolak hatinya yang berbunga-bunga."Vin ...!"Laki-laki itu berdehem. "Lo, jangan bilang sama Alya, ya! Kalau kita ... jalan berdua kayak gini. Gu-gue, nggak mau aja dia marah. Lo tau sendiri 'kan, Alya nganggep lo mempermainkan gue!""Gue kel
Semenjak ciuman yang diberikan Kevin pada Kinan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat. Kevin lebih sering menghabiskan waktu istirahat dan pulang sekolah bersamanya. Namun, mereka masih merahasiakan kedekatan mereka dari Alya. Bersikap seolah-olah dingin di depan sahabatnya itu setiap kali bertemu sebenarnya membuat Kinan tak enak hati. Ia seperti membohongi Alya, tapi kenyamanan saat bersama Kevin juga ia butuhkan sampai sekarang.Saat mereka pulang bersama, dari arah berlawanan tampak Rivan, teman kelas sebelah dengan wajah geram melangkahkan kaki lebar mendekati mereka. Kinan menjerit saat tonjokan keras Rivan lemparkan ke wajah Kevin dan membuat laki-laki yang dekat dengannya itu jatuh tersungkur. Ini membuat Kinan tidak bisa berdiam diri, menyaksikan Rivan yang mencengkeram kerah baju Kevin dan akan memukulnya lagi."Berhenti, Van! Lo, apa-apaan sih?" teriak Kinan yang mendorong Rivan menjauhi Kevin.“Gue tau lo siapa, Vin. Tapi jangan sesuka ha
“Lo kenapa seharian ngejauhin gue? Gue juga beberapa kali ngirim pesan, tapi nggak lo balas." Kinan membuang muka geramnya. Ia mengusap gusar bibirnya jika mengingat ciumannya dulu bersama Kevin. Begitu menjijikannya bibir laki-laki itu tidak hanya menyentuh bibirnya saja."Lo itu jahat, Vin!" teriak Kinan yang diikuti isak tangis. "Jadi selama ini lo deketin gue, cuma untuk manfaatin gue?" tanya gadis itu dengan mengangkat kedua alis.Kevin mengerutkan kening seolah bingung dengan ucapan Kinan. "Manfaatin, apa maksud lo?"Kinan menyapu air matanya dengan cepat. Ia seperti tak ingin menangis di depan laki-laki seperti Kevin. "Gue bodoh, memang bodoh. Tapi, gue nggak akan lagi tertipu sama sikap lo. Mulai sekarang
Hari berganti begitu cepat. Keinginan Kinan untuk melepas seragam dan membantu Ibunya mencari uang akan segera terwujud. Ujian berjalan dengan baik. Walaupun nilai yang didapat gadis itu tak sempurna, tapi ia puas akan usaha maksimal yang diraihnya. Kevin benar-benar menjauhi Kinan, begitu pula sebaliknya. Semua menjadi dingin. Tak ada tegur sapa. Kevin tak berubah. Ia masih saja mendekati teman wanita lain tanpa memusingkan status hubungannya. Itu yang membuat Kinan harus yakin menutup rapat pintu hatinya. Namun, apa ia bisa semudah itu? Jika setiap malam ia masih terus memikirkannya. "Nanti kita rayain kelulusan bareng, ya!" ajak Alya yang kini berjalan berdampingan dengan Kinan menuju tempat parkir. Sahabat Kinan itu memutuskan untuk kuliah di luar kota, pasti akan membuatnya rindu kebersamaan mereka selama ini. "Berdua aja?" "Sama cowok gue. Kita 'kan bakal jarang ketemu, ya?" rengek Alya dengan wajah memelas. Kinan memundurkan kepal
Ini adalah hari terakhir bagi Kinan dan semua siswa kelas dua belas. Hari perpisahan yang dihadiri oleh para wali murid juga di sebuah gedung sekolah ini. Dengan memakai kebaya berwarna abu-abu ditambah riasan wajah membuat Kinan sangat cantik. Semua tertegun padanya. Pasalnya, baru sekarang gadis itu tampil dengan begitu anggunnya. Tak terkecuali dengan Kevin yang mata elangnya terus tertuju pada Kinan. Alya dan Kinan tampak bersenda gurau dengan penampilan mereka. Ini juga hari di mana mereka akan berpisah. Menikmati waktu sembari berfoto bersama tak mereka lupakan begitu saja. Kinan yang merasa diawasi Kevin seketika dirinya canggung. Ia menarik Alya menjauh dari tempat di mana mereka berdiri dan duduk di tempat duduk yang disediakan. "Kenapa?" tanya Alya keheranan. Kinan menoleh ke arah Kevin yang ternyata masih memperhatikannya. Alya pun ikut menoleh. "Oh ... jadi lo gugup diawasi buaya itu? Takut diterkam? Atau takut masuk lubangnya lagi? Ngomong-ngomon
Hari begitu cepat berganti. Pagi ini Kinan bersiap membantu Ibunya menjual semua makanan. Ia juga tak malu memakai sepedanya berkeliling menjajakan makanan itu pada setiap orang yang ia temui. Berjualan di taman yang kebetulan ini adalah hari libur membuat dagangannya laris tak bersisa. Ia bangga akan hal ini dan tak sabar untuk segera pulang. Ia mengayuh sepedanya dengan wajah berseri. Keranjang yang kosong membuatnya sepedanya ringan dan semakin bersemangat pulang. Bernyanyi seraya melirik kiri kanan. Mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan terakhirnya kini. "Kinan!" teriak Gino yang semakin mempercepat laju motornya. Ia kemudian memelankan kecepatan motornya saat sudah di samping Kinan. Kinan memberi senyum terpaksa pada pacar sahabatnya itu. "Lo, mau kemana?" tanya laki-laki itu yang semakin mendempetnya. Kinan membuang muka, ia tak nyaman dengan semua ini. "Gue mau pulang," jawabnya singkat dengan mengayuh cepat sepedanya. "Oh ..
"Kinan ...!” Devan kembali menarik pergelangan tangan Kinan yang terus berusaha meninggalkannya. “Gue tau lo pasti bohong, ‘kan? Lo gadis baik-baik, nggak mungkin ngelakuin kayak gitu.” “Itu hanya perkiraan lo aja Van, kenyataan yang sebenarnya gue, udah nggak perawan lagi. Nggak percaya? Tanya aja sama Alya! Dia tau semua rahasia gue. Sudahlah, Van! Gue capek, mau istirahat. Jadi lo boleh pergi, bahkan lupain aja perjodohon Alya pada kita! Gue sadar diri.” Devan masih diam terpaku mendengar semua pengakuan Kinan. Gadis itu tak peduli lagi, ia membanting pintu rumahnya keras dan berlari ke dalam kamar. Panggilan dari Ibunya pun tak diindahkan. Duduk terdiam di dalam kamar, seketika membuat Kinan mengingat Kevin. Tak ada kabar darinya setelah acara perpisahan sekolah. Nomor telepon yang ia hapus dari kontaknya sedikit membuat menyesal. Apa Kevin benar-benar tak mau tau lagi dengannya? Kinan pun tak mengikuti group alumni sekolahnya dulu. Menurutnya, in
Aldo dan Gino sudah berjanjian malam ini di salah satu klub yang berada di kota ini. Menghabiskan malam di tempat hiburan ini, berkumpul bersama teman-teman mereka.Sambil menghisap kuat nikotin itu, Kevin yang kebetulan adalah teman Aldo dan Gino saat kuliah sekarang, tersenyum menyeringai saat mengetahui dua temannya itu datang.“Lama banget, kalian? Gue udah jamuran nungguinnya!” tanya Kevin dengan jari yang kini menjepit puntung rokok itu kemudian menghisapnya kembali. Asap dari rokok itu ia tiupkan pada Aldo saat duduk mendekatinya, yang membuatnya refleks memukul bahu Kevin.Ruang VIP ini seperti sudah menjadi langganan mereka bersenang-senang bersama. Kevin mematikan rokoknya yang masih setengah ke dalam asbak. Ia kemudian menuang wine ke gelas cantik berkaki yang disediakan klub ini.Saat akan meneguk minuman berwarna merah gelap itu, tiba-tiba Diva datang mengagetkan mereka bertiga. Ia berlari kecil dan duduk di antara Kevin dan Aldo.