Share

7. Mau Lanjut Di Kamar

Mobil sport berwarna putih terparkir di teras rumah. Benar, Aksha sudah pulang. Azura tergesa-gesa membuka pintu tanpa tahu dari dalam Aksha akan keluar. Sehingga ia menabrak Aksha.

Bugh!

“Kalau jalan mata dipakai bukan dengkul,” bentak Aksha memegang bibir yang terluka beradu dengan kening Azura.

“Maaf, aku enggak tau kalau kamu mau keluar. Siapa suruh keluar nggak kasih aba-aba," jawab Azura mencibik lalu mengelus kening yang memerah.

“Sakit enggak?” tanya Azura menjijit untuk menyentuh bibir bawah Aksha dengan telunjuknya.

Padahal kening Azura juga sakit, tapi tidak mengaduh seperti yang Aksha lakukan.

“Ya, iyalah sakit masak enggak,” kesal Aksha meringis.

“Duh, kasihan. Sini nunduk dikit,” pinta Azura melihat bagian tengah bawah yang terluka, ada bercak darah yang menempel.

“Mau ngapain, ah?” tanya Aksha heran disuruh menunduk.

“Mau diobati enggak? Kalau gak mau ya sudah tahan sendiri sakitnya. Lagian cuma luka kecil sewotnya sudah seRT." Ia memutar bola mata malas.

Azura mendorong Aksha yang menghalangi jalan Azura. “Minggir aku mau masuk! Ngapain tegak di depan pintu udah kayak satpol PP aja."

Aksha malah tidak bergerak sedikitpun dari pintu tempat ia berdiri.

Azura jengkel pria ini maunya apa sih? diobati gak mau, giliran mau masuk gak boleh. Dasar cowok gengsian.

“Eh, Tunggu.” Aksha menahan Azura.

“Apaan sih, lepasi Aksha. Jangan pegang-pegang aku.” Azura menarik lengannya yang di pegang suaminya.

“Katanya mau obatin, aku. Kok malah pergi. Sebenarnya ikhlas nggak sih!" gerutu Aksha merendahkan kepalanya.

“Makanya sini coba lihat.” Azura menyentuh bibir Aksha dengan ibu jari. Lalu Azura meniup-niup tepat di bibir suaminya.

Hembuskan napas hangat menyapu wajah Aksha. Bibir yang mungil mengerucut menggoda Aksha untuk tenggelam di sana.

Cup!

Azura tersentak matanya membulat melebar memukul dada Aksha. Pria itu kembali mencuri kesempatan untuk menyentuhnya.

Aksha mengabaikan pukulan Azura. Ia terus melumat bibir manis Azura yang selalu membuat candu. Untuk mengulangi terus dan terus. Aksha melingkari pinggangnya ramping Azura agar menempel di kulitnya. Hingga membuat Azura condong ke depan.

Tinggi Aksha menjadikan Azura berdiri menggunakan ujung jari kakinya.

Aksha sadar akan hal itu. Lalu ia mengangkat tubuh Azura dengan kedua tangannya. Mengaitkan kaki Azura di pinggangnya. Meraih tangan Azura untuk melingkar di lehernya.

Kemudian menyadarkan punggung Azura di kosen pintu. Lidahnya mulai bermain-main di telaga hangat Azura. Jemari panjang Aksha menyelusup masuk ke dalam kaos Azura.

Azura cepat menahan tangan yang hendak menyentuh bagian tubuh lainnya.

Mendapat reaksi penolakan, Aksha melepaskan tautannya. Dengan dahi yang melipat memandangi wajah Azura seolah bertanya.

“Malu dilihat tetangga nanti. Di mana harga diriku di mata mereka,” ucap Azura terengah-engah memberi kode bahwa masih di depan pintu.

Dan benar saja ada tetangga yang lewat dan berbisik setelah menyaksikan dua sejoli tidak tahu malu memerkan kemesraan mereka.

“Jeng, lihat tuh! Gak ada malunya begituan di depan rumah. Gak malu apa di lihat orang. Anak muda zaman sekarang tidak punya sopan santunnya.”

“Usss, jangan urusi orang. Tidak baik, yuk kita pergi” balas tetangga satunya menarik temannya.

Aksha menoleh ke samping, melihat dua ibu-ibu berbisik menggosip. ah, ia lupa kalau masih di depan pintu. Aksha memajukan wajahnya ke wajah Azura dan berbisik. “Mau lanjut di kamar,” tawar Aksha menggigit daun telinga Azura.

Ajakan itu terdengar seksi di telinga Azura, tetapi bukan berarti ia bisa terpengaruh.

“Sadar, Azura jangan tergoda. Ingat! Aksha anak dari Dahlia. Perempuan yang sudah buat hidup kamu hancur,” batin Azura.

Azura mendorong Aksha, meregang kakinya untuk turun dari pinggang Aksha. Berlari memasuki kamar.

Aksha terkekeh melihatnya sambil mengelap sisa saliva di sudut bibir. Begitu menggemaskan mempermainkan perasaan Azura.

Di dalam kamar mandi Azura mencuci bibirnya berulang kali hingga membengkak. Meski tadi sentuhan suaminya terkesan lembut tidak kasar seperti kemarin. Tetap saja Azura benci setiap yang ada pada Aksha.

Ia belum siap sepenuhnya menyerahkan dirinya pada pria yang jelas tidak mencintainya. Sedangkan dirinya belum move on dari almarhum Hanan.

“Tenang, Zura. Pesan Pak Tua, kamu harus bersikap lembut agar Aksha takluk di kakimu. Dengan begitu, mudah untuk membalas Dahlia.” Azura berbicara sendiri di depan cermin wastafel. Azura meyakinkan dirinya untuk bertahan dengan sikap Aksha yang berubah-ubah.

“Zura, buka pintunya. Aku tau kamu di dalam," panggil Aksha mengetuk pintu kamar mandi.

“Ya bentar,” sahut Azura dari dalam.

"Cepat sedikit!"

"Iya sabar."

Azura memakai baju dengan terburu-buru. Setelah itu membuka pintu dengan kesal. Ada enggak satu hari saja tanpa Aksha. Mungkin akan terasa damai rumah ini.

“Lama amat buka pintunya,” protes Aksha, “ Sini cepat, aku lapar nih!” Aksha menarik Azura ke dapur.

“Apa nih?” Azura melongok di meja makan sudah tersaji dua mangkuk mie instan lengkap dengan telur mata sapi.

Tidak mungkin Aksha yang masak. Mana bisa dia masak? kerjaannya setiap hari marah tidak jelas. Tumben hari ini belum dia manis sekali atau jangan-jangan Aksha kesurupan setan.

“Hei, kok melamun,” tegur Aksha menyadarkan lamunan Azura.

Azura menarik keluar kursi untuk ia duduki.

Aksha dengan lahap memakan mienya menggunakan sumpit yang terbuat dari kayu.

Azura berdiri menimbulkan suara gesekan kursi. Aksha hanya memperhatikan gerak Azura. Rupanya Azura mencari sendok dan garpu. Azura tidak biasa makan menggunakan sumpit. Ada yang gampang kenapa cari yang sudah? Hidup sudah susah jangan dibuat makin susah.

“Cepat makan, keburu tuh mie mengembang,” suruh Aksha yang sudah tandas makanannya.

“Iya bawel,” decak kesal Azura.

"Kamu suka sekali membantah perkataanku."

Bunyi notifikasi ponsel Aksha di atas meja menjadi perhatian Azura.

Sorot mata Aksha mulai lain. Ada kemarahan yang akan meledak sebentar lagi. Aksha menggebrak meja hampir saja Azura tersedak karena terkejut. Makanan tumpah.

"Ada apa?" Azura kebingungan.

Oh Tuhan drama apa lagi yang akan terjadi. Baru saja adem ayem hidup Azura.

"Kau tanya ada apa? jangan pura-pura tidak tahu, Azura!"

"Aku benar-benar tidak tau. Bisakah kita bicara baik-baik bukan dengan emosi."

"Alah, kamu mencoba untuk menipuku, 'kan?"

Azura semakin tidak paham yang dimaksd Aksha. Ia sendiri tidak melakukan kesalahan yang fatal lantas mengapa tuduhan Aksha menyakitkan.

"Menipu apa? sungguh aku tidak mengerti."

"Sepertinya kamu harus dikasari baru bisa patuh."

"A-apa yang ingin kamu lakukan?" Azura ketakutan 

Aksha mengulas senyum jahat.

"Membuatmu tidak macam-macam lagi."

Azura meronta-ronta sulit bernapas, wajahnya sudah pucat pasi. Mata melotot seolah akan keluar. Tubuhnya mulai melemah tak bertenaga. Namun, Aksha yang sudah terbawa emosi mengabaikan kondisi Azura. Pukulan yang bertubi-tubi diberikan Azura

ke pergelangannya Aksha sebagai bentuk perlawanan perlahan berhenti.

“Ak-Aksha,” ucap Azura terbata-bata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status