Selepas menikah dengan Aksha, kehidupan Azura semakin rumit. Kejadian demi kejadian terus menimpa Azura. Hingga satu persatu orang terdekatnya meninggalkan untuk selamanya. Dendam berkecamuk di hati Azura kala sang suami menyodorkan cinta setulus hati. Awalnya menikah dengan Aksha hanya pelarian untuk melindungi diri. Kenyataannya cinta bersemi diantara mereka dan disaat bersamaan Azura melancarkan dendamnya. Azura meringkus orang-orang yang membunuh asistennya dan ibu kandungnya. Bagaimana akhirnya, ikuti kisah sampai tamat?
View More“Awas! Mas,” pekik Azura, yang posisinya menghadap Hanan yang akan keluar dari mobil. Ia melihat jelas ada mobil dari arah belakang Hanan yang mendekat.
Hanan yang terkejut dan bingung mendengar teriakkan Azura. Bukannya menuruti untuk menghindar. Malah berbalik mencari tau apa yang membuat istrinya berteriak. Hanan tidak dapat mengelak lagi mobil itu sudah menabrak tubuhnya dengan keras.
BRAKK
Bunyi hantaman benda keras membuat seluruh pengunjung taman berhamburan keluar. Semua berlarian mencari asal suara itu datang. Semua mata terperangah ke depan. Mereka diam kaku menatap puing-puing mobil berserakan. Bercak darah menempel di aspal. Langit berwarna hitam gelap menambah kengerian sore ini. Semua terjadi begitu cepat tanpa disangka.
Mobil truk baru saja menabrak mobil putih yang tengah parkir di pertigaan jalan. Melihat hal itu salah satu orang sibuk menghubungi ambulans dan polisi.
Terdengar suara rintihan minta tolong dari dalam mobil.
“Tolong!”
Tubuh Azura terkulai lemas, kepala bagian belakang tertancap sepihan kaca mobil. Darah segar pun membasahi sekitar mobil.
Beberapa Orang bergegas membuka pintu mobil yang kacanya sudah pecah semua. Mereka segera mengangkat tubuh Azura yang ambruk. Kemudian di dudukan tidak jauh dari tempat kejadian.
“Tolong, suami saya.” Azura memohon pada seorang pria berbadan gempal yang tadi menolongnya.
Azura mencoba meraih ujung serpihan kaca yang menancap di belakang kepala. Dengan sisa tenaga yang dimiliki, perlahan menarik keluar serpihan itu dari kulit kepalanya.
“Aduh!” Azura meringis kesakitan menahan luka di belakang kepala dengan telapak tangannya. Cairan kental berwarna merah pekat mengalir dari kepala menuruni pergelangan hingga sampai sikut jatuh ke tanah.
Krek!
Azura merobek ujung dress-nya lalu mengikatkan di kepala agar menghambat darah mengalir lagi.
Semua orang berusaha menolong Hanan dengan bantuan petugas polisi yang sudah datang. Posisi Hanan di tengah di apit antara kepala mobil truk dengan bagian samping mobil Hanan. Saat di keluar kondisi Hanan sangat mengenaskan dengan mata yang terpejam.
“Mas,” teriak histeris Azura. Melihat jasad yang terbujur kaku bersimbah darah di bawa masuk ke dalam mobil ambulans.
Bruk!
Azura pingsan setelah syok melihat keadaan suaminya.
Azura di larikan ke rumah sakit ‘Kasih Bunda’. Sesampai di sana ia segera di operasi. Karena cedera serius di kepala.
Operasi itu di pimpin Dokter Dahlia ahli saraf. Takdir sudah mengatur pertemuan Azura dan Dahlia. Takdir yang akan membawa Azura ke titik terendahnya.
Tiga jam menjalani operasi akhirnya selesai juga. Azura berhasil di selamatkan meski ia harus koma.
“Dok, ini kartu identitas pasien,” ujar suster saat Dokter Dahlia keluar dari ruang operasi.
“Apa ada keluarga yang bisa dihubungi?” tanya Dahlia, melepaskan masker yang menutupi mulutnya.
Suster sedikit menunduk dan tampak menghela napas berat.
“Tidak ada, Dok. Korban yang bersama pasien sudah meninggal. Dari kartu identitas korban adalah suami dari Azura.” Menyerahkan informasi pasien.
“Baiklah kalau begitu. Periksa pasien 3 jam sekali, lalu kabari perkembangannya dengan saya.” Dahlia pergi meninggalkan ruang operasi.
Dua minggu Azura koma. Kondisi Azura yang kritis kian membaik. Dua hari kemudian Azura bangun dari tidur panjangnya.
Perban di kepalanya pun telah di buka. Jahitan di bagian belakang sudah mengering bersama luka ringan lainnya. Luka hati tak mudah mengering meski waktu terlampaui.
“Dok, kenapa kaki saya tidak bisa di gerakan? Dan di mana suami saya Dok?” tanya Azura, melihat isi kamar yang kosong. Saat Azura sadar hanya ada perawat penjaga menemani. Tak ada tanda kehadiran Hanan dalam kamar ini.
Dahlia bingung harus menjelaskan dari mana dulu. Hatinya berdesir, sesak di dada dan bibir berat untuk berucap yang sebenarnya. Dahlia mengambilnya udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya.
Barulah Dahlia berkata, “Begini, Azura cedera kepala yang kamu alami sangat serius. Sehingga memicu otak tidak memberi sinyal untuk merespon kaki kamu bergerak. Tapi kamu tenang saja dengan terapi rutin, kamu akan sembuh,” terang Dahlia penuh hati-hati.
“Di mana suami saya Dok? Apa dia di rawat di sini juga atau dia sudah sembuh?” terus bertanya mengabaikan kondisinya sendiri.
Kepingan rindu melanda relung hati. Mencari si pemilik dari separuh jiwa Azura.
“Soal itu ....” Dahlia ragu berkata, “Pasien yang bernama Hanan meninggal di tempat.” Dahlia tak kuasa menahan sedih.
Deg!
Denyut jantung Azura melemah mendengar penjelasan Dokter Dahlia. Tubuhnya merosot di ranjang pasien. Baru tersadar dari koma, Azura harus menelan kenyataan pahit yang bertubi-tubi datang menderanya.
“Tidak!” pekik Azura, meremas sprei biru polos. Mengutuk si pembuat takdir.
Bulir bening itu tumpah ruah, deras membasahi pipi chubby Azura. Suara raungan keras bergema hingga terdengar mengiris-iris hati. Bagi siapapun yang mendengarnya.
“Aku mau mati! Tiada guna hidup tanpa dia. Yah, mati lebih baik.” teriak frustasi Azura, berusaha meraih pisau buah di samping ranjang.
“Tenang, Azura semua sudah takdir. Tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan. Cobaan yang datang tidak akan melampaui kemampuan umatnya. Percayalah itu.” Dahlia berusaha menguatkan Azura.
“Jangan mendekat atau aku akan melukai pergelangan tanganku.” Azura menodongkan pisau ke arah Dahlia.
Sekalipun ujung pisau mengores kulit putih sakitnya tak seberapa. Bagai raga tanpa jiwa yang saling terhubung satu sama lain. Seperti bunga yang layu setelah kemarau panjang.
“Turunkan pisaunya, Azura. Saya janji kamu akan sembuh dan dapat berjalan kembali. Asal kamu mau ikut terapi dengan rutin.“ Dahlia mencoba membujuk Azura. Walau ia tau itu tak akan berhasil.
“Buat apa aku hidup? Jika pada akhirnya semua orang pergi meninggalkan aku sendirian di dunia kejam ini.” Azura menempelkan pisau itu ke pergelangannya. Sekali hentak saja sudah bisa dipastikan darah akan bercucuran.
Azura mengangkat kakinya dari dada pria itu dengan gerakan cepat dan berbalik. Berjalan mondar-mandir di hadapan pria yang masih terikat di kursi. Wajahnya penuh kemarahan, matanya menyala-nyala seperti bara api. Pria itu, dengan wajah yang semakin memerah dan kulit yang mengelupas, hanya bisa meringis kesakitan.“Kau pikir kau bisa bermain-main dengan aku, ya?” suara Azura bergetar dengan kemarahan. “Aku bertanya lagi, mengapa kau menghabisi bawahanku?”Pria itu menelan ludah, berusaha mengumpulkan kekuatannya. “Aku tidak tahu siapa bawahan yang nyonya maksud,” katanya dengan suara serak.Azura berhenti di depan pria itu, menatapnya tajam. “Jangan bohongi aku! Kau kenal Albert ?” teriaknya. Dia menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu. “Aku tahu kau terlibat. Katakan kebenarannya, atau aku pastikan rasa sakit ini hanyalah permulaan.”Pria itu terdiam, menatap Azura dengan tatapan campur aduk antara ketakutan dan kebencian. “Baiklah,” katanya akhirnya menyerah, suaranya nyaris
Kematian Albert pukulan terbesar untuk Azura. Albert sendiri telah dianggap orang tuanya, Azura tidak dapat menerima kenyataan. Bahwa sekali lagi hidupnya diporak-porandakan oleh sosok keji itu yang tak dikenalnya.“Siapapun dia, aku akan membalas kematianmu,” batin Azura bertekad mengepal keras tangannya.Masih di posisi sama, Aksha bergeming. Ia bingung menghadapi situasi yang ia sendiri tidak mengerti. “Zura, tenangkan dirimu. Kasihan beliau bila terlalu lama dibiarkan. Kita harus menguburkan secepatnya,” saran Aksha saat ini.Azura bangkit, menghapus bulir hangat di pipinya.“Bi Asih tolong persiapan pemakaman Pak tua. Aku akan mengurus yang lainnya,” perintah Azura kemudian berjalan naik ke lantai atas.Tatapan iba Aksha berikan kala Azura naik ke atas. Entah apa yang dipikirkan Azura yang jelas ia sejenak lupa kehadiran Aksha. Pria itu berusaha mengerti perasaan Azura yang sedang berkabung. Aksha membantu Asih mengurus segalanya.“Kenalkan saya , Aksha suami Azura.”“Sa
Albert di bawa ke sebuah rumah kosong yang dulunya rumah orang tua Azura. Bangunan yang kokoh dahulu itu kini terbengkalai. Puing-puing dari sisa kebakaran masih melekat jelas. Kemegahan yang dulu jadi sorotan publik tinggal kenangan.“Ikat dia!” perintah Andre mengamati Albert yang pingsan.Anak buah Andre mengikat Albert di tiang beton sisa dari pilar rumah. Atap rumah sebagian hancur dan dibiarkan menganga. Angin dan hujan bisa masuk kapan saja.“Bangunkan dia!” Andre menyeret kursi kayu, ia duduk di depan Albert. Salah seorang anak buah Andre membawa ember berisi air lalu disiram ke wajah Albert. Sontak pria tua itu terbangun. Kacamata yang bertengger di hidung Albert jatuh.“Siapa kalian?” tanya Albert samar penglihatannya.Andre tersenyum sinis, bergerak mengambil kacamata milik Albert di bawah kakinya.“Kau cukup berani juga ya.” Andre memakaikan kacamata untuk Albert.Andre kembali duduk di kursi menyilang kaki dengan angkuh.“Katakan di mana Avantika Hadinata?”Sek
Soraya berjalan santai ke salah satu kamar yang tak di rawat. Dua tangan membawa nampan yang berisi makan siang. Setiba di kamar yang dituju, seorang pria berbaju hitam membukanya pintu untuk Soraya.“Kau selalu kaget melihat aku datang,” ucap Soraya menaruh nampan di atas nakas lalu duduk di pinggir kasur.Ruslan melebarkan bola matanya melihat Soraya duduk bersebelahan dengannya. Rasanya ingin ia cekik Soraya hingga kehabisan napas.“Aku ingin membunuhnya,” batin Ruslan menyimpan banyak kemarahan.Soraya menghela napas sambil menggelengkan kepalanya. “Makian apalagi yang kau lontarkan untukku di dalam hatimu, Ruslan?” Seolah-olah Soraya tahu apa yang diucapkan Ruslan dalam hatinya.“Kau membuatku muak Soraya, enyahlah kau dari hadapanku.” Hanya bisa membatin, ia tidak bisa berbicara.Ruslan mengalami stroke akibatnya lumpuh total pada bagian vitalnya. Kelumpuhan tak ada yang mengetahui ke kecuali Soraya, Andre dan beberapa anak buah Soraya. Sengaja dirahasiakan takut harga s
Pukul satu siang, Aksha keluar dari kamarnya. Penampilannya terlihat segar sudah rapi dengan pakaian santainya. Pekerjaan dipindahkan di rumah sehingga rekannya terpaksa datang ke rumah. “Susah ya kalau lagi cinta bersemi sampai lupa keriaan,” ledek barak memeriksa apa yang harus diberikannya kepada Aksha. “Makanya nikah biar lu tau rasa enaknya,” balas Aksha mengambil file dari tangan Barak. Yang diajak bicara malah fokus arah lain. Kemunculan Azura membuat Barak terkesima pasalnya pertama kali melihat kakak ipar dengan saksama. Pria tengil itu langsung memepet ke Azura. Akibatnya, Aksha memasang mata tajam kepada temannya itu dan menyeret Barak kembali untuk duduk. “Lihati apa?” Aksha memukul kepala Barak menggunakan tumpukan file. “Hahaha, tenanglah. Aku lagi terpesona sama kecantikan kakak ipar. Gak usah cemburu gitu,” celetuk Barak mengusap kepalanya. “Cari mati nih, anak!” gumam Aksha diindahkan oleh Barak yang asyik menggoda Azura. “Silakan diminum dan dicicip camilannya,
Paginya, Aksha berharap kalimat cerai tak pernah dilontarkan lagi oleh Azura. Sejatinya ia mulai menginginkan wanita itu hidup dengannya seumur hidupnya. Rasa memiliki berkecamuk di dada tak mau berpisah sedetik pun sampai Aksha memilih bolos dari kantor. “Pergilah kerja, aku tidak akan kemana-mana,” ucap Azura meyakinkan suaminya supaya beranjak dari ranjang. Kepercayaan diri Aksha setipis tisu. Kecemasan tidak melepaskan dirinya dari belenggu rasa takut ditinggalkan. “Tidak, Zura. Bila aku pergi kamu bisa saja meninggalkanku tanpa pamit.” Aksha menatap Azura penuh kekhawatiran kemudian memeluk Azura terlalu erat hingga istrinya merasakan sesak. “Aksha, aku kesulitan bernapas!” Aksha mendongak menyadari istri tak bisa bernapas baru lah mengurai pelukannya. “Maaf, aku kekencangan peluknya ya?” tanya Aksha polos sedangkan Azura mencebik bibirnya. “Hampir saja nyawaku melayang.” Azura mengambil napas sebanyak yang ia bisa. Aksha melintir bibir Azura yang maju lantas ditepis si p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments